Ini adalah lanjutan dari cerita "renungan seorang isteri"
yang berakhir dengan usaha Sri yang gagal untuk membangkitkan kembali
gairah suaminya sekalipun ia sudah memancingnya dengan memakai kain
kebaya dan berdandan cantik.
Setelah berdiam mematung di ambang
pintu, Kiko kemudian melangkah mendekati Sri di ranjang.
Dibelai-belainya Sri dari belakang, Sri pun membalikkan badan dan
terlentang. Sri sudah berhenti menangis dan ia duduk di ranjang. Ia
sekali lagi bermaksud untuk memancing suaminya. Dipegangnya senjata
suaminya yang menegang. Dibukanya celananya suaminya dan direbahkannya
Kiko diranjang. Sesudah itu digosok-gosokkannya senjata suaminya ke kain
batiknya. Tapi sebentar kemudian senjata Kiko sudah terkulai lemas. Sri
jadi kecewa.
Sesudah peristiwa itu Kiko jadi semakin berani terang-terangan melihat foto-foto wanita cantik memakai kain kebaya.
Beberapa
hari kemudian Sri mengutarakan maksudnya untuk mengajak Kiko konsultasi
ke psikiater. Kiko hanya diam saja. Setelah berulang kali Sri berusaha
membujuknya, akhirnya Kiko mengiyakan. Maka pada hari yang ditentukan
mereka berdua pergi ke tempat praktek psikiater. Tapi begitu sampai di
tempat itu Kiko mengajak Sri pulang.
Sri jadi jengkel terhadap
suaminya. Di saat yang bersamaan kelompok BDSM Lesbi menanyakan kembali
apakah Sri mau mencoba alternatif usul yang ditawarkannya. Sri bimbang,
tapi akhirnya ia mengiyakan usul Lesbi.
Maka langkah selanjutnya
adalah Sri harus memancing Kiko untuk memakai kain kebaya. Waktu itu
Kiko masih melihat-lihat foto-foto wanita berkain kebaya. Sri
mendekatinya dan berkata, "Kamu masih senang banget ya kalau lihat
wanita pakai kain kebaya ?". Kiko mengangguk cuek dan meneruskan
melihat-lihat foto-foto. Sri jadi gregetan, "Tapi kamu kok gak bergairah
waktu lihat aku pakai kain kebaya ?". Sri bertanya terang-terangan.
Kiko diam tidak menjawab. Sri bertanya lagi, "Kamu lebih senang mana,
lihat wanita pakai kain kebaya atau kamu sendiri yang pakai kain kebaya
?". Dalam hati Kiko menjawab tentu saja ia lebih suka memakai kain
kebaya sendiri daripada cuma melihat wanita pakai kain kebaya. Tapi ia
takut untuk menjawab, Sri pun berkata, "Ayo jawab !". Kiko tetap diam
tanpa memandang Sri. Akhirnya Sri mencoba menarik kesimpulan, "Kamu
lebih suka memakai kain kebaya daripada cuma melihat foto-foto wanita
memakai kain kebaya. Ya kan ?". Kiko akhirnya mengangguk.
Sri
mulai memancing, "Kalau kamu kudandani pakai kain kebaya lagi mau ?".
Kiko segera mengangguk. Serta merta diajaknya Kiko ke kamar. Tapi
terlebih dahulu Sri mengkontak teman-teman kelompok BDSMnya tanpa
diketahui Kiko. Di kamar Kiko sudah menunggu. Tanpa diperintah ia sudah
menanggalkan semua pakaiannya hingga hanya tinggal memakai celana dalam.
Maka ritual memakai kain kebaya pun dimulailah. Tidak lama ritual
memakai kain kebaya lengkap dengan sanggul dan make up pun selesailah.
Bersamaan
dengan itu kelompok BDSMnya Lesbi pun datanglah, mereka datang dengan
beberapa orang pria yang bertubuh tinggi besar dan kekar. Begitu Kiko
mengintip dari ruang tengah dan melihat bahwa diantara teman-teman
isterinya yang dulu pernah datang ada beberapa pria yang bertubuh tinggi
besar dan kekar, maka ciutlah nyalinya. Ia jadi gelagapan dan mendadak
sontak jadi malu serta jijik dengan dirinya yang berdandan seperti
banci.
Kiko tidak mengira kalau diantara teman-teman isterinya
bakal ada beberapa orang pria. Kiko ternyata masih punya rasa malu untuk
berpakaian seperti wanita di hadapan pria. Maka Kiko bermaksud hendak
kembali ke kamar untuk sembunyi dan melepaskan semua pakaiannya, tapi
dihalangi oleh Sri. Kiko tidak dapat berbuat banyak, karena kakinya yang
ribet memakai kain wiron yang sempit dibawahnya dan belum lagi sandal
yang dipakainya haknya juga tinggi.
Akhirnya Sri berkata kepada
para tamunya sambil menahan Kiko dengan tangannya supaya tidak lari,
"Masuk saja !". Maka para tamupun masuk ke ruang tengah sementara Sri
masih menahan suaminya yang berusaha untuk melarikan diri. Sri pun
berkata, "Kamu ini gimana sih, ada tamu kok malah mau lari. Ayo, temui
dong tamu kita !". Dituntunnya Kiko menuju kursi di ruang tengah.
Setelah
duduk dengan kikuk Kiko pun menundukkan kepala, maka Sri memegang dagu
Kiko dan mendongakkannya sambil berkata, "Tuh, lihat ada cowok-cowok
ganteng, macho lagi ! Kenalan dong, nggak usah malu-malu !". Beberapa
diantara para cowok itu pun tersenyum kepada Kiko dan mengedipkan
matanya. Kiko jadi merinding selain malu, risih dan jijik. Entah risih
dan jijik kepada dirinya yang seperti banci atau risih dan jijik
karena dikedipi mata oleh sesama pria. Salah seorang diantara mereka
berkata kepada Sri, "Suaminya ya ? Namanya siapa ?". Sri berkata, "Kiko
Sujaryanto. Tapi nama dinasnya Kiki Sujaryanti". Si pria itu ( kita
namai saja Macho Man ) berkata lagi, "ngganteng lho, éh keliru maksudku
cantik banget lho ! Persis cewek ori !" sambil dicubitnya pipi Kiko. Si
Macho bertanya lagi kepada Sri, "Boleh aku cium dia ?". Sri hanya
mengangguk sambil melirik dan tersenyum kepada Kiko. Tapi Kiko berusaha
menghindar, hingga si Macho terpaksa memegang dagu dan leher Kiko.
Sesudah itu diciumnya Kiko. Sri yang tahu kalau suaminya jijik berkata,
"Nggak usah malu-malu. Gimana rasanya dicium cowok ganteng ?".
Kiko
jadi semakin merinding dan mengumpat dalam hati. Kenapa ia tidak
memikirkan kemungkinan ini dimana diantara teman-teman Sri ternyata
juga diikut sertakan beberapa orang pria. Sekarang Kiko tidak bisa lagi
menikmati keadaannya seperti dulu dimana ia merasa sangat senang dan
berbahagia serta nyaman berada diantara cewek-cewek cantik sekalipun ia
harus disiksa. Sekarang perasaan yang ada hanyalah merasa malu, risih
dan sedikit jijik serta tidak nyaman dengan keadaan dirinya, karena
adanya beberapa orang pria. Belum lagi memikirkan siksaan apa yang akan
diterimanya bila yang menyiksa adalah pria-pria yang bertubuh tinggi
besar itu. Apalagi tubuh pria-pria itu lebih tinggi dan besar bila
dibandingkan dengan dirinya.
Sebentar kemudian Lesbi mengkomando,
"Ayo, kita jalan-jalan keluar kota yuk. Cari angin !". Kiko yang
mendengar perkataan itu jadi kaget, ia melirik kepada Sri. Tapi Sri
tenang-tenang saja. Kiko pun berpikir ternyata rencana mereka sangat
licik dan kejam. Bagaimana bila aku dilihat oleh orang banyak dan mereka
mengetahui kalau aku seorang pria. Pikiran Kiko jadi sumpek. Mendadak
sontak Kiko berdiri dan hendak berlari. Tapi Sri dan teman-temannya
mengetahui hal ini. Maka mereka pun beramai-ramai segera menangkap Kiko
dan mengikat tangan Kiko ke belakang punggung. Karena Kiko masih
meronta-ronta, maka mereka juga mengikat kaki Kiko. Setelah Kiko tidak
berdaya, Sri menciumnya dan berkata, "Makanya yang nurut, enak-enak mau
diajak keluar kota kok menolak". Ternyata ide keluar kota itu adalah
kompromi dari Sri. Karena jika diajak keluar rumah tapi masih didalam
kota, maka ada kemungkinan dilihat oleh orang-orang yang mereka kenal.
Setelah
meringkus Kiko, mereka pun berangkat. Kiko karena diikat kaki dan
tangannya, maka dipanggul oleh si Macho seperti memanggul karung beras.
Karena takut jatuh dan merasa tidak nyaman, maka Kiko pun
meronta-ronta. Sri yang melihat hal ini memukul pantat Kiko dan berkata
sambil menjewer telinga Kiko, "Héh, bisa diam nggak ? Kayak anak kecil
saja !". Begitu sampai di tempat mobil di parkir, si Macho menurunkan
Kiko dari panggulannya. Kiko ternyata masih pantang menyerah dan terus
berusaha untuk melarikan diri. Ia pun segera melompat-lompat, karena
tidak bisa berlari dan tentu saja mudah bagi mereka untuk menangkap Kiko
kembali. Tapi mereka malah sengaja membiarkan Kiko melompat-lompat
sampai hampir masuk kembali kedalam rumah. Mereka malah mengambil video
waktu Kiko melompat-lompat sambil tertawa-tawa. Barulah ketika Kiko
sudah hampir sampai di depan pintu masuk rumah, Sri menghadang di
depannya dengan membawa cambuk ditangannya. Tanpa ampun Kiko dicambuknya
beberapa kali. Kiko mengaduh kesakitan sebelum akhirnya jatuh ke tanah.
Kiko pun meraka tangkap dan hendak dimasukkan ke dalam mobil, ketika
tiba-tiba Sri berkata, "Jangan masukkan dia di tempat duduk belakang.
Masukkan saja ke bagasi belakang. Buat hukuman supaya dia kapok".
Akhirnya Kiko pun mereka masukkan ke bagasi belakang, setelah terlebih
dahulu mulutnya mereka bekap, supaya tidak bisa berteriak-teriak.
Sesudah
mereka mengunci bagasi belakang, iring-iringan mobil pun berangkat. Di
dalam bagasi, Kiko megap-megap keringatan sambil merenungi nasibnya.
Mengapa aku sekarang jadi bulan-bulanan isteriku. Padahal kalau dipikir
semuanya ini hanya berawal dari hal yang sepele yaitu sebuah pakaian
Jawa kain kebaya. Pakaian yang tidak uptodate dan ketinggalan jaman.
Mengapa aku jadi tergila-gila untuk memakainya. Padahal jelas-jelas
pakaian itu untuk wanita, Sedangkan aku seorang pria. Apakah aku sudah
gila ? Atau aku sudah menjadi banci ? Ini semua gara-gara isteriku yang
tidak mau memakainya lagi lantaran aku mengasarinya. Andai saja aku
tidak berlaku brutal kepadanya mungkin saja ia masih tetap mau sering
memakai kain kebaya dan hubungan kami tetap harmonis. Alangkah tololnya
aku ! Mengapa pula tiba-tiba aku sangat bergairah ketika ia memakai
kain kebaya, padahal sebelumnya ketika ia memakai pakaian yang serba
mini aku pun bisa bernafsu. Mengapa aku sekarang tidak nafsu lagi ketika
melihat ia memakai pakaian yang serba mini. Pakaian yang justru
jelas-jelas mengumbar bagian-bagian tubuh yang dapat mengundang hawa
nafsu para lelaki. Dimanakah logika pikiranku ? Pikiran Kiko ngelantur
kemana-mana. Menyalahkan dirinya sendiri dan juga menyalahkan isterinya.
Hingga ia tidak bisa berpikir lagi. Sesudah itu ia mulai merasakan
keadaan sekelilingnya yang sesak dan gelap serta tangan dan kakinya yang
terikat ditambah dengan mulutnya yang disumbat. Kiko tergeletak dalam
keadaan miring dan menekuk. Ia mencoba bergerak-gerak sedikit. Tiba-tiba
senjatanya yang tergesek kain batiknya jadi terangsang dan mulai
menegang. Kiko lalu mulai mencoba menikmati keadaannya. Keadaan yang
lebih parah dari sekedar diikat tangan dan kakinya, karena mulutnya juga
di sumbat. Belum lagi tempat ia menggeletak sangat sempit, pengap,
gelap dan berbau tidak enak. Sedikit demi sedikit Kiko mulai dapat
menerima keadaan ini dengan pasrah dan akhirnya ia pun mulai dapat
merasakan kenikmatan karena kepasrahannya. Kiko pun sengaja
menggerak-gerakkan pahanya dengan maksud untuk menggesek-gesekkan
senjatanya supaya lebih terangsang dan menegang. Kiko pun mulai merintih
kenikmatan.
Ternyata perjalanan mereka cukup jauh. Hingga mereka
harus berhenti untuk makan malam. Maka mobil pun berhenti. Mereka
memilih parkir ditempat yang agak gelap dan sepi. Begitu mobil berhenti,
Kiko jadi dag dig dug. Begitu begasi dibuka, mereka segera membuka
lakban dimulutnya dan juga ikatan dikakinya. Tapi mereka tidak membuka
ikatan tangan Kiko. Kiko pun mereka angkat keluar dari bagasi. Lengan
kanan dan kirinya dipegang oleh 2 orang cowok yang berbadan tinggi
besar. Sri kemudian mengalungkan sebuah selendang yang panjang ke
lehernya dari muka ke belakang untuk menutupi tangan Kiko yang terikat.
Sri berkata sambil mencubit pipi Kiko, "Duh, senengnya ! Punya cowok
sekaligus 2 orang. Ganteng-ganteng, macho lagi ! Cembokur déh aku.
Sebentar-sebentar, jangan jalan dulu, biar aku rapikan dulu dandanannya.
Biar semakin cantik ". Makin dongkollah hati Kiko. Sesudah itu Sri
cepat-cepat kembali merias ulang dandanan Kiko dan merapikan sanggul
serta pakaiannya. Kain wironnya yang kusut dirapikannya dan kembali
dirapatkannya hingga bisa singset serta tak lupa wironnya dirapikan
juga. Setelah itu kedua cowok di kiri kanan mencium pipi Kiko. Kiko jadi
semakin risih dan hilang sudah rasa senang dan nikmatnya.
Sesudah
itu mereka pun masuk ke dalam restoran. Kiko jadi semakin kikuk dan
tidak percaya diri serta takut, karena dilihat banyak orang. Kaki dan
tangannya jadi panas dingin dan gemetar. Kiko pun menundukkan kepala.
Apalagi ia memakai pakaian kain kebaya, sementara semua cewek didalam
rombongannya tidak ada satupun yang memakai kain kebaya. Demikian pula
dengan orang-orang disekitarnya. Brengseknya lagi pikir Kiko,
teman-teman dirombongannya malah mengambil foto Kiko yang diapit 2
cowok, hingga semakin menarik perhatian banyak orang. Belum lagi Sri
yang malah berkata, "Jangan menunduk terus dong ! Nggak usah malu
lantaran cuma pakai kain kebaya. Harusnya kamu malah bangga dong, paling
nasionalis diantara kita semua ! Ayo, wajahnya diluruskan ke depan !
Senyum yang manis ! ". Kedua cowok disebelahnya pun mendongakkan wajah
Kiko dengan memegang dagunya. Wajah Kiko pun semakin memerah dan ia
semakin panas dingin, gemetar ketakutan..
Setelah selesai memotret
Kiko, mereka memesan hidangan. Karena tangannya diikat ke belakang,
maka Kiko disuapi bergantian oleh kedua cowok disebelah kiri kanannya.
Sementara teman-teman lainnya kembali mengambil foto sambil berkata,
"Nah, gitu. Yang mesra ! Lakinya nyuapi ceweknya !". Kiko karena grogi
hampir tersedak dan jadi batuk-batuk. Di saat yang bersaman Kiko
merasakan senjatanya menegang. Rupanya ia sudah mulai bisa menikmati
keadaan dirinya yang diperlakukan seperti seorang wanita oleh kedua
cowok macho dan ganteng. Ia sendiri merasa heran kenapa akhirnya ia bisa
juga menikmati keadaan ini dan mulai hilang rasa risih dan jijiknya
terhadap sesama lelaki. Karena batuk-batuk, maka si Macho yang
disebelahnya menutupkan serbet ke mulut Kiko dan setelah itu ia memberi
Kiko minum. Tak terasa senjata Kiko mengeluarkan sedikit cairan.
Untungnya ia bisa menahannya.
Sehabis makan di rumah makan, mereka
kembali ke tempat parkir mobil. Beruntung kali ini Kiko tidak
dimasukkan lagi ke dalam bagasi, tatapi duduk di kursi belakang
ditengah-tengah di apit oleh kedua cowok. Tapi tangan Kiko masih mereka
ikat dan Kiko mulai merasakan tangannya sakit. Tempat berikutnya yang
dituju ternyata lebih mengerikan lagi bagi Kiko. Mereka pergi ke tempat
para waria mangkal. Kiko jadi mengkeret keder. Begitu tiba ditempat itu,
mereka membuka ikatan tangan Kiko dan mereka mengeluarkan Kiko dari
mobil. Kiko melongo tidak tahu harus berbuat apa. Rombongan mobil itu
pergi agak menjauh. Ia hanya bisa berdiri mematung, badannya panas
dingin gemetaran.
Mulailah petualangan Kiko sebagai waria ditempat
prostitusi waria. Sial bagi Kiko, karena tentu saja cuma ia sendiri
yang memakai kain kebaya sementara waria-waria lain yang ia lihat
semuanya memakai pakaian mini yang sexy. Tak berapa lama beberapa waria
mulai mendatanginya. Mereka saling berbicara satu sama lain menyindir
Kiko. "Orang baru. Udik banget ya. Pakai jarik sama kebaya. Sanggulan
lagi ! Besar amat kondenya !". Dipegangnya konde Kiki dan
digoyang-goyangnya sedikit. Kemudian salah seorang dari mereka mulai
menggerayangi kain wiron Kiko. "Jaman gini masih pakai jarik kayak orang
udik. Jadi pembokat saja kamu pantesnya !". Kemudian ditarik-tariknya
ujung wiron Kiko, hingga Kiko berusaha menarik dan menutup kembali kain
wironnya. Tapi tak terasa senjata Kiko jadi terangsang dan menegang
hingga menyembul.
Sementara itu rombongan Sri melihat dari jauh
dan merekam semuanya dengan handy cam. Karena melihat kalau yang
mengerubung Kiko semakin bertambah, maka Macho Man keluar dari mobil dan
menghampiri Kiko. Para waria itu pun satu per satu meninggalkan Kiko.
Si Macho berlagak seolah-olah menjadi pelanggannya Kiko. Dirangkulnya
Kiko dan diciumnya Kiko. Kiko jadi kembali risih, tapi di saat yang
bersamaan ia juga merasa lega bisa terbebas dari kepungan para waria.
Dan diam-diam Kiko bisa menikmati keadaannya, walaupun kadang masih
merasa risih dan jijik.
Malamnya mereka menginap di sebuah villa
yang besar. Kamarnya cukup banyak untuk menampung semua anggota
rombongan. Tapi anehnya ada sebuah kandang besar mirip kandang anjing.
Kiko yang melihat kandang itu segera tahu kalau ia akan dimasukkan
kedalam kandang itu. Dan ternyata memang betul, tapi pertama-tama mereka
kembali mengikat tangan dan kaki kiko serta merantai leher Kiko. Baru
sesudah itu mereka memasukkan Kiko ke kandang itu dan tak lupa mereka
menyediakan air putih untuk minum di sebuah tempat di kandang. Sesudah
mereka beberapa kali mengambil foto Kiko, mereka meninggalkan Kiko untuk
tidur.
Di
dalam kandang, semua peristiwa yang dialami Kiko hari itu kembali
terlintas seperti potongan-potongan film. Mulai dari dirinya yang
ditawari kembali oleh isterinya untuk memakai kain kebaya. Tapi ternyata
Sri juga mengundang teman pria yang melecehkannya. Lalu dirinya
dicambuk oleh isterinya di depan teman-temannya termasuk teman prianya.
Kamudian dirinya disuapi dengan romantis oleh 2 pria setelah terlebih
dahulu dipermalukan di depan umum. Hingga akhirnya dirinya ditelantarkan
di tempat prostitusi waria dan dikerubuti oleh waria. Setelah kilas
balik di dalam pikirannya, Kiko berpikir ternyata enak dan romantis juga
diperlakukan sebagai wanita oleh seorang pria. Tapi buru-buru
ditepisnya pikiran itu dan ia berkata dalam hatinya, jangan-jangan
sekarang ia sudah menjadi homosexual atau waria. Setelah kecapaian
akhirnya ia pun tertidur di dalam kandang yang sempit dimana ia tidak
bisa tidur dengan lurus tapi harus menekukkan badan.
Pagi harinya
setelah Kiko bangun kepagian karena semalaman tidur tidak nyenyak, ia
berharap semoga acara perploncoan akan berakhir segera hari ini. Tapi
apa yang diharapkan Kiko sepertinya masih tinggal menjadi harapan.
Karena begitu mereka membuka kandang, mereka tidak melepas rantai yang
ada dileher dan ikatan tangan Kiko. Mereka hanya membuka ikatan kaki
Kiko dan Sri lalu membuka kancing kebaya Kiko. Selanjutnya Sri membuka
kamisol dan stagen Kiko. Ternyata Sri bermaksud memakaikan ulang kain
wiron Kiko yang sudah kedodoran dan tidak singset lagi. Setelah kain
wiron Kiko rapi dan singset lagi, Sri malah berkata, "Ayo, lari-lari
pagi. Mumpung masih pagi ! Tuh sudah ditunggu sama pacar kamu !". Kata
Sri sambil menunjuk si Macho yang memegang tali yang diikatkan ke leher
Kiko. Mereka kemudian malah memaksa Kiko memakai sandal hak tingginya
dengan memasukkan kaki Kiko ke dalam sandal. Sesudah itu si Macho yang
memegang tali yang ada dilehar Kiko mulai berjalan dengan agak cepat,
sehingga Kiko dengan kepontal-pontal berlari-lari sambil
kesrimpet-srimpet jariknya.
Maka
mulailah acara lari-lari pagi di sekitar villa. Acara yang sebetulnya
sangat enak dan menyehatkan, karena udaranya sejuk dan pemandangannya
indah. Tapi tidak demikian halnya bagi Kiko. Ini adalah suatu
penyiksaan. Tapi setelah beberapa langkah, perasaan Kiko jadi lain. Ia
mulai menikmati penyiksaan ini dan senjatanya mulai menegang. Kiko
berkata dalam hati, "Oh, alangkah nikmatnya ! Lari kesrimpet-srimpet
sambil tangannya diikat kebelakang dan leher dijirat tali. Surga dunia !
Siksalah aku sepuas hatimu, wahai isteriku dan teman-temanku !".
Jalan
disekitar villa itu tidak rata dan sebagian berbatu kerikil serta di
beberapa tempat ada trap undak-undakannya. Hingga Kiko pun jatuh
terjerembab. Maka Sri segera menghampiri dan dilihatnya kalau ada yang
lecet. Ternyata tidak ada. Maka Sri membantu Kiko berdiri dan matanya
melihat ke arah senjata Kiko yang menegang. Maka dibisikinya Kiko,
"Gimana rasanya ? Nikmat ya ?". Sesudah itu Sri membetot senjata Kiko,
sehingga Kiko jadi kejét-kejét. Sebentar kemudian dilepaskannya senjata
Kiko. Sri berkata lagi, "Ayo, dilanjutkan lagi lari-larinya !". Sambil
ditaboknya pantat Kiko.
Setelah berlari beberapa langkah, kembali
Kiko terjatuh. Sri sekali lagi menghampiri Kiko dan membantunya berdiri.
Karena dilihatnya tidak ada yang lecet, Sri berkata mengancam, "Awas,
kamu kalau sampai jatuh lagi ! Larinya yang hati-hati dong !". Sekali
lagi dipukulnya pantat Kiko.
Maka Kiko pun memperlambat larinya,
tapi Sri jadi gusar dan berkata, "Larinya kok pelan amat sih ! Ayo yang
cepat !". Lalu dicambuknya Kiko. Kiko kaget, tidak mengira kalau Sri
akan mencambuknya hingga ia oleng dan jatuh. "Larinya yang cepat tapi
hati-hati jangan sampai jatuh !". Kiko jadi bingung. Bagaimana caranya ?
Disuruh lari cepat, tapi pakai kain wiron yang sempit. Belum lagi
tangannya diikat ke belakang dan kakinya memakai sandal hak tinggi. Tapi
bagaimanapun sekarang aku bisa menikmati siksaan ini. Terima kasih
isteriku yang tercinta. Kiko masih tergeletak di tanah dan Sri kambali
mencambuknya, hingga si Macho mencegah Sri dengan merebut cambuk dari
tangannya. Maka Sri pun berkata, "Duh, pacar kamu marah tuh". Si Macho
kemudian mengangkat Kiko dan memanggulnya dipundaknya. Rombongan itu
kemudian kembali ke villa.
Di villa, mereka makan pagi dan kembali
lagi mereka mengerjai Kiko. Mereka tidak membuka ikatan tangan Kiko,
hingga Kiko harus makan langsung dengan mulutnya. Sementara mereka malah
tertawa-tawa dan merekamnya. Tentu saja Kiko makannya paling lama
diantara yang lainnya, hingga Sri berkata, "Makan saja lama ! Ayo, cepat
! Jangan seperti anak kecil". Ketika tinggal sedikit, Sri mengambil
piring makan Kiko dan ditumpahkannya tepat di muka Kiko. Kiko jadi
merasa sangat terhina. Ia merasa diperlakukan seperti binatang. Tapi ia
hanya bisa pasrah. Sesudah itu Kiko pun minum dengan sedotan dan ketika
tinggal sedikit air yang ada di gelas, Sri mengambil gelas itu dan
menyiramkan sisanya ke muka Kiko.
Sehabis makan pagi mereka
merencanakan untuk membuat arena penyiksaan bagi Kiko. Maka mereka
menyingkirkan meja dan kursi. Tapi mereka melihat lantainya kurang
bersih dan mereka jadi mendapat ide untuk menyuruh Kiko menyapu lantai
dengan tangan terikat ke belakang. Sri menghampiri Kiko sambil membawa
sapu dan berkata, "Sayang, kamu bersihin dulu lantainya ya. Soalnya kamu
sendiri kan yang ngotori lantai dengan tumpahan makananmu". Kiko
menjawab, "Tapi tanganku kan masih terikat di belakang". Sri balik
menjawab, "Ya, nggak apa-apa kan, sayang. Kamu kan bisa nyapu sambil
noléh ke belakang". Kiko pun berpikir alangkah liciknya isteriku. Ia
sendiri yang menumpahkan piring makanku sekarang aku yang disuruh
menyapu. Kiko pun pasrah menerima sapu dari tangan Sri dan mulai menyapu
dengan menoleh kebelakang sambil berjalan mundur. Tentu saja kesulitan
dan banyak kotoran yang luput tidak tersapu. Sri pun marah, "Pembokat !
Kerja yang betul ya ! Awas kamu nanti aku cambuk lagi kalau nggak bersih
!".
Setelah
Kiko selesai menyapu, Sri sekali lagi mencarikan pekerjaan bagi Kiko.
Diambilnya pel dan ember berisi air. Diserahkannya ke Kiko sambil
berkata, "Nih, dipel sekalian lantainya biar licin !". Kiko tidak bisa
membantah, ia pun mengepel sambil mengesot di lantai dan menoleh
kebelakang. Sementara yang lainnya sibuk merekam dan memotret serta
menyiapkan peralatan. Kiko berpikir dalam hati, alangkah konyolnya aku.
Aku yang akan disika, tapi aku sendiri pula yang mempersiapkan arena
pembantaianku.
Selesai mengepel, mereka membiarkan Kiko
beristirahat sejenak. Sesudah itu mereka mengikat kaki Kiko dan
menggantung Kiko dengan kepala di bawah. Kepala Kiko terasa berat dan
berdenyut-denyut. Ia menantikan siksaan apa yang akan diterimanya. Kiko
kemudian tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Si Macho membuka
celananya dan mengeluarkan senjatanya yang besarnya audzubillah. Lebih
besar dari senjata Kiko sendiri. Ia tak percaya, si Macho akan
mengeluarkan senjatanya di depan banyak orang dan isterinya hanya
tenang-tenang saja memperhatikan sambil merekam. Kiko heran kenapa
isterinya membiarkan hal ini terjadi. Kiko jadi gelagapan, ia menolak
dan meronta-ronta. Tapi Si Macho dengan mudahnya memegang kepala Kiko
dan membuka mulut Kiko hingga senjatanya masuk ke mulut. Huuéékkk ! Kiko
terasa jijik dan mau muntah, tapi tidak bisa karena mulutnya sudah
tersumbat senjata si Macho. Tak lama kemudian semuanya jadi gelap.
Minggu, 28 September 2014
Kiko Sujaryanto 7
Label:
BDSM
,
bondage
,
crossdresser
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
,
transgender
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar