Tadi pagi waktu aku beribadah, pembacaan firman Tuhan terambil
dari Lukas 13:24 yang berbunyi : Jawab Yesus kepada orang-orang di
situ: "Usahakanlah dirimu masuk daripada pintu yang sempit; karena Aku
berkata kepadamu: Banyaklah orang yang ingin masuk, tetapi tiada dapat.
Kemudian sesudah itu kotbahnya juga menjelaskan bahwa untuk mencapai
kesempurnaan harus melalui jalan yang sulit, jalan yang sempit dan harus
mengalami banyak kesusahan.
Aku, Sumi Sylvia jadi ingat akan
nasehat mama kepadaku dan juga kakakku Ina perihal busana nasional kita
yang selalu jadi kontroversi dan mengundang pro serta kontra. Kata mama,
kami harus belajar menerima dan mencintai busana nasional kita. Kain
kebaya. Tapi coba lihat secara teliti. Di jaman modern yang serba
praktis dan cepat ini apakah masih relevan jika kita masih harus tetap
melestarikan kain kebaya.
Pakaian dengan bawahan berupa kain wiron
sempit yang otomatis menghambat kita untuk melangkah dengan lebar dan
cepat. Aku pada waktu pertama kali memakainya bahkan juga merasa sangat
tersiksa. Tapi kutipan dari kotbah itu seperti mengingatkanku kalau
untuk mencapai kesempurnaan, kita harus melalui jalan yang sempit dan
sulit. Mirip sekali dengan kain wiron yang sempit yang menyuiltkan kita
untuk berjalan. Apakah ini pertanda bahwa memang kata-kata mama betul
dan tepat. Bahwa untuk mencapai kesempurnaan bagi seorang wanita Jawa
pada khususnya dan wanita Indonesia pada umumnya, maka harus memakai
kain kebaya yang juga merupakan pakaian dengan bawahan kain wiron yang
sempit dan sulit untuk dipakai berjalan.
Juga seperti kotbah itu
yang mengatakan "banyaklah orang yang ingin masuk, tetapi tiada dapat"
hampir sama dengan keadaan kain kebaya sekarang ini. Banyak orang
mungkin yang ingin tampil dengan kain kebaya, karena sudah barang tentu
akan terlihat cantik dan anggun dengan pakaian itu. Tapi melihat dari
segi kesulitan, keribetan dan kepraktisan, maka banyak orang yang
menolak untuk memakainya.
Pada akhirnya kalau pun ingin tetap
memakai kain kebaya, maka mereka memodifikasinya terutama bawahannya
dibuat menjadi semacam rok yang longgar di bawahnya. Hal ini
mengingatkanku akan suatu kotbah mengenai kewajbanku sebagai umat Tuhan
yang harus rela memanggul salibNya. Tapi bagi sebagian orang karena
salib itu terasa berat bagi mereka, maka mereka memodifikasinya dengan
memotong tiangnya hingga menjadi lebih pendek, ringkas dan lebih ringan.
Tapi ternyata mereka harus melewati jurang yang lebar dan salib itu
juga berfungsi sebagai jembatan untuk menyeberang jurang yang lebar itu.
Celaka bagi mereka yang memotong tiang salib hingga menjadi pendek,
karena ternyata tiang salib itu tidak cukup panjang untuk dijadikan
jembatan untuk menyeberang jurang itu.
Belum lagi seperti kotbah
yang mengatakan akan mengalami banyak kesusahan, itu pun aku rasakan
jika berkain kebaya. Pertama, orang-orang yang tidak suka kain kebaya
dan berpandangan modern sudah barang tentu akan menghina aku. Kemudian
aku sendiri juga susah untuk melakukan segala sesuatunya jika memakai
pakaian itu. Terakhir, kakak dan teman-temannya yang selalu mengincar
aku jika sedang berkain kebaya untuk mereka jadikan korban submissive.
Aku
hanya bisa berdoa semoga aku tabah dan imanku kuat menghadapi segala
cobaan ini. Semoga wanita-wanita Indonesia tetap bisa melestarikan
busana nasionalnya.
Minggu, 03 November 2013
Pintu yang sempit
Label:
BDSM
,
bondage
,
jarik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
,
Pintu yang sempit
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar