tJeSiLC_vQ4EjbqutLiN10g1b3k

Minggu, 29 September 2013

Wisuda

Ini adalah cerita lanjutan tentang Domina dan Sumi. Di cerita sebelumnya, Sumi ditoto dengan berpakaian kain kebaya dan terikat tangan serta kakinya.

Sesudah pemotretan itu, hubungan antara sang kakak dan adik tetap berjalan lancar. Karena memang Domina dan teman-temannya menepati janji mereka, bahwa mereka tidak akan menyakiti Sumi dan hanya mengikat kaki serta tangannya untuk diambil foto-fotonya. Selain itu Domina juga membelikan Sumi imbalan barang-barang seperti yang dijanjikannya. Di lain pihak, Sumi juga tidak bercerita mengenai kejadian itu kepada mamanya.

Hari-hari berlalu, Domina telah lulus kuliah dan segera akan diwisuda. Sebagaimana umumnya acara wisuda di Indonesia, para wisudawati selalu mengenakan busana nasional kain kebaya sebelum mengenakan toga. Domina yang sebelumnya belum pernah mengenakan kain kebaya pun jadi gelisah dibuatnya. Ia segera mencari busana kain kebaya yang sudah dimodifikasi dan bentuk bawahannya tidak meruncing ke bawah melainkan melebar seperti rok. Dengan demikian pikirnya ia tidak kesulitan waktu melangkah.

Tapi celakanya sang ibu punya koleksi kain batik  dan kebaya yang cukup banyak. Serta tidak ada satupun dari kain batiknya yang sudah dijahit menjadi semacam rok atau sarimbit. Sang ibu memang seorang wanita yang mencintai kain kebaya. Berbeda dengan kedua gadisnya yang sama sekali tidak menyukai kain kebaya. Mengetahui anaknya sedang mencari kain kebaya modern, maka si ibu melarang anaknya dengan keras. Dengan kata lain Domina harus memakai kain batik dan kebaya ibunya yang masih asli tradisional. Apalagi si ibu tidak menyukai pakaian kain kebaya yang dimodifikasi dengan bawahan lebih menyerupai rok. Karena menurut pemikirannya,  pakaian kebaya dengan bawahan yang longgar  mirip rok sudah tidak mirip lagi dengan busana nasional Indonesia dan menjadi tanggung serta lebih baik memakai rok sekalian.

Dilarang keras oleh ibunya untuk membeli kain kebaya modern, Domina pun menjadi kecut hatinya Dalam hatinya  mulai kepikiran kalau ia akan mengalami kesulitan seperti yang dialami adiknya waktu memakai kain kebaya pada waktu resepsi dulu. Karena ia melihat sendiri pada waktu ibunya memakaikan kain wiron, stagen dan korset kepada adiknya. Ibunya memakaikannya dengan sangat ketat tanpa menghiraukan adiknya yang meminta dan merengek kepada ibunya untuk mengendorkan sedikit kekencangan baik pada waktu memakaikan kain wiron, stagen maupun korset.

Maka setelah selesai inilah akibatnya. Mulai dari kegerahan, perut yang dihimpit dengan sesaknya oleh stagen sampai kaki yang harus melangkah sambil terhuyung-huyung dan kesrimpet-srimpet. Ia pun tidak akan bisa santai pada waktu acara wisuda nanti.  Dalam hatinya masih mendingan adiknya dulu waktu berkain kebaya , karena  masih ada kakaknya yang memegangi atau bisa dibuat pegangan waktu berjalan.

Adiknya yang ikut mendengar pada waktu ibunya mewejangi Domina,  tersenyum-senyum penuh arti seolah-olah mengejek kakaknya. Domina pun jadi mangkel dan kegi melihat pandangan adiknya terhadap dirinya. Tapi ia tidak berkutik dan tidak bisa membantah keputusan ibunya.

Singkat cerita, hari wisuda pun tiba. Domina bangun pagi-pagi dan siap didandani oleh ibunya. Si adik juga ikut bangun pagi, karena juga ikut datang ke wisuda kakaknya. Acara penyiksaan pertama bagi Domina pun dimulai, rambut disasak dan disanggul. Sesudah itu datang penyiksaan yang lebih berat lagi, memakai kain wiron. Adiknya yang berada didekatnya seolah-olah mengejek Domina. Sumi tiba-tiba berkata kepada ibunya, "Mam,  kainnya yang nyempit ke bawah. Biar nggak kayak sarung". Entah ucapan itu memang disengaja untuk mengejek si kakak atau ucapan yang jujur, tapi bagi Domina kata-kata itu seperti mengejek dirinya dan seperti balas dendam adik kepada dirinya. Apalagi pada saat itu si adik memakai pakaian santai kaos dan jeans. Sesudah kain wiron selesai dipakai, maka ibunya mengikatkan seutas tali ke pinggang Domina untuk menahan kainnya. Lagi-lagi adiknya menyela, "mam, ngikat talinya yang kencang. Biar kainnya tidak melorot".  Panas lah hati Domina mendengar omongan adiknya yang seperti membumbui. Setelah itu ibunya mulai memakaikan stagen di perut dan pinggang Domina.  Sekali lagi adiknya menyela, "Mam, narik stagennya yang kencang. Biar pinggang kakak kelihatan ramping". Makin panas lah hati Domina mendengar omongan adiknya. Setelah memakai korset, dan  kebaya,  sempurnalah sudah dirinya menjadi tawanan dari pakaian kain kebaya yang dipakaikan ibunya.

Setelah selesai berdandan dan berpakaian, ibunya memandangi Domina dengan cermat dari atas sampai ke bawah kuatir kalau ada yang masih kurang rapi atau tidak beres. Setelah itu ibunya meninggalkan kedua anaknya di dalam kamar. Sumi jadi iseng dan menggoda kakaknya. Katanya, "Bu, kalau jalan pelan-pelan. Ntar kesrimpet jatuh". Maka si kakak pun marah dan mengambil bantal serta beranjak dari kursinya untuk melempar adiknya dengan bantal. Tapi si adik sudah buruan lari  keluar kamar sambil berkata, "kalau bisa, coba kejar ". Domina yang mau mengejar adiknya, begitu melangkah jadi sadar kalau ia memakai kain wiron yang sangat sempit di bagian bawahnya. Akhirnya ia membatalkan niatnya dan kembali duduk setelah sempat terhuyung dan hampir jatuh. Tapi tak lama kemudian adiknya masuk ke kamar dan mendekati serta merajuk kakaknya lagi untuk berbaikan.

Ketika tiba saatnya, acara wisuda pun berlangsung dengan lancar dan aman. Bagi para wisudawan dan wisudawati mungkin acara wisuda berlangsung terlalu cepat. Tapi tidak demikian halnya dengan Domina, waktu seakan berjalan begitu lambat. Dirinya merasa tersiksa dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kepalanya terbebani oleh beratnya sanggul, badannya dihimpit oleh stagen dan korset, kakinya dibebat oleh sempitnya kain wiron dan masih harus memakai sandal jinjit. Belum lagi cuaca yang gerah membuat  sapu tangan wanita Domina yang kecil  jadi basah. Beruntung  tadi pagi ibunya memasukkan beberapa helai sapu tangan ke dalam dompetnya. Selamatlah Domina, sampai di akhir acara ia tidak sampai kesrimpet kain wironnya.

Sehabis wisuda, Domina bermaksud langsung pulang ke rumah. Karena ingin segera berganti pakaian. Tetapi belum sampai terlaksana maksudnya, teman-teman karibnya muncul dan memaksa ia bermain ke rumah salah seorang teman. Terpaksa, Domina menuruti kemauan teman-teman karibnya. Dalam hatinya ia sama sekali tidak mengira akan ada suatu rencana konspirasi yang telah direncanakan oleh teman-teman karibnya.

Sampailah mereka di rumah salah seorang teman mereka. Sumi juga ikut bersama Domina. Tapi setelah basa-basi dan minum-minum sebentar, tiba-tiba seorang teman Domina berkata, "Ayo, Domina. Sekarang giliran kamu jadi foto model", Dan degan sigap seorang teman Domina mengikat tangan Domina dengan tali ke belakang, sementara seorang yang lain mengikat kaki Domina. Domina pun marah, "Apa-apaan ini ? Dik, kamu yang merencanakan semua ini ya ? Kamu mau balas dendam ya ?".  Sumi menjawab, "Tidak, kak. Ini rencana mereka sendiri", Domina pun berontak. Tapi begitu melihat Domina berontak, teman-teman yang lain pun ikut ramai-ramai memegangi seluruh tubuh Domina. Karena Domina terus menerus berkata-kata dan menolak serta berontak, maka salah seorang teman Domina menutup mulutnya dengan lakban dan mengikatnya dalam posisi hogtied supaya ia tidak banyak bisa berontak melainkan hanya bisa berguling ke kiri atau ke kanan. Tangan Domina diikat dibelakang punggung dan kakinya diikat dalam keadaan terlipat mendekati pantat. Kemudian ikatan tangan dan kaki saling dihubungkan dengan tali yang pendek sampai kaki dan tangannya hampir saling bersentuhan.

Sumi yang melihat kejadian itu dengan mata kepala sendiri jadi bingung, pucat pasi dan tegang serta seperti mau menangis. Salah seorang teman Domina mendekati Sumi dan menenangkannya. Sementara teman yang lainnya berkata, "Ayo, dong Domina. Yang rileks dan pasrah saja. Jangan berontak. Kamu kan tahu kalau kami teman-temanmu sendiri. Kamu kan juga tahu kalau kami tidak bakal macem-macemin kamu. Seperti yang sudah kami perbuat kepada adikmu. Kami hanya mau mengambil fotomu dalam keadaan terikat. Masak kamu kalah sama adikku sendiri. Malu dong". Rupanya perkataan ini bisa sedikit menenangkan Domina. Memang Domina juga sama sekali belum pernah menjadi model submissive. Kemudian temannya masih menambahi, "Tolong ijinkanlah kami menjadikan kamu model submissive sekali ini saja. Mumpung kamu pakai kain kebaya. Pakaian yang kata kamu sendiri paling cocok untuk karakter submissive. Soalnya baru 2 kali ini kami dapat model submissive yang memakai kain kebaya. Kapan lagi ?". Domina pun semakin tenang. Tapi teman-temannya masih terus membesarkan hatinya, "Nah, begitu dong.  Kayak adikmu dulu. Masak kamu yang nasihati adikmu sendiri supaya tenang dan rileks sekarang tidak bisa menjalani sendiri. Nikmati saja pengalaman baru ini".

Entah apa yang ada dalam pikiran Domina, tapi karena ia melihat sendiri kalau adiknya jadi ketakutan dan hampir menangis, maka ia jadi kasihan pada adiknya. Karena mulutnya masih di lakban, maka Domina memberi kode pada adiknya dengan mengangguk-angguk supaya adiknya mendekatinya. Adiknya yang tahu apa yang dimaksud Domina segera mendekat dan membuka dompet kakaknya serta mengambil sapu tangan untuk mengelap mukanya. Sumi berkata dengan lembut, "Kak, jangan berontak ya. Biar saja mereka mengambil foto kakak. Kakak juga jangan teriak-teriak, biar Sumi minta mereka membuka lakban di mulut kakak.". Si kakak hanya bisa mengangguk-angguk. Air matanya menetes setitik dua titik, demikian juga dengan si adik. Setelah itu salah seorang teman Domina setuju untuk membuka lakban di mulut Domina. Tapi karena lipstik dan rias muka Domina jadi luntur dan belepotan, maka mereka merias ulang wajah dan menata ulang rambut Domina dalam keadaan telungkup dan dihogtied. Setelah selesai, mereka bersiap-siap untuk mengambil gambar Domina. Akhirnya si adik memberi kecupan pada kakaknya sambil berkata, "Bergaya yang manis ya kak, kayak Sumi dulu. Sekali-kali ngrasain jadi submissive. Nikmati pengalaman baru kayak omongan  kakak sendiri".

Dan "Lights, camera, action" seorang teman Domina memberi aba-aba kalau sesi pengambilan foto sudah dimulai. Si adik sekarang yang jadi repot untuk mengatur posisi si kakak yang masih ngambek dan tentu saja tidak bisa bergaya karena di hogtied.

Setelah berulang kali pengambilan foto, derita Domina rupanya masih belum berakhir. Teman-temannya menghendaki ia di foto dalam keadaan sudah tidak dihogtied, tapi masih dalam keadaan terikat tangan dan kakinya. Maka meraka membuka tali penghubung antara ikatan tangan dan kaki Domina. Domina yang mengira kalau sesi foto sudah selesai jadi kecewa. Karena masih ada sesi foto yang kedua dimana ia akan diambil fotonya dalam keadaan terikat tangan dan kakinya tapi tidak dihogtied.  Tapi karena kain jarik yang dipakainya jadi lungset dan tidak rapi serta wironnya agak berantakan, demikian juga dengan kebayanya jadi tidak rapi.  Maka memerlukan waktu yang agak lama untuk Sumi membetulkan dan merapikan kebaya dan kain jarik serta wironnya.

Sesudah itu sekali lagi terdengar aba-aba, "lights, camera, action !". Domina pun pasrah mematuhi perintah mereka untuk berdiri, duduk,, menggeletak di lantai dan sebagainya. Sumi sekali lagi membantu kakaknya untuk berpose. Mereka bahkan meminta Sumi untuk memakaikan toga dan topi wisuda kepada Domina. Domina pun berpikir dalam hatinya mungkin inilah yang namanya pemotretan  wisuda dalam bentuk yang lain. Atau ini yang namanya diwisuda menjadi submissive. Seorang temannya menyeletuk, "Ini namanya di wisuda jadi submissive". Domina pun tersenyum kecut mendengarnya. Ya nasib. Tidak pernah jadi submissive, sekali jadi submissive dikerjai habis-habisan. Atau apakah ini yang namanya hukum karma. Habis ngerjain adiknya sekarang ganti dirinya sendiri  yang dikerjai teman-temannya. Tapi pikirnya masih mendingan adiknya dulu waktu jadi submissive, soalnya cuma diikat tangan dan kakinya. Tidak sampai di lakban mulutnya dan dihogtied.

Setelah selesai, akhirnya mereka berdua pulang kembali ke rumah. Di dalam perjalanan Sumi sempat bertanya begini pada kakaknya, "Gimana kak rasanya jadi model submissive ?  Sumi dulu takut sekali. Kakak takut nggak ?". Domina tidak menjawab, ia hanya diam dan matanya memandang kosong ke depan. Dari tadi ia membisu, mulutnya ditutupnya dengan saputangannya hingga saputangannya membekas lipstick. Tapi adiknya merajuk dan menyenderkan kepalanya ke bahunya, hingga akhirnya melorot sampai ke pangkuannya. Domina pun jadi mengelus-elus rambut dan kepala adiknya. Hingga akhirnya keduanya saling berpelukan.

Dominahog

Sabtu, 28 September 2013

Anjing

dog

Anjing boleh dikata sebagai hewan yang cerdik dan juga sahabat manusia. Sedemikian cerdiknya anjing sehingga ia dijadikan partner bagi polisi maupun tentara. Dengan demikian sudah barang tentu bisa dilihat bahwa anjing sangat membantu manusia.

Tapi dilain pihak anjing seperti halnya kambing hitam dijadikan tempat bagi manusia untuk melemparkan kesalahan. Cuma bedanya dengan kambing hitam, anjing dijadikan sasaran bagi manusia untuk melampiaskan kemarahan. Jika seseorang marah terhadap orang lain, maka bisa jadi orang lain tersebut akan dimaki dengan memakai nama binatang tersebut.

Kalau melihat hal ini, sepertinya manusia tidak punya peri kebinatangan atau habis manis sepah dibuang. Anjing dipelihara untuk dimanfaatkan mulai dari untuk membantu sampai untuk menghibur. Tapi disaat yang bersamaan  manusia juga memakinya walaupun bukan anjing itu sendiri yang bersalah, melainkan  orang lain.

Senin, 23 September 2013

Jadi korban apa jadi bintang ?

Ini adalah kelanjutan dari cerita tentang 2 gadis bersaudara yang pergi resepsi. Tapi terlebih dahulu ijinkanlah kami untuk memperkenalkan  mereka. Si kakak bernama Domina Nancy, si adik bernama Sumi Sylvia.

Di cerita yang terdahulu karena terpaksa, si adik pergi dengan pakaian kain kebaya, sementara si kakak pergi dengan strapless mini dress. Sesudah resepsi selesai, mereka berdua bukannya pulang, tapi malah pergi ke rumah seorang teman Domina. Rumahnya besar dan mewah. Di sana ada banyak teman-teman Domina, semuanya cewek cantik berbody sexy. Semuanya berpakaian mini dan sexy serta tentu saja tidak ada yang berpakaian kain kebaya seperti Sumi Sumi pun jadi minder dan malu jika melihat pakaian yang dipakainya serta membandingkannya dengan pakaian yang dipakai orang-orang disekitarnya.

Belum hilang rasa bingung dan mindernya, Sumi sudah diajak masuk kedalam sebuah ruangan yang tertutup oleh Domina dan teman-temannya.  Di dalam Domina berkata kepada adiknya,, "Dik, kamu mau ya jadi model buat di foto. Tolong kakak ya". Si adik pun bingung, karena malu dan merasa belum siap. Tapi si kakak malah semakin menyemangati, "Nanti kakak beliin kamu pakaian-pakaian bagus, kosmetik, asesories sama gadget-gadget baru.  Apa kamu minta uang mentahan ?". Si adik malah bingung antara mau dan menolak, karena ada iming-imingnya.

Belum hilang rasa bingungnya,  tiba-tiba tangannya dipegang oleh seorang teman Domina dari belakang dan ditarik kebelakang dengan paksa serta diikat kencang-kencang dengan tali sambil berkata, "Dik, kamu jangan melawan. Yang pasrah saja. Kamu tidak diapa-apain kok. Cuma diikat.  Kalau kamu berontak malah jadi lama.". Seorang taman Domina yang lain berjongkok didepan Sumi dan merapatkan kedua kaki Sumi serta mengikatnya dengan tali sambil berkata, "Permisi ya dik. Kakinya mau saya ikat. Boleh ya". Sementara teman Domina yang berada dibelakangnya yang sedang mengikat tangan Sumi menggerakkan kakinya sedikit ke depan untuk menahan kaki Sumi supaya dalam keadaan rapat sambil  berkata, "Ayo, kakinya yang rapat biar bisa diikat". Sumi jadi takut dan kepingin menangis. Tapi kakaknya membesarkan hatinya, "Teman-teman kakak memang nakal-nakal, dik. Nanti biar kakak jewer mereka semua satu-satu. Tapi kamu yang patuh saja  sama kakak. Satu hal lagi, kamu jangan cerita ini sama mama ya.  Tapi kalau mau cerita ke mama juga boleh kok. Kan mama belum tentu percaya sama ceritamu, Senyum dong, jangan cemberut. Kamu kan mau di foto dan jadi foto model".

Sumi masih tidak mengerti kenapa jika mau dijadikan  model, tapi kok malah diikat kaki dan tangannya. Ini mau jadi korban apa jadi bintang model ?  Dan inilah penjelasan yang keluar dari mulut Domina, "Dik, ini bukan apa-apa lho dik. Bukannya kakak dendam sama adik, kakak sayang banget sama adik, Dan kenapa bukan teman-teman kakak yang dijadikan model. Karena pakaian kamu paling cocok untuk  seseorang yang dalam kaadaan tunduk dan terikat serta tidak berdaya. Istilahnya submissive.  Kain kebaya yang kamu pakai itu cukup menghambat dirimu. Stagen dan korset yang kamu pakai menghambat pinggangmu, terus kain jariknya  menghambat kakimu. Sempurna sudah jika ditambah dengan tali untuk  mengikat tangan dan kakimu. Coba kalau pakaian seperti yang dipakai kakakmu, mini dress. Itu kan tidak menghambat kaki kakak untuk melangkah, jadi tidak cocok untuk karakter submissive. Lagi pula kami sudah cukup sering dapat model submissive dengan pakaian mini. Kelihatannya kurang total, kurang tidak berdaya dan sehijau serta se innocence kamu".

Tak lama kemudian berhubung teman-teman Domina sudah bersiap-siap dengan kamera masing-masing untuk mengambil gambar adik Domina, maka Domina mengakhiri penjelasannya dengan berkata, "Dik, yang penting sekarang kamu rileks, jangan tegang apa cemberut, pasrah saja dan tersenyum. Nikmati saja pengalaman yang baru ini". Lalu Domina mencium adiknya, tapi tetap saja Sumi cemberut. Setelah itu, jepret jepret suara kamera mengambil foto . Byar byar lampu blitz berulang kali hidup mati. Sesekali terdengan suara aba-aba untuk sang model. "Kanan sedikit". "Kiri sedikit". "Wajahnya menunduk sedikit". "Wajahnya mendongak sedikit", "Membungkuk sedikit", "Senyumnya mana". "Bibirnya agak dibuka sedikit". "Jangan cemberut terus dong". "Jangan kaku kayak gitu". "jangan tegang" dan sebagainya. Karena Sumi ngambek, maka mereka pun harus repot memperbaiki posisi Sumi berulang kali dan juga menyetel wajah Sumi.

Begitulah mereka mengambil gambar sang bintang  atau lebih tepatkah jika  dikatakan sebagai korban atau obyek yang terikat, tidak berdaya dan pasrah menyerah.
tiedup
Nah, apakah Sumi, si adik Domina dalam hal ini bertindak sebagai  sang bintang, model untuk sessi foto atau malah menjadi korban karena diikat dan dipaksa tunduk serta pasrah menyerah ? Bagaimanakah perasaannya sewaktu di foto dalam keadaan seperti itu ? Di foto dalam keadaan terikat tangan dan kakinya serta sama sekali belum pernah mengalami hal itu ? Akan traumakah ia ? Atau malah jadi ketagihan ?

Minggu, 22 September 2013

salah kostum

Apakah anda pernah mengalami hal itu ? Salah kostum artinya kurang lebih seseorang berpakaian paling lain sendiri dibandingkan dengan orang-orang lainnya dalam suatu event. Misalnya seseorang memakai kaos oblong, sementara orang-orang lain memakai dasi dan jas.

Salah kostum bisa berbeda-beda tingkat kesalahannya mulai dari yang tidak ekstrim seperti misalnya seseorang memakai kaos yang berkerah, sedangkan yang lain semuanya memakai baju. Sampai ke yang ekstrim misalnya seseorang memakai kaos dan jeans, sedangkan yang lain memakai dasi, jas dan pantalon.

Salah satu event yang bisa membingungkan dan berpotensi menyebabkan terjadinya salah kostum adalah pernikahan. Terutama pernikahan antara dua insan yang berbeda ras atau suku.

Jangankan pernikahan antara dua insan yang berbeda ras atau suku, pernikahan dua insan yang sesuku pun dapat berpotensi membingungkan. Saya sendiri pernah datang ke suatu pesta pernikahan orang Tiong Hoa, ternyata pihak penerima tamu dan kerabat-kerabat pengantin yang wanita mengenakan kebaya dan kain batik bercorak Pekalongan. Meskipun mempelai wanitanya tentu saja memakai gaun pengantin Barat dan bukannya kain kebaya.

Apalagi di pernikahan antara dua insan yang berbeda ras atau suku, bisa timbul beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, pernikahan memakai adat dari mempelai wanitanya. Kemungkinan kedua, pernikahan memakai adat dari mempelai prianya. Kemungkinan ketiga, pernikahan memakai kombinasi adat dari kedua mempelai. Atau kemungkinan malah menggunakan adat yang lain seperti misalnya adat internasional atau Barat.

Kemudian para tamunya sendiri juga bisa berpakaian macam-macam sesuai dengan suku atau rasnya masing-masing. Wanita-wanita  Jawa terutama yang sudah cukup berumur akan cenderung memakai kain kebaya waktu kondangan. Sementara yang lebih muda cenderung mengenakan pakaian Barat.

Ada satu event yang saya lihat dengan mata kepala sendiri dimana beberapa wanita atau gadis sama-sama memakai pakaian adat suatu daerah dalam hal ini adat Jawa. Kelihatannya mereka merupakan kerabat dari sang mempelai dan sedang menunggu rombongan yang lain di depan rumah. Tapi cuma seorang yang memakai kain jarik yang masih asli berupa lembaran dan diwiru dibagian depannya serta dikenakan dengan cukup ketat. Kebayanya yang dipakai kebaya panjang. Sedangkan yang lain memakai bawahan yang berupa kain jarik yang sudah dijahit dengan bentuk cukup longgar dan  tidak meruncing kebawah. Si gadis yang memakai jarik wiron asli dengan cukup ketat itu kurang lebih berkata begini, "Wah, enak ya pakai yang sudah dijahit. Tidak seperti yang saya pakai". Padahal mereka sama-sama memakai busana adat Jawa yaitu kain kebaya. Cuma bedanya yang seorang memakai bawahan berupa jarik asli yang diwiron dan dipakai dengan ketat sementara yang lain memakai jarik yang sudah dijahit menjadi rok yang cukup longgar dibagian bawahnya.

Kembali ke cerita saya tentang 2 bersaudara gadis yang pergi ke resepsi dimana yang lebih muda terpaksa memakai kain kebaya sementara yang lebih tua malah mengenakan strapless mini dress.  Ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi di resepsi pernikahan tersebut. Kemungkinan pertama tidak ada sama sekali orang lain yang memakai kain kebaya. Kemungkinan kedua ada beberapa yang merupakan sebagian kecil memakai kain kebaya. Kemungkinan ketiga ada lebih banyak orang yang memakai kain kebaya daripada yang memakai pakaian pesta Barat.

Bagaimanakah respon dari si adik yang memakai kain kebaya ? Tergantung dari suka atau  tidaknya terhadap busana itu. Jika memakainya karena terpaksa, bisa jadi timbul rasa ketidak percayaan terhadap diri sendiri, malu dan perasaan rendah diri kalau ternyata tidak ada orang lain  atau hanya sedikit yang memakai busana seperti itu. Tapi jika memang ada kesukaan terhadap busana kain kebaya, bisa jadi timbul kebanggaan jika melihat tidak ada orang lain  atau hanya sedikit yang memakai busana seperti itu.

Selain itu faktor kenyamanan dan sudah biasa dengan busana kain kebaya juga mempengaruhi. Seseorang yang sebetulnya suka akan kain kebaya, tapi baru sekali memakai pakaian tersebut bisa jadi grogi jika melihat ternyata tidak ada orang lain  atau hanya sedikit yang memakai busana seperti itu. Atau seseorang yang sebetulnya suka kain kebaya, tapi kurang nyaman dengan pakaian itu bisa jadi juga grogi jika melihat ternyata tidak ada orang lain  atau hanya sedikit yang memakai busana seperti itu.

Berbeda lagi jika yang memakai kain kebaya itu seseorang yang suka sensasi. Bisa jadi ia malah menyukai jika ternyata tidak ada orang lain  atau hanya sedikit yang memakai busana seperti itu. Sensasi berkain kebaya yaitu seperti sensasi sulit untuk menggerakkan kaki ketika hendak melangkah hingga mengharuskan pemakainya untuk berhati-hati dan perlahan-lahan dalam setiap melangkah. Dan selanjutnya setiap gerakannya akan menjadi lambat hingga kelihatan anggun.  Atau sensasi kebaya yang biasanya ukurannya pas dibadan hingga memperlihatkan keindahan bentuk badan pemakainya. Atau sensasi kain kebaya yang secara keseluruhan lebih terlihat menutup tubuh hingga berkesan sopan.

Bagaimanakah  dengan diri anda sendiri ? Apakah anda sering pergi ke resepsi dengan pakaian semacam itu atau anda menghindari untuk memakai pakaian semacam itu ?
saltum

Baris berbaris

Adalah 2 sahabat. Mereka sama-sama siswi sebuah SMA dan keduanya terkenal sama-sama badung, iseng  dan cerewet. Hari itu tanggal 21 April, maka merekapun memakai busana tradisional kain kebaya dalam rangka memperingati hari Kartini di sekolah mereka.

Dan seperti pada umumnya seorang gadis jika berdandan membutuhkan waktu lama, maka merekapun juga demikian. Apalagi mereka harus bersanggul dan berkain kebaya di salon. Jadilah mereka terlambat tiba di sekolah. Tapi yang terlambat tidak cuma mereka berdua. Banyak juga teman mereka yang datang terlambat. Maklum semua harus berdandan secantik mungkin dan berpakaian seindah mungkin.

Acara pertama di sekolah hari itu tentu saja upacara bendera. Maka para murid pun bersiap dan berbaris rapi di halaman sekolah. Termasuk kedua gadis badung itu. Keduanya memilih berbaris di barisan paling belakang. Supaya bisa bebas berceloteh dan ketawa-ketiwi. Dan memang begitulah keadaannya.  Begitu upacara dimulai, keduanya mulai ngerumpi dan ketawa-ketiwi serta kedua tangan mereka tidak pernah berhenti iseng mengganggu yang didekat mereka.

Celakanya, mereka ketahuan guru yang mengawasi jalannya upacara.  Tapi kedua cewek badung itu tetap saja melakukan kegiatan usilnya. Pikir mereka, para guru akan memaklumi mereka. Apalagi hari ini adalah upacara khusus hari Kartini. Tentu para guru akan lebih mengendorkan peraturan mereka. Lagi pula tahun-tahun kemarin mereka juga melakukan hal yang sama dan tidak ada sanksi apa-apa yang dijatuhkan kepada mereka.

Begitulah sampai upacara selesai, bahkan sampai seluruh rangkaian acara hari Kartini selesai tidak terjadi apa-apa terhadap mereka. Tapi begitu para murid akan pulang, mereka berdua dipanggil ke kantor kepala sekolah. Mereka pun jadi kaget dan bingung, karena mereka tidak ikut lomba apa-apa yang diadakan pada hari itu.

Ternyata, bagai mendengar letusan bom di siang hari atau mendengar geledek di siang bolong. Mereka  tidak percaya dengan apa yang dikatakan  kepala sekolah dan yang mereka dengar sendiri.  Mereka akan dihukum akibat kelakuan mereka selama upacara.  Karena jika dibiarkan berlarut-larut selama bertahun-tahun akan memberikan contoh yang tidak baik.

Hukumannya pun keras. Inilah yang paling sulit mereka mengerti. Keduanya harus latihan baris-berbaris di tengah lapangan pada tengah hari di saat panas-panasnya matahari. Tentu saja dengan tetap memakai pakaian yang mereka kenakan pada saat itu, kain kebaya dan bersanggul. Tidak itu saja, kelihatannya  si kepala sekolah mau mendisiplinkan  mereka dengan keras. Mereka berdua tangannya diikat ke belakang sebagai hukuman karena tangan mereka iseng selama upacara. Kemudian leher mereka diikat dengan tali  satu sama lain. Demikian juga degan pinggang dan kaki mereka, supaya mereka bisa konsentrasi dan serempak dalam latihan baris berbaris.

Tapi tentu saja ada kabar baiknya bagi mereka. Kepala sekolah yang pada mulanya sudah bersiap membekap mulut mereka dengan lakban sebagai hukuman karena mereka terus saja berbicara selama upacara mengurungkan niatnya. Karena kepikiran kalau mulut mereka akan dipakai untuk menghitung langkah mereka dalam berbaris. Dan memang kepala sekolah memerintahkan mereka untuk menghitung langkah mereka dalam berbaris.
baris
Satu dua satu dua ! Kiri kanan kiri kanan ! Panas sama capai ya non ? Lagi pula apa nggak ribet non pakai kain kebaya kayak gitu terus latihan baris berbaris  ? Makanya non jadi gadis jangan badung sama nakal kayak gitu.  Apalagi kamu sekarang kan pakai kain kebaya, mestinya kamu bisa bersikap sebagaimana seorang wanita Jawa pada umumnya. Halus dan lemah lembut, bukannya badung, nakal dan suka iseng. Sudah datang terlambat, masih iseng terus waktu upacara. Sekarang rasakan hukumannya. Éh, non yang dibelakang kok sampai nangis gitu ? Sudah insyaf ya non ?

Selasa, 17 September 2013

Resepsi

Adalah 2 saudara, keduanya sama-sama perempuan dan masih gadis. Umur mereka tidak berbeda jauh, hanya berselisih 3 tahun. Keduanya sama-sama cantiknya dan ukuran badan mereka juga sama. Suatu hari mereka mau pergi ke pesta pernikahan mewakili orang tua mereka. Karena kedua orang tua mereka berhalangan dan tidak bisa ikut pergi bersama mereka.

Kebetulan pakaian yang siap dipakai untuk pergi ke pesta hanya ada dua macam. Celakanya yang satu berupa kain kebaya, sedangkan yang lainnya adalah strapless mini dress. Tentu mereka berdua berebut untuk memilih memakai rok mini daripada memakai kain kebaya, karena selera mereka yang seperti pada umumnya seorang gadis modern.

Si adik merasa di atas angin, karena lebih muda. Maka ia usul begini pada kakaknya, "Kak, kamu saja yang pakai kain kebaya. Kakak kan lebih tua, jadi lebih pantas". Si kakak diam tidak bisa menjawab. Tapi sebentar kemudian si kakak mendapat dalih dan bisa menjawab, "Dik, kamu yang lebih muda harus mengalah sama yang lebih tua. Kamu saja yang pakai kain kebaya. Tidak apa-apa, kok". Dia masih mengimbuhi begini, "Kamu pantas kok  pakai kain kebaya. Nanti kakak sama mama  bantu kamu memakaikan kainnya sama menyanggul rambutmu. Kalau kamu takut jatuh, jalannya pelan-pelan saja, nanti kakak pegangi ". Tapi tetap saja keduanya tidak ada yang mengalah.

Setelah berselisih lama. Usul punya usul,  mereka pingsut. Yang kalah harus memakai kain kebaya. Hasilnya si adik kalah, maka ia pun harus memakai kain kebaya. Kebetulan si ibu datang, maka ia pun membantu anaknya yang kecil memakai sanggul serta kain kebaya. Si adik walau cemberut dan tidak terima, tapi hanya bisa pasrah dan cemberut.

Tak lama kemudian kedua anak itu sudah selesai berdandan dan siap pergi ke pesta. Tapi si adik yang sudah bersanggul dan berkain kebaya mulai rewel dan ngambek, karena sudah merasakan bagaimana rasanya bersanggul serta berkain kebaya. Sekali lagi ia mengeluh, "Mam, biar kakak saja yang berkain kebaya. Kakak kan sudah tua, jadi lebih pantas pakai kain kebaya".

Ceritanya cukup sampai disini. Sekarang seandainya anda berada di posisi  salah satu dari 2 bersaudara itu. Pakaian manakah yang akan anda pilih ? Kain kebaya yang dulu pernah menjadi pakaian pesta nasional dan sekarang masih menjadi busana nasional serta merupakan sebuah pakaian yang menunjukkan kesopanan dan keanggunan bangsa Indonesia sebagai bangsa Timur. Atau strapless mini dress yang merupakan pakaian pesta modern dan praktis serta menunjukkan era globalisasi ?

Seandainya anda berada pada posisi si adik apakah anda akan mengalah kepada si kakak dan memakai kain kebaya meskipun anda sendiri tidak menyukainya ? Atau anda akan memakai strapless mini dress dengan berdalih bahwa anda lebih muda dan yang lebih tua lah yang pantas memakai kain kebaya ?

Seandainya anda berada pada posisi si kakak apakah anda akan menerima dalih si adik dan memakai kain kebaya meskipun anda sendiri tidak menyukainya ? Atau anda akan memakai strapless mini dress dengan berdalih bahwa yang muda harus mengalah pada yang lebih tua ?


kondangan

Minggu, 15 September 2013

Ketawa sampai mati ala BDSM ( Die laughing ala BDSM )




Digelitik adalah merupakan suatu kenikmatan bagi mereka yang tidak tahan geli. Tapi bagi mereka yang tahan geli, tentu saja ini tidak ada artinya sama sekali.

Bagi mereka yang tidak tahan geli, digelitik dapat merangsang syaraf mereka hingga akhirnya sampai ke pusat syaraf dan membuat mereka tertawa.  Sedangkan tertawa seperti yang kita ketahui adalah salah satu obat mujarab bagi stress. Tapi walaupun demikian, mereka yang tidak tahan geli pada umumnya menolak jika digelitik.

Menolak, menghindar bahkan mungkin sampai meronta-ronta melepaskan diri dari yang menggelitik. Jika pada keadaan umum dimana mereka yang tidak tahan geli digelitik dalam keadaan bebas, maka mereka dengan mudah dapat melepaskan diri. Tapi bagaimana jika mereka yang tidak tahan geli digelitik dalam keadaan terikat dan tidak bisa melarikan diri ? Itulah yang terjadi di video-video diatas.

Kalau pada permainan BDSM umumnya si submissive diikat dan berusaha melepaskan diri dari ikatan atau mungkin juga hanya pasrah diam tapi senang. Maka bagaimana jika si submissive yang tidak tahan geli diikat kemudian digelitik ? Bagi si submissive yang pada mulanya meronta-ronta dan berusaha melepaskan diri dari ikatan, maka usahanya untuk melepaskan diri dari ikatan akan terhenti dan berganti dengan kegelian dan tertawa-tawa. Sedangkan bagi si submissive yang pada mulanya hanya pasrah diam tapi senang, maka kegelian ini bisa jadi menambah kenikmatan pada waktu diikat.


English

Tickled is a delight for those who can not stand ticklish. But for those who can hold ticklish, of course this has no meaning at all.

For those who can not stand ticklish, tickled can stimulate their nerve to finally get to the central nervous and make them laugh. While laughing as we all know is one panacea for stress. But even so, those who can not stand ticklish generally refuse to be tickled.

Refused, perhaps even  avoid,  thrashing to escape from the tickling. If in the general circumstances in which those who can not stand being tickled in a free state, then they can easily escape. But what if they who are not resistant amused tickled in a bound state and can not escape? That's what happens in the videos above.

If in  BDSM  game  generally the submissive tied up and tried to break away from the bonds or might as well just surrender keep silent but happy. So what if the submissive who can not stand the ticklish tied then tickled ? For the submissive who initially struggled and tried to break away from the bonds, then the attempt to break away from the bonds will be stopped and replaced with tickled and laughing. As for the submissive who just resigned initially silent but happy, then this  tickled could be add pleasure when tied.

Kamis, 12 September 2013

Pesiar

Tentunya kita semua sudah mengetahui yang namanya pesiar.  Itu adalah suatu kegiatan yang bersifat tidak formal, tapi kasual dan santai serta tentu saja tujuan utamanya adalah membuat kita relaks sekaligus melepaskan diri dari kegiatan rutin sehari-hari yang  membuat stress seperti bekerja dengan bepergian ke suatu tempat yang bisa jadi jauh dari tempat kita berada sehari-hari.  Seperti misalnya pesiar ke pantai atau ke pegunungan.

Dengan demikian tentu saja pakaian yang kita pakai juga menyesuaikan dengan tujuan pesiar kita, yang pada umumnya bersifat tidak formal dan santai serta memudahkan kita untuk melakukan kegiatan selama bepergian. Untuk pergi ke tempat tropis dan panas seperti pantai misalnya pilihan pakaiannya bisa berupa  bikini, baju pantai, celana pendek, rok pendek dan yang sejenisnya. Demikian pula jika kita akan bepergian ke gunung, maka kita akan  mengenakan pakaian yang tebal seperti jaket, sweater, celana panjang  dan yang sejenisnya.

Tapi tidak demikian halnya dengan para putri keraton di Jawa. Busana mereka sehari-hari yaitu kain wiron dan kebaya yang sudah cukup ribet untuk ukuran orang sekarang serta masih ditambah dengan sanggulan, jika mereka bepergian masih tetap  mereka pakai. Itu malah masih ditambah dengan topi yang ada bulunya dan rimong beludru yaitu sejenis bolero dengan tepian bulu. Bisa dibayangkan betapa gerahnya. Apalagi jika bepergiannya bukan ke tempat yang cuacanya sejuk, tapi ke tempat yang cuacanya tropis hangat. Bisa-bisa berkeringat terus menerus.

Perlu diketahui bahwa pakaian pesiar keraton ini bersifat umum.  tidak tergantung  tempat tujuan bepergian dan memang hanya ada satu macam itu saja yaitu kebaya, kain wiron, rimong beludru ditambah topi berbulu. Jadi tidak ada pengecualian. Misalnya jika ke pantai. Maka tidak perlu memakai kebaya pendek berlengan panjang, tapi cukup memakai kebaya pendek yang juga berlengan pendek atau hanya memakai kutang atau malah cukup dengan kembenan. Demikian juga dengan kain wironnya. Misalnya boleh dipakai dengan lebih tinggi  sehingga bagian bawahnya tidak sampai ke mata kaki, tapi cukup sampai ke paha. Dengan demikian tidak perlu repot-repot untuk mencincingnya tinggi-tinggi. Memang jika untuk bepergian ketempat yang sejuk, pakaian pesiar keraton ini cukup sesuai. Karena bisa memberikan kehangatan dengan tambahan topi dan rimong beludru.

Memang kalau dipikir sangat sulit menjadi putri keraton di jaman dulu. Harus selalu mematuhi protokol yang berlaku di masa itu. Bahkan ketika bepergian pun harus mengenakan pakaian seribet macam itu dan hal ini juga berlaku ketika mereka berkuda. Tapi efek positifnya penampilan mereka tetap anggun dan gerak mereka yang lambat memberi efek lemah gemulai. Sehingga martabat kebangsawanan mereka tetap terjaga dalam segala tingkah laku mereka. Mungkin lantaran itulah ada pepatah Jawa yang mengatakan  "alon-alon waton kelakon". Pelan-pelan asal terlaksana. Maklum mereka memakai kain wiron yang bawahnya sempit bukan main hingga sulit untuk melangkah. Jika melangkah. langkah mereka kecil-kecil. Demikian juga dengan kebaya dan stagen yang menghimpit badan serta lengan panjang kebaya yang membuat tangan harus berhati-hati supaya lengan kebaya tidak rusak atau kotor.

Hal ini jugalah mungkin sekarang yang menjadi dilema bagi para wanita Jawa khususnya dan bagi para wanita Indonesia pada umumnya. Mau melestarikan busana tradisional dan nasionalnya, tapi ribet. Mau meninggalkan busana tradisional dan nasionalnya, terus siapa lagi yang mau menguri-uri kalau bukan diri kita sendiri ? Mau dimodifikasi biar praktis, bisa-bisa melenceng dari pakemnya. Quo vadis busana tradisional Jawa dan sekaligus busana nasional Indonesia ?

Rabu, 11 September 2013

Pahlawan tanpa nama ( Hero without a name )


Melihat video animasi diatas, kita tidak tahu apakah yang tergantung dan terikat itu adalah si baik atau si jahat. Kita juga tidak tahu apakah penembak menembakkan pelurunya ke tali atau ke tubuh yang tergantung.

Kita mungkin akan bersimpati jika yang tergantung dan terikat adalah si baik dan bukan si jahat. Istilah lainnya adalah pahlawan. Sekalipun tidak dikenal. Dan memang Indonesia mempunyai beberapa pahlawan wanita. Kalau Perancis mempunyai Joan of Arc yang mati dibakar, maka Indonesia juga punya pahlawan-pahlawan wanita seperti Cut Nyak Din, Kartini dan Dewi Sartika. Dari yang secara fisik mengangkat senjata melawan penjajah sampai yang lebih mengutamakan pendidikan dan persamaan derajat.

Hasilnya seperti  sekarang ini sebagaimana sudah kita ketahui bersama. Indonesia memang sudah merdeka dari penjajahan dan wanita memang sudah mempunyai kedudukan yang sama dengan pria.

Itu yang terlihat  secara umum, di Indonesia wanita  sudah mempunyai kedudukan yang sama dengan pria.  Tapi kasus-kasus Kekerasan  Dalam Rumah Tangga masih saja terjadi. Dan itu umumnya menimpa pihak wanita dan anak-anak. Belum lagi wanita yang memang punya kelainan sexual dan cenderung menyukai kekerasan dalam menjalin percintaan. Nah, apakah mereka juga layak disebut sebagai pahlawan-pahlawan tanpa nama ?

English
Watch animation video above, we do not know whether the person who hanged and bound it is the good or the evil one. We also do not know whether the shooter fired a bullet to the rope or into the body who hanged.

We may be sympathetic if the person who hanged  and bound is the good and not the evil. Other term is hero. Although it is not known. And indeed Indonesia has  heroines. If France have Joan of Arc who was burned to death, then Indonesia also have female heroines such as Cut Nyak Din, Kartini and Dewi Sartika. Of the physically take up arms against the invaders until  more concentrated on education and equality.

The result is like  now, as we all know. Indonesia is already free from colonialism and women already have equal footing with men.

It is that  seen  in general, women in Indonesia already has an equal footing with men. But cases of domestic violence still happened. And  generally afflict the women and children. Not to mention the women who did have a sexual disorder and tend to like violence  in making romance braid. Well, if they are also worth mentioning as heroes without a name?


Which one do you prefer if you’re in the position of the picture above ? The dominant in mini dress or the submissive in Javanese traditional costume ?

Senin, 09 September 2013

sungkeman



Merupakan salah satu budaya Jawa. Tradisi sungkeman biasanya diadakan untuk melengkapi acara tertentu misalnya acara pernikahan. Arti sungkeman sendiri berasal dari kata sungkem yang berarti bersimpuh atau duduk berjongkok sambil mencium tangan. Sungkeman merupakan wujud bakti anak kepada orang tua sekaligus sebagai tanda hormat anak kepada orang yang dianggap sebagai orang yang dituakan.  ( sungkem.com )

Sementara itu di masa lalu, di Jawa, pernikahan yang diatur oleh orang tua sangat terkenal dan sering diterapkan. Perempuan tidak memiliki hak untuk memilih pasangan mereka. Suka atau tidak, mereka harus menerima pasangan mereka yang dipilihkan oleh orang tua mereka. Mungkin kawin lari adalah satu-satunya cara untuk memecahkan masalah jika seorang gadis tidak mau menikah dengan pasangan yang dipilihkan oleh orang tuanya. Tapi terima kasih Tuhan, pernikahan yang diatur oleh orang tua hampir tidak ada lagi saat ini.

English

Is one of the Javanese culture. Sungkeman tradition usually held to complete certain events such as weddings. The meaning of sungkeman  is derived from the word  sungkem that means kneeling or squatting, kissing parent's hand. Sungkeman is a form of  a child's devotion to the  parents as well as a mark of a child's respect to those who are considered as the elder person.

Meanwhile in the olden days, in Java, marriage that arranged by the parents also well known and often applied. Girls have no rights to choose their couples. Like or not, they have to accept their mates who choosen by their parents. Maybe eloped is the only way to solve the problem if a girl doesn't want to marry the mate who choosen by her parents.  But thanks God, a marriage that arranged by the parents almost doesn't exist anymore  nowadays.
sungkem

The words in the picture in English reads as follows.  The mother said to her girl, "this is what happened, girl, if you don't obey your parent. Don't want to marry with the man who choosen by your parent." The girl replied, "I ask for forgiveness, mother. Now I submitted. Whatever  happen to me, I  obey."

Kamis, 05 September 2013

Kantil

kantil5

kantil1

kantil2

kantil3

kantil4
Almarhumah  ibu dulu punya jarik motif itu, dia menyimpannya di lemari kaca dan diberi pewangi sabun. Memang cara ini  salah, karena seharusnya diberi pewangi seperti kayu cendana setelah sebelumnya diberi ratus.  Tapi walaupun caranya salah, tetap saja baunya wangi. Dulu waktu aku di kamarnya, aku beberapa kali sempat meliriknya dan sudah barang tentu timbul keinginan untuk memakainya. Tapi keinginan hanya tetap tinggal keinginan. Aku tidak punya keberanian untuk mengambilnya dari lemari. Apalagi memakainya.

Beberapa waktu kemudian kakak perempuanku memakainya waktu SMP. Dulu Kartinian masih musim. Aku melihat ibuku sendiri yang mewirunya. Aku yang melihat jadi tertarik.

Sesudah itu akupun mulai memberanikan diri untuk curi-curi mengambil jarik itu. Jarik itu kemudian  ku wiru terus ku pakai. Begitulah hal itu kulakukan berulang-ulang. Setiap habis memakai,  terus kupulangkan lagi ke tempatnya.

Itu adalah masa-masa awalku aku ngadi saliro ngadi busono dengan kain batik yang diwiru. Rasanya nikmat sekali. Apalagi kainnya baru harum dan masih tebal serta agak kaku., jadi aku tidak sulit waktu mewirunya. Karena lipatan tidak kembali membuka lagi.

Belakangan jarik itu mulai sering digunakan kadang sebagai selimut atau sebagai tutup ranjang .Akhirnya jarik itupun robek dan sekarang malah sudah menghilang entah ke mana setelah sebelumnya dijadikan lap.

Sekarang aku bermaksud mencari jarik dengan motif seperti itu. Ternyata sangat sulit untuk mendapatkan yang persis seperti kepunyaan ibu. Yang ada ternyata motifnya tidak 100 % sama.

Motif itu menurutku sangat anggun dan sensual banget. Pertama latarnya putih, kedua motifnya yang mirip sulur tanaman dengan kuncup bunga menambah keanggunan pemakainya.

Dan tadi siang waktu aku chat dengan teman fbku, aku bertanya kalau dia punya jarik dengan motif itu. Ternyata diapun tidak punya. Tapi kemudian hal ini malah menjadi ide untuk bahan postingku. Maka inilah postingku soal salah satu motif jarik yang sudah lama kucari.

Rabu, 04 September 2013

Chain reaction





One thing that I don't understand when I watch a video of BDSM.  When the submissive  didn't being tied up yet,  the submissive was very sweet and romantic with the dominant. Sometimes the submissive himself  / herself  asked to be tied up by the dominant. But after being tied up, some different reactions might appear.

The reaction varies from spoiled and teased reaction until angry and wild reaction.  Like this :
  1. The submissive smiled and seduced us who watched the video and even to pose so sexy on bed while being hogtied as if trying to invite us to accompany her on bed.
  2. The  submissive shows the expression of being happy although they tried to release themselves  from the bound.
  3. The submissive shows the expression of helpless, dislike and trying to release themselves  from the bound.
  4. The submissive is angry and trying hard to release themselves  from the bound.
In spite of all, isn't the beginning of this game coming from the same origin ? But how the reaction that appear can be varied ? Like the law of supply and demand in Economy.  The demand was fulfilled if there's supply that's enough to meet the demand. Otherwise the supplies also can be well channeled and not wasted in vain if there's enough demands.

The demand in this case could  be the desire to be tied  up or the desire to tie someone. And the supply in this case could be the supply to be a person that tied up or a person who could tie someone that need to be tied up. So the demand to be tied up meet the supply to tie someone. Or the demand to tie someone meet the supply in someone who needs to be tied up.

Theoretically, the submissive who bears the burden to be tied up and suffer from the action that the dominant does must not complain or even angry, because the demand was fulfilled. But the fact, like in economy the customer can complain, because of the quality of the supply.  Likewise  in the videos that I watched. Whether it's real or they just act as if. They complain and even angry. There's some reasons why the submissive complain and even angry :
  1. The submissive is just beginner who even never do this before.
  2. The submissive gets excessive treatment from the dominant.
  3. The submissive just act like an actor / actress in movie.
That's the similarity between bondage game and economy. Both have demand and supply. And the reaction of one side can be varied depend on the response of the other side.

I myself have  my favorite scenes of BDSM videos. That is  :
  1. The submissive  thrashing and whining meanwhile trying to escape from bondage.
  2. The submissive  moaning pleasure and tease and surrender not try to escape.
  3. The submissive tickled by the dominant.

Bahasa Indonesia

Satu hal yang saya tidak mengerti ketika saya menonton video BDSM. Ketika si submissive belum diikat,  si submissive  sangat manis dan romantis dengan si dominan. Kadang-kadang si submissive sendiri yang  minta untuk diikat oleh si dominan. Tapi setelah diikat, beberapa reaksi yang berbeda bisa muncul.

Reaksi bervariasi dari manja dan menggoda sampai reaksi marah dan liar. Seperti ini:
  1. Si submissive  tersenyum dan menggoda kita yang menonton video dan bahkan berpose sangat seksi di tempat tidur sambil dihogtied seakan mencoba mengajak kita untuk menemaninya di tempat tidur.
  2. Si submissive  menunjukkan ekspresi bahagia meskipun mereka mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan.
  3. Si submissive  menunjukkan ekspresi tak berdaya, tidak suka dan berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan.
  4. Si submissive  marah dan berusaha keras untuk melepaskan diri dari ikatan.
Terlepas dari semua ini, bukankah  awal permainan ini berasal dari asal yang sama? Tapi bagaimana reaksi yang muncul bisa bervariasi? Seperti hukum penawaran dan permintaan di Ekonomi. Permintaan itu dipenuhi jika ada pasokan yang cukup untuk memenuhi permintaan. Sebaliknya  supplies juga dapat disalurkan dengan baik dan tidak terbuang sia-sia jika ada cukup permintaan.

Permintaan dalam hal ini bisa menjadi keinginan untuk diikat atau keinginan untuk mengikat seseorang. Dan pasokan dalam hal ini bisa menjadi pasokan untuk menjadi orang yang diikat atau orang yang bisa mengikat seseorang yang perlu diikat. Sehingga permintaan untuk diikat memenuhi penawaran untuk mengikat seseorang. Atau permintaan untuk mengikat seseorang memenuhi panawaran pada seseorang yang perlu diikat.

Secara teoritis, si submissive yang menanggung beban  harus diikat dan menderita dari tindakan dominan tidak harus mengeluh atau bahkan marah, karena permintaannya terpenuhi. Tapi kenyataannya, seperti dalam ekonomi pelanggan bisa mengeluh, karena kualitas pasokan. Demikian juga dalam video yang saya tonton. Apakah itu nyata atau mereka hanya bertindak seolah-olah. Mereka mengeluh dan bahkan marah. Ada beberapa alasan mengapa si submissive mengeluh dan bahkan marah:
  1. Si submissive hanya seorang pemula yang bahkan tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya.
  2. Si submissive mendapat perlakuan berlebihan dari dominan.
  3. Si submissive hanya bertindak seperti seorang aktor / aktris dalam film.
Itulah kesamaan antara permainan bondage dan ekonomi. Keduanya memiliki permintaan dan penawaran. Dan reaksi dari satu pihak dapat bervariasi tergantung pada respon dari pihak lain.

Saya sendiri memiliki  adegan  favoritku dari video BDSM. Yaitu :
  1.  Si korban yang meronta-ronta sambil merintih-rintih dan berusaha melepaskan diri dari ikatan.
  2. Si korban yang malah merintih kenikmatan dan menggoda serta pasrah tidak berusaha melepaskan diri.
  3. Si korban digelitiki oleh si dominant.

Selasa, 03 September 2013

ARB

abu
Tahun depan akan ada pemilihan presiden lagi di republik kita tercinta. Kalau sudah begini banyak orang  berlomba-lomba nyalon. Entah inisiatif sendiri atau ditunjuk partai. Iklan-iklan barbau promosi kampanye pun banyak bermunculan di televisi.

Salah satunya adalah Aburizal Bakrie yang memakai nama initial ARB. Tapi tahukah anda kalau ARB sebetulnya juga sangat concern terhadap budaya kita terutama budaya Jawa khususnya busana tradisional wanita Jawa.

Para wanita Jawa terutama yang tidak biasa memakai kain jarik wiron beserta kebayanya pasti akan bilang begini : ARB banget déh kalau pakai kain kebaya. Artinya begini  :
  • ARempong Banget déh, mesti pakai sanggul segala.
  • Aduh Rapet Banget déh jariknya, sampai hampir gak bisa jalan.
  • Ampun Ribet Banget déh, belon kalau harus jalan cukup jauh.
Tapi kalau sudah terbiasa pakai kain kebaya dan mulai mencintai busana tradisional kita, tetap saja bilang begini : ARB banget déh kalau pakai kain kebaya. Artinya bisa begini  :
  • Aih Rajin Banget déh, jaman gini masih pakai kain jarik sama kebaya
  • Aih Rapi Banget deh, kain jariknya bisa menyempit kebawah.
  • Aih Ramping Banget deh, pinggangnya.
  • Aih Runtut Banget deh, kelihatan selaras dan anggun jadinya
Sampai akhirnya kita, para wanita Indonesia akhirnya  luluh hatinya dan secara tidak sadar menjadi kadernya dan berteriak lantang begini : Ayo Rajin Berbusana nasional !