Konde atau bahasa Indonesia nya sanggul adalah merupakan mahkota khususnya bagi wanita Jawa dan wanita Indonesia pada umumnya.
Jadi
konde adalah sama dengan sanggul. Cuma beda sebutan dalam bahasanya.
Yang satu adalah sebutan dalam bahasa Jawa dan yang lainnya adalah
sebutan dalam bahasa Indonesia. Tapi salah seorang teman, seorang cewek
yang kebetulan bukan orang Jawa lucunya pernah bilang begini, "Wah, enak
ya wisudanya sekarang sudah pakai sanggul. Tidak seperti dulu ketika
saya wisuda, masih pakai konde". Waktu itu aku yang kebetulan mendengar
perkataannya cuma mikir saja. Sebetulnya dia tau atau tidak kalau konde
itu ya sanggul dan sanggul itu ya konde. Mungkin yang dimaksudkan dengan
sanggul itu adalah sanggul modern yang tidak sekuno, sebesar, seberat
dan sekaku sanggul tradisional serta tentu saja lebih bergaya dan
tidak ndesani atau kampungan dalam pandangannya. Tidak seperti ibu-ibu,
tapi lebih kelihatan seperti remaja ABG.
Kembali ke jaman lampau,
konde bagi wanita Jawa adalah merupakan suatu keharusan. Karena setiap
memakai busana kain dan kebaya, maka rambut mereka pun selalu di
sanggul. Bukan itu saja, konde juga di hias dengan bunga, tusuk konde
atau ronce melati. Bahkan ketika menjadi pengantin atau ratu sehari,
maka sanggul dihias dengan cenduk mentul dan rangkaian melati dengan
sedemikian indah dan artistiknya.
Tidak cuma itu saja. Bagi orang
Jawa, konde selain sudah menjadi suatu keharusan juga dipercaya
mempunyai kekuatan mistis. Mantan presiden RI alm Suharto ditengarai
jatuh dari kekuasaannya akibat konde almarhumah ibu Tien yang
menghilang. Hal ini menunjukkan sedemikian kuatnya pamor konde. Begitu
pula kehebatan Soeharto sebelumnya dalam menjaga stabilitas negara
juga ditengarai bersumber pada konde ibu Tien Soeharto. Hingga
kekuasaannya bisa langgeng sampai beberapa dekade.
Tapi walaupun
konde dianggap sesuatu yang sakral, benda itu juga tidak luput menjadi
bahan ejekan bagi para pelawak. Antara lain grup lawak Warkop DKI
pernah mengatakan kalau konde itu adalah model rambut punk rock Jawa.
Atau ban sérep di belakang ( roda cadangan di belakang ).
Di
kalangan para pejabat orde lama dan orde baru waktu itu ketika para
isteri pejabat harus menghadiri suatu pertemuan resmi timbul suatu
istilah yang terkenal pada waktu itu yaitu "besar-besaran konde".
Semakin besar kondenya mungkin semakin mantap dan anggun. Dan hal ini
berulang ketika desainer kebaya kenamaan Anne Avantie mengadakan
pagelaran busana di keraton Solo. Ada seorang model yang memakai sanggul
sangat besar atau malah bisa disebut extra besar. Entah ini suatu
sindiran, parodi atau memang sanggul-sanggul yang extra besar itu memang
sudah ada sejak jaman dulu.
Nah kalau kata konde kita buat
menjadi kata kerja bukankah akan menjadi ngondek ? Seperti halnya kata
kontrak, bila dijadikan kata kerja akan menjadi ngontrak.
Tapi
tahukah anda arti kata ngondek. Berikut ini salah satu
deskripsinya. Ngondek adalah sebentuk karakter, bertingkah kemayu,
flamboyant, dalam perbuatan (tidak macho), tingkah yang tidak wajar
dimiliki oleh pria, melambai, baik dalam bicara, berfikir, dan atau
melakukan sesuatu. Deskripsinya sangat berbau feminin banget.
Jadi
kalau dipikir-pikir memang pas dengan konde itu sendiri yang juga
memang untuk para wanita yang tentu saja erat berhubungan dengan yang
namanya feminin.
Bagi diriku sendiri, konde adalah merupakan suatu
yang wajib ku pakai ketika sedang ngadi saliro ngadi busono dengan kain
kebaya. Walaupun akhir-akhir ini aku kadang juga tidak menyanggul
rambutku tapi malah kubiarkan terurai seperti di postingan yang terdahulu.
Itu
semata-mata hanya untuk variasi dan menghindari kejenuhan. Walaupun
memang ada perasaan yang berbeda jika berkain kebaya lengkap dengan
sanggul dan tanpa sanggul. Jika berkain kebaya lengkap dengan sanggul
rasanya seperti seorang wanita yang telah tumbuh dewasa dan matang serta
lebih anggun berwibawa. Sebaliknya jika berkain kebaya tanpa sanggul
rasanya seperti seorang gadis remaja yang baru mekar-mekarnya dan sedang
berusaha belajar mencintai busana nasionalnya.
Jadi seperti
pepatah bahasa Indonesia lama yang mengatakan ketika muda rambutnya
terurai dan ketika dewasa rambutnaya bersanggul. Pepatah itu sepertinya
pas paling tidak untuk diri ku sendiri. Dan mudah-mudahan juga pas untuk
para remaja gadis Indonesia yang memang sedang berusaha belajar
mencintai busana nasionalnya. Semoga bisa lestari busana tradisional dan
sekaligus busana nasional kita lengkap dengan dandanan rambutnya yang
berupa sanggul.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar