Kain wiron adalah kain batik yang salah satu ujungnya di wiru atau
dilipat-lipat seperti kipas. Biasanya dipakai sebagai setelan dari
kebaya. Walaupun juga bisa dipakai tanpa kebaya, tapi hanya dengan
kemben.
Wiru berjumlah ganjil 3, 5, 7, 9 dan seterusnya. Lebar
wiru untuk perempuan adalah sekitar 2 cm. Semakin banyak jumlah
wirunya, maka akan semakin kelihatan indah waktu dipakai. Tapi otomatis
juga memerlukan lebih banyak waktu pada waktu membuat wirunya. Selain
itu kain wiron dengan jumlah wiru yang banyak juga hanya bisa dipakai
oleh mereka yang berbadan langsing.
Tentang wiru ini ada juga yang
kebiasaan membuat sampai mencapai 1/3 dari panjang kain. Maksudnya
supaya kalau dipakai akan terlihat bekas lipatan-lipatan wirunya. Karena
sebagian wiru akan dibuka dan dililitkan ke kaki. Sehingga akan nampak
indah.
Wiru bisa dibedakan menjadi gaya Jogya dan Solo. Pada wiru
gaya Jogya, pinggiran batik yang disebut tumpal tidak dilipat ke dalam
tapi diperlihatkan atau dilipat keluar. Sedang tumpal batik pada wiru
gaya Solo dilipat kedalam dan tidak diperlihatkan. Baru sesudah itu
lipatan-lipatan selanjutnya akan sama, yaitu kearah luar.
Pada
waktu mau memakai kain, kaki terlebih dahulu harus mengenakan sandal
jinjit. Maksudnya supaya nanti ujung kain sebelah bawah jatuhnya bisa
pas. Tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Kain wiron dipakai
dengan cara melilitkannya ke kaki dari kiri ke kanan. Pada waktu mulai
melilitkan kain wiron ada 2 versi dari posisi kaki. Pertama, sebelah
kaki yaitu kiri atau kanan agak maju kedepan. Versi yang lain mengatakan
kalau kedua kaki harus disilangkan dan merapat.
Kemudian kain
dipegang dengan membentuk segitiga meruncing keatas hinggga ujung
bawahnya dalam posisi yang lebih tinggi dari sisa kain yang akan
diilitkan. Ujung bawah kain dijepit diantara kedua kaki. Kemudian kain
baru dililitkan ke kaki.
Kain diatur agar meruncing kebawah dan
sebagai akibatnya akan melebar dan kendor dipinggang. Untuk itulah kain
kita ikat erat-erat dengan tali dipinggang supaya nanti lama-lama tidak
kedodoran. Setelah terlebih dahulu merapikan kainnya.
Ujung luar
yang berwiron diatur supaya jatuh di sebelah depan agak ke kanan
kira-kira sekitar dua jari dari titik pusar. Apabila masih tidak tepat,
maka kain bisa digeser atau diulangi lagi dari awalnya yaitu dari ujung
kain yang tidak berwiru yang dibentuk segitiga.
Hal ini
dimaksudkan supaya waktu berjalan, kain wiron tidak tertarik terlalu ke
belakang. Dengan demikian sewaktu berhenti dari keadaan berjalanpun kain
wiron tidak akan terlalu tersingkap ke belakang atau kedodoran, tapi
masih tetap rapi dengan posisi masih menutup. Wiru hanya akan terbuka
waktu berjalan.
Cara berjalan pada waktu memakai kain adalah
melangkah dengan pendek-pendek supaya kain tidak cepat kendor atau
kedodoran disamping wirunya tidak cepat rusak
.
Selanjutnya kain bisa ditutup dengan kemben atau korset atau long torso. Sesudah itu barulah kebaya dikenakan.
Hampir
setiap hari saya selalu sign in di wordpress dan memeriksa "Search
Engine Terms" untuk mengetahui apa yang dicari pengunjung situs saya.
Suatu hari saya mendapatkan kalimat ini "kalau kain mau di wiru apakah
boleh di cuci" di "Search Engine Terms". Maka lewat posting ini saya
sekaligus ingin menjawab kalimat atau pertanyaan itu. Tentu saja kain
boleh di cuci kalau mau diwiru.
Tidak ada larangan untuk mencuci
kain kalau mau diwiru. Selain kain dicuci dan diangin-anginkan terlebih
dahulu sampai kering, baru kemudian di wiru. Tidak disarankan untuk
menjemur kain batik ditempat yang terpapar sinar matahari secara
kangsung, karena akan memperbesar kemungkinan luntur.
Hubungan
yang ada antara mencuci kain dan mewiru kain adalah jika kain sudah
terlalu lama, sering dipakai dan terlalu sering dicuci hingga menjadi
tipis dan lemas, maka akan sulit untuk di wiru. Bahkan mungkin tidak
bisa diwiru lagi. Karena begitu dilipat, maka kain akan membuka
kembali.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar