Ini adalah lanjutan dari kisah sebelumnya yang
berakhir dengan diikatnya kaki dan tangan Kiko oleh Sri serta
dipukulinya Kiko sebelum ditinggal tidur. Dalam hati, Sri berkata, "Biar
kapok !" dan berpikir bahwa suaminya akan jera. Tapi Sri tidak
mengetahui apa yang ada dalam hati dan pikiran Kiko. Selain malu, tidak
berdaya, tertekan, tersiksa, kesakitan dan teraniaya, rupanya Kiko juga
bisa merasakan kepasrahan dan kesenangan,
Keesokan harinya, Sri
membuka ikatan tangan dan kaki Kiko. Sri tidak menyesali perbuatannya
ataupun meminta maaf kepada suaminya. Begitu juga dengan Kiko.
Setelah
peristiwa itu, Kiko merasakan keanehan dalam dirinya. Ia sering kali
terkenang akan peristiwa itu. Tapi bukannya malu, penyesalan, kapok
atau tersiksa yang memenuhi pikirannya. Melainkan rasa tidak berdaya,
pasrah yang akhirnya menimbulkan rasa senang dan bahagia. Ia berpikir,
betapa anehnya diriku. Dipermalukan, dikerjai, dibentak, diperintah,
dipaksa dan diikat serta dipukuli bukannya tmbul rasa marah lalu
melawan. Tapi malah menurut, pasrah dan senang. Apakah begini juga
perasaan isteriku dulu waktu aku kasari ? Tapi mengapa ia jera dan tidak
mau lagi melakukannyai ? Jangan-jangan aku mengalami kelainan jiwa. Aku
memang masih senang melihat wanita-wanita cantik. Apalagi yang berkain
kebaya, tapi nafsuku lebih besar kalau yang memakai kain kebaya itu aku
sendiri dan kemudian disiksa oleh isteriku.
Lalu apakah yang akan
diperbuat isteriku jika ia mendapati aku memakai kain kebayanya lagi ?
Apakah ia akan menyiksaku dengan lebih kejam lagi ? Atau ia akan
menceritakan kelainanku pada setiap orang yang dikenalnya ? Atau ia akan
mengusirku dari rumah ?
Kemungkinan pertama, Sri akan menyiksaku
dengan lebih kejam lagi. Kiko mulai menganalisa tiap kemungkinan yang
ada. Inilah yang aku nantikan, bagaimana rasanya jika aku disiksa
dengan kejam oleh isteriku setelah terlebih dulu ia mendandaniku
habis-habisen seperti yang dilakukannya dulu. Didandani dengan kain
kebaya yang ketat dan singset. Alangkah nikmatnya.
Kemungkinan
kedua, Sri menceritakan kelainanku pada setiap orang dikenalnya. Semoga
bukan ini yang akan Sri lakukan. Lagi pula dengan menceritakan
kelainanku pada orang lain, bukankah ia juga membuka aib rumah tangganya
sendiri. Kemungkinan ini sangat kecil dilambil oleh Sri.
Kemungkinan
ketiga, Sri mengusirku dari rumah. Kalau memang ini yang akan ia
lakukan, aku bisa mulai lagi dari awal. Lagi pula hal ini pernah ia
lakukan, tapi kemudian ia menerimaku lagi di rumah. Apa lagi kami
sudah mempunyai momongan. Jadi kemungkinan paling besar yang akan ia
lakukan adalah Sri akan menyiksaku dengan lebih kejam lagi.
Memikirkan
kemungkinan paling besar yang akan diterimanya dari Sri yaitu ia akan
disiksa dengan lebih kejam , Kiko jadi malah penasaran dan nafsunya
terpacu. Tapi dalam hati kecilnya ia berkata, mengapa aku malah suka
jadi banci dan diperlakukan semena-mena oleh isteriku ? Dimana
kejantananku dulu ? Kejantananku hanya sebatas senjata yang masih bisa
dikokang. Mengapa aku sudah tidak nafsu lagi pada isteriku sendiri ?
Masa
bodoh dengan kemungkinan ia menceritakan kelainanku pada orang lain.
Masa bodoh kalau ia akan mengusirku dari rumah. Yang penting aku bisa
menemukan hasrat dan gairahku lagi walaupun dengan cara yang aneh. Lalu
mulailah Kiko merencanakan perangkap supaya isterinya bisa marah dan
semakin sadis menyiksa dirinya. Malang-malang putung rawé-rawé rantas.
Begitulah akhirnya Kiko sudah sampai pada kebulatan tekadnya. Kalau
tidak ada wanita yang mau berkain kebaya dan disiksa, maka biarlah aku
menjadi wanita itu dan disiksa oleh isteriku sendiri. Biarlah ia puas
memaki aku dan mengasari aku. Biarlah ia mengatakan aku banci, aku
bencong. Yang penting aku bukan banci atau bencong. Entah nanti kalau
keterusan.
Lagi pula kalau isteriku bisa melampiaskan nafsu dan
kemarahannya kepadaku. Syukur-syukur kalau ia bisa lebih berbahagia.
Semakin gila Kiko membenarkan jalan pikirannya sendiri dengan alasan
lebih membahagiakan isterinya, maka semakin bersemangatlah Kiko. Tapi
Kiko berusaha berhati-hati agar isterinya tidak tahu kalau ini semuanya
adalah perangkap.
Setelah lama Kiko menunggu-nunggu. Kesempatan
itu datanglah, Sri kembali harus ke luar kota untuk beberapa hari. Kiko
segera mengatur siasat. Pada hari kedua, Kiko sengaja menyampaikan
kebohongan kepada ibunya atau mertua Sri yang berkesan supaya Sri segera
pulang. Sri yang rikuh terhadap mertuanya segera menuruti perkataan
mertuanya.
Sementara itu Kiko dirumah kembali beraksi memakai kain
kebaya isterinya lengkap dengan stagen, bra, sandal jinjit dan
selendang serta ia tidak ketinggalan juga merias wajahnya dengan
peralatan make up Sri. Sebelum itu ia terlebih dahulu memutar langgam
Jawa, supaya lebih nyamleng. Kiko sengaja memutarnya dengan cukup
keras. Supaya ia tidak mendengar kalau sewaktu-waktu isterinya pulang,
sehingga Sri bisa memergokinya. Karena memang itulah yang diharapkan
Kiko. Setelah selesai berdandan, ia bercermin dari ujung kepala sampai
ke ujung kaki. Ada yang kurang, pikir Kiko. Rambutku belum bersanggul.
Maka ia segera menguncir rambutnya dengan karet dan mengambil sanggul
isterinya serta jepitan rambut yang cukup banyak. Kiko lalu mulai
berusaha menjepit sanggul itu ke rambutnya, tapi ternyata cukup sulit
dan tidak bisa. Berulang-ulang Kiko berusaha menjepit sanggul itu ke
rambutnya. Tapi hasilnya tidak rapi dan sangat kendor serta mudah lepas.
Disaat
itulah Sri masuk dan memergoki Kiko. Muka Sri merah padam menahan
amarah. Kiko diam mematung dan menghentikan menjepit konde ke rambutnya.
Kedua tangan Kiko masih memegang konde. Dalam hatinya, Kiko berkata
pucuk dicinta ulam tiba. Dag dig dug hati Kiko menantikan reaksi Sri.
Tapi rupanya Sri berhasil menahan amarahnya, hingga ia bisa berkata
dengan lembut, "Yaang, kamu belum bisa masang sanggul ya ? Sini aku
bantu". Direbutnya konde yang ditangan Kiko dan ia membalikkan badan
Kiko serta memasang konde ke rambut Kiko. Sesudah itu ia berkata, "Kamu
sudah cantik kok. Sekarang kamu keluarin semua pakaian kamu yang ada di
lemari. Masukkan ke dalam koper. Kamu sudah tidak memerlukannya lagi kan
?". Kiko bingung mendengar perkataan isterinya. Kiko berpikir
jangan-jangan semua pakaiannya akan disita isterinya dan ia tidak boleh
memakainya lagi. Sama seperti yang dilakukan ibunya terhadap Sri dulu.
Tapi pikiran jernih dan akal sehatnya telah tertutup oleh nafsu
gilanya. Maka Kiko menuruti kemauan isterinya. Kiko malah membayangkan
betapa nikmatnya dalam beberapa hari dipaksa memakai kain kebaya.
Begitulah
semua pakaian Kiko dimasukkan kedalam koper-koper. Sri juga ikut
membantunya, hingga yang tersisa hanya celana dalam. Sesudah itu hal
yang tidak disangka oleh Kiko terjadilah. Sri berkata, "Sekarang kamu
jadi ibu rumah tangga yang baik. Momong bayi kita". Lalu Sri memasukkan
koper-koper itu ke bagasi mobil dan ia masuk ke dalam mobil sambil
berkata, "Selamat tinggal !". Kiko pun jadi melongo. Ia tidak mengira
akan ditinggal isterinya dan disuruh momong bayi mereka.
Lenyap
sudah semua fantasy dan kesenangan Kiko. Ia jadi bingung dan tidak tahu
harus berbuat apa, karena ditinggal isterinya den disuruh momong bayi
mereka. Belum lagi semua pakaian-pakaiannya disita. Segala angan-angan
akan nikmatnya memakai kain kebaya lenyaplah sudah. Ia kini jadi bingung
bagaimana caranya ia keluar rumah kalau yang ditinggalkan isterinya
hanya celana dalam ?
Senin, 01 September 2014
Kiko Sujaryanto 4
Label:
BDSM
,
bondage
,
crossdresser
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
,
transgender
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar