Almarhumah ibu dulu punya jarik motif itu, dia menyimpannya di lemari kaca dan diberi pewangi sabun. Memang cara ini salah, karena seharusnya diberi pewangi seperti kayu cendana setelah sebelumnya diberi ratus. Tapi walaupun caranya salah, tetap saja baunya wangi. Dulu waktu aku di kamarnya, aku beberapa kali sempat meliriknya dan sudah barang tentu timbul keinginan untuk memakainya. Tapi keinginan hanya tetap tinggal keinginan. Aku tidak punya keberanian untuk mengambilnya dari lemari. Apalagi memakainya.
Beberapa waktu kemudian kakak perempuanku memakainya waktu SMP. Dulu Kartinian masih musim. Aku melihat ibuku sendiri yang mewirunya. Aku yang melihat jadi tertarik.
Sesudah itu akupun mulai memberanikan diri untuk curi-curi mengambil jarik itu. Jarik itu kemudian ku wiru terus ku pakai. Begitulah hal itu kulakukan berulang-ulang. Setiap habis memakai, terus kupulangkan lagi ke tempatnya.
Itu adalah masa-masa awalku aku ngadi saliro ngadi busono dengan kain batik yang diwiru. Rasanya nikmat sekali. Apalagi kainnya baru harum dan masih tebal serta agak kaku., jadi aku tidak sulit waktu mewirunya. Karena lipatan tidak kembali membuka lagi.
Belakangan jarik itu mulai sering digunakan kadang sebagai selimut atau sebagai tutup ranjang .Akhirnya jarik itupun robek dan sekarang malah sudah menghilang entah ke mana setelah sebelumnya dijadikan lap.
Sekarang aku bermaksud mencari jarik dengan motif seperti itu. Ternyata sangat sulit untuk mendapatkan yang persis seperti kepunyaan ibu. Yang ada ternyata motifnya tidak 100 % sama.
Motif itu menurutku sangat anggun dan sensual banget. Pertama latarnya putih, kedua motifnya yang mirip sulur tanaman dengan kuncup bunga menambah keanggunan pemakainya.
Dan tadi siang waktu aku chat dengan teman fbku, aku bertanya kalau dia punya jarik dengan motif itu. Ternyata diapun tidak punya. Tapi kemudian hal ini malah menjadi ide untuk bahan postingku. Maka inilah postingku soal salah satu motif jarik yang sudah lama kucari.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar