Minggu, 31 Agustus 2014
Wanita-wanita sportif 3
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Jumat, 29 Agustus 2014
Kiko Sujaryanto 3
Ini adalah lanjutan dari cerita sebelumnya dimana Kiko tiba dirumah dan Sri berhasil menangkap basah suaminya mencuri pakaian-pakaiannya serta berakhir dengan pengusiran Kiko dari rumah oleh isterinya. Kiko pun pergi dengan gontai ke sebuah penginapan.
Esok harinya Kiko berulang kali berusaha menelpon isterinya dari penginapan itu. Setelah berulang kali sebelum sempat bicara, Sri selalu menutup telpon, akhirnya Sri mau mendengarkan ia meminta maaf dan memohon supaya isterinya memperbolehkan pulang. Tapi Sri tidak menjawab dan menutup telpon suaminya. Hal itu diulangi Kiko keesokan harinya dan Sri masih tetap menutup telpon tanpa menjawab.
Hari ketiga Kiko mengulangi lagi menelpon isterinya. Waktu itu Sri masih momong bayinya ketika menerima telpon suaminya. Hatinya jadi melunak, hingga akhirnya ia memperbolehkan suaminya pulang ke rumah. Legalah hati Kiko.
Ternyata sesudah pulang ke rumah, hubungan mereka tetap renggang dan dingin. Sri masih memandang rendah Kiko. Apalagi usaha dan penghasilan Sri sekarang makin maju dan berkembang, sementara usaha Kiko mengalami kemunduran dan penghasilan Kiko kalah dibandingkan dengan penghasilan Sri. Tapi Kiko sekarang jadi agak cuek. Kiko pun masih secara sembunyi-sembunyi melihat bahkan mengkoleksi foto-foto wanita berkain kebaya.
Satu hal yang tidak disadari Sri dan tidak ditegaskannya sewaktu memperbolehkan suaminya pulang adalah ia tidak dengan tegas melarang suaminya memakai pakaian kain kebaya lagi. Dan itulah yang terjadi kemudian.
Waktu itu Sri berencana melakukan perjalanan keluar kota, karena terpaksa mengurusi pekerjaannya. Dan itulah yang ditunggu-tunggu oleh Kiko. Pucuk dicinta ulam tiba. Kiko pun kembali ingin melampiaskan nafsunya, tapi di sisi yang lain dalam hati Kiko masih ada trauma kepergok oleh isterinya. Timbullah gejolak dalam pikirannya. Hati nuraninya berkata bahwa ia harus melupakan hal itu, karena faktor kemungkinan kepergok oleh isterinya, tapi nafsunya berkata lain dan mendesaknya untuk kembali melakukan hal itu mumpung isterinya keluar kota. Apalagi perjalanan yang ditempuh cukup jauh sehingga harus menginap. Begitulah timbul pertengkaran batin didalam diri Kiko.
Hingga hari H nya tiba, pikiran Kiko pun masih bergejolak. Setelah Sri pergi pun , Kiko masih harus berusaha menahan hawa nafsunya beberepa lama demi untuk memastikan Sri telah pergi jauh sampai ke luar kota. Hingga malamnya Kiko bermaksud untuk melaksanakan hajatnya. Tapi sekali lagi, Kiko mengurungkan niatnya dan menundanya sampai besok pagi untuk memastikan isterinya tidak pulang dan menginap.
Baru pada keesokan harinya, Kiko tidak dapat menahan nafsunya lagi. Ia dengan panas dingin dan gemetaran menelanjangi dirinya sendiri hingga tinggal memakai celana dalam. Kemudian ia membuka lemari tempat kebaya dan kain batik isterinya disimpan. Syukurlah ternyata pintu lemarinya tidak dikunci dan kebaya serta kain batiknya juga masih ditempatnya yang dulu. Ia mulai mengambil selembar kain batik dan dililitkannya di kakinya. Setelah itu ia mengambil stagen dan memakainya. Kemudian ia memilih-milih kebaya yang akan dipakainya. Terakhir ia menyampirkan selendang dipundaknya dan mulai bercermin sambil berputar-putar dan berlenggang lenggok.
Tidak puas dengan itu, ia memutar lagu langgam Jawa dengan maksud supaya ia bisa semakin menghayati dalam berpakaian kain kebaya. Kiko pun puas dan senang dalam hatinya. Ia ikut bersenandung dengan lirih mengikuti langgam Jawa itu. Tidak itu saja ia juga menari Jawa menirukan penari wanita.
Ketika sedang ditengah-tengah puncak kenikmatannya itulah suatu hal yang hampir mustahil di dalam pikiran Kiko terjadi. Isterinya mendadak pulang ke rumah dan ia tidak mendengar suara mobil ataupun pintu dibuka, karena alunan langgam Jawa yang diputar. Pintu memang dikunci, tapi Sri juga membawa kunci cadangan. Malapetaka besar kembali menimpa Kiko.
Isterinya berkacak pinggang begitu masuk ke kamar dimana Kiko berada. Dimatikannya langgam Jawa itu. Sri kemudian bertepuk tangan dan berkata, "Bagus ! bagus ! narinya". Kemudian Sri membuka dompet dan mengambil uang serta menyisipkannya ke balik kebaya Kiko. Kiko jadi gelagapan, tapi tak lama kemudian Kiko bisa menguasai diri dan mulai melepaskan pakaiannya. Sri pun berkata, "Dasar tidak tahu malu, bencong ! bencong ! Sekali bencong tetap bencong !".
Kiko sudah melepaskan semua pakaian isterinya hingga tinggal memakai celana dalam dan bermaksud memakai kembali pakaian Kiko sendiri. Ketika Sri mencegahnya dan merebut celana pendek serta kaos Kiko dari tangan Kiko. Sri berkata, "Éh ! Jangan pakai ini . Kok tanggung banget sih kamu". Kiko diam dan mengurungkan niatnya memakai pakaiannya sendiri. Sri kemudian membuka lemari dan apa yang dilihat Kiko membuatnya kaget.
Sri mengambil selembar kain batik yang sudah diwiru dan berkata kepada Kiko, "Sini kamu ! Kalau mau pakai kain kebaya yang bener dong ! Ayo, kakinya merapat !", Dalam keadaan kaget dan bingung, tapi terbersit sedikit kesenangan ia mematuhi perkataan isterinya. Sri pun kemudian mulai melilitkan kain batik itu dengan rapat dan kuat ke kaki Kiko. Habis itu, Sri mengambil seutas tali dan mengikatkannya dengan kencang ke pinggang Kiko. Kiko mengaduh dalam hati karena kekencangan, tapi hatinya semakin senang dan senjatanya mulai menegang hingga kelihatan menyembul dari balik kain batiknya. Sesudah itu Sri memakaikan stagen dengan kencang juga. Berikutnya adalah hal yang tidak terpikirkan oleh Kiko, Sri memakaikan BHnya ke dada Kiko. Kiko pun semakin senang dan terangsang. Tapi Kiko berusaha mati-matian untuk tidak memperlihatkan hal itu. Kemudian Sri mengambil kembali kebaya yang tadi dipakai oleh Kiko dan memberikannya kepada Kiko sambil berkata, "Nih, pakai !". Kiko jadi kikuk, ia diam saja dan tidak mengulurkan tangannya. Sri jadi membentak, "Ayo, tunggu apa lagi ! Cepat pakai !". Kiko dengan gugup mengambil kebaya itu dari tangan Sri. Tapi sesudah itu Kiko masih berdiri mematung dengan kedua tangannya memegang kebaya. Sri kembali membentak, "Hé !, kamu tuli ya ? Apa berlagak bodoh. Ayo cepat pakai !". Tangan Kiko bergerak dengan lambat memakai kebaya kebadannya. Sri jadi tidak sabar, ia kemudian ikut memakaikan kebaya itu ke badan Kiko dan mengancingkannya serta merapikannya.
Kemudian dipandanginya Kiko dari atas sampai bawah. Ternyata kaki Kiko masih telanjang, maka ia mengambil sandal jinjit dengan hak yang cukup tinggi dan memakaikannya ke kaki Kiko. Habis itu selendang yang tadi dipakai Kiko disampirkannya ke pundak Kiko dan sebelah ujungnya di selempitkannya ke lengan Kiko. Lalu ia memandangi wajah Kiko, ternyata masih polos tanpa makeup. Maka ia menggeret suaminya duduk di kursi di depan meja rias. Kiko pun dag dig dug. Hatinya semakin gembira, tapi ia tetap berusaha menyembunyikannya. Sri mulai membersihkan muka Kiko dan meriasnya dengan menor.
Setelah itu dipandanginya wajah Kiko didalam cermin, ternyata belum ada sanggulnya. Sri berpikir sejenak. Lalu ia menarik-narik ujung rambut Kiko. Ternyata cukup panjang juga hingga dapat diikat. Maka ia dapat ide, dikuncirnya rambut Kiko dan kemudian hal yang tidak terpikirkan oleh Kiko terjadilah, Sri memasang konde ke rambut Kiko. Konde itu dijepitnya dengan jepitan rambut yang cukup banyak ke rambut Kiko hingga Kiko kesakitan dan sedikit meringis-rngis. Sri yang melihat suaminya meringis berkata, "Kalau mau tampil sempurna memang butuh banyak pengorbanan !",
Sehabis mendandani suaminya habis-habisan, Sri menyuruh Kiko berdiri dan Sri berkata, "Ayo, sekarang kamu jalan ! Dari sana sampai sini !" .Sri menunjuk ujung ruang yang memang cukup panjang. Kiko mematuhinya. Ia mencoba berjalan. Tetapi karena tidak terbiasa memakai sandal hak tinggi belum lagi kain wiron yang dipakainya sempit dibagian bawahnya, maka beberapa kali ia oleng dan hampir jatuh. Sri malah tertawa dan mengejek, "Rasakan sekarang sulitnya memakai kain wiron sama sandal jinjit ! Awas kalau sampai jatuh, kamu nanti akan ku hukum ! Kamu pikir gampang mau jadi seorang wanita aristokrat Jawa ?". Sri tidak mengetahui kalau perkataannya ini tidak saja menyinggung perasaan suaminya dan membuat Kiko takut atau marah, tapi disamping itu Kiko juga jadi semakin excited, senang dan tertantang. Didalam kesukarannya berjalan, Kiko merasakan beginilah rasamya memakai kain wiron yang singset dengan sandal hak tinggi. Nikmat ! Dan ia pun semakin terangsang.
Tibalah Kiko di ujung ruangan. Kiko melihat ke ujung kakinya, kuatir kalau ia kesrimpet kain batik dengan wirunya yang cukup banyak. Belum lagi ujung kain itu cukup rendah sehingga sampai ke telapak kakinya. Dipegangnya dan dirapikannya kain wironnya. Tidak sengaja tangannya menyentuh senjatanya dan greng ! Rangsangannya terasa sampai ke ujung kepala. Seperti paradoks, Kiko merasa sangat bahagia walaupun sebenarnya ia dalam keadaan tertekan dan diperintah serta dikuasai oleh isterinya. Isterinya berkata, "Sekarang kamu jalan dari situ ke sini !". Sri mengambil handycam dan mulai merekam. Kiko mematuhi, ia berjalan dengan kesulitan, kesrimpet-srimpet. Tapi ia berjalan beberapa langkah dengan kaku tanpa gaya. Maka Sri kesal dan berkata, "Hai ! Bencong ! Jalannya yang genit dong ! Yang persis perempuan ! Sekarang kamu ulangi lagi dari pojok sana !". Kiko berbalik lagi dan mulai melangkah dari ujung ruangan dengan genit. Pinggulnya digoyang-goyangkannya. Meledaklah tawa isterinya. Sri lalu berkata, "Dasar bencong ! Nah, kayak gitu dong jalannya. Persis bencong taman lawang ! Besok kamu aku kirim ke taman lawang buat praktek ! Mulai sekarang namamu bukan lagi Kiko Sujaryanto tapi Kiki Sujaryanti !".
Sesudah itu Sri menyuruhnya menari. Diputarmya kembali langgam Jawa yang tadi ia matikan. Kiko pun menari walaupun pada awalnya kikuk. Sehabis satu lagu selesai, Sri mematikan langgam Jawa itu. Kiko pun duduk dan mau melepaskan kebayanya. Tapi Sri berkata, "Héh, siapa yang nyuruh kamu melepas pakaian kamu ? Énak kan pakai kain kebaya seharian ? Sekarang kamu cuci-cuci piring sama gelas yang numpuk di dapur sana !". Kiko pun bekata dalam hati, "Matilah aku ! Kalau disuruh nyuci piring pakai pakaian kayak gini". Maka ia memohon kepada Sri untuk memperbolehkannya melepas pakaian kein kebayanya. Kiko juga berjanji untuk tidak mengulang perbuatannya memakai kain kebaya Sri. Tapi Sri menjawab dengan ketus, "Alaah paling kamu cuma janji-janji melulu. Sekarang kamu boleh pilih. Mau pakai pakaian itu apa kamu aku usir dari rumah ini ?". Kiko tidak bisa menjawab. Ia akhirnya mencuci piring dangan kain kebaya dan bersanggul. Sanggulnya sekarang jadi kendor, karena rambutnya yang panjangnya pas-pasan. Sri pun berkata, "Awas, kamu ! Kalau sampai sanggulnya jatuh !". Semakin tersiksalah Kiko, tapi aneh di dalam diri Kiko selain rasa tersiksa dan tertekan ia juga merasakan rasa pasrah, senang dan bahagia.
Sehabis mencuci piring. Disuruhnya Kiko menyapu dan mengepel lantai runah. Kiko tidak bisa membantah. Selesai itu kegilaan Sri semakin menjadi-jadi. Baru sebentar Kiko duduk beristirahat, Sri berkata, "Rasakan sekarang beratnya penderitaan seorang ibu rumah tangga ! Itu belum ditambah dengan kekerasan fisik seperti yang kamu lakukan kepadaku". Lalu disuruhnya Kiko momong bayi mereka dengan menggendongnya. Kiko membantah. Katanya, "Sri, kamu jangan gila ! Ini bayi kita. Bagaimana kalau ia mengetahui hal ini nanti ?". Sri menjawab, "Éh, membantah ? Apa mau aku ceritakan ke setiap orang kelainanmu ini ?". Kiko tidak berkutik, diterimanya bayi yang disodorkan Sri dan Sri membantu Kiko mengikatkan selendang gendong ke bahunya. Sehabis itu Sri kembali mengambil video suaminya.
Malam harinya menjelang tidur, Sri berkata, "Sekarang taruh di belakang punggungmu kedua tangan kamu biar aku ikat supaya kamu tidak bisa melepaskan pakaian kamu", Haaah ??!! Kiko kaget, pikirannya bingung dan berkecamuk. Ia akan diikat oleh isterinya. Apa yang akan ia perbuat ? Ia diam saja tanpa meletakkan tangannya ke belakang punggungnya. Sri membentak, "Ayo, Cepat ! Ke belakangkan tangan kamu. Dengar tidak ?". Barulah .Kiko menuruti Sri. Ia pasrah tangannya diikat kuat-kuat oleh Sri. Belum puas hanya dengan mengikat kedua tangan Kiko, maka Sri juga mengikat kedua kaki Kiko. Setelah itu Sri masih mengikat leher Kiko dengan tali dan ujung tali yang lain dipegangnya. Kemudian Sri berkata, "Nah, begini kan cara kamu ngikat aku dulu". Lalu diambilnya sebilah kayu yang dulu dipakai Kiko untuk memukul Sri. Sri kemudian memukul Kiko dengan kayu itu. Tidak kuasa menahan rasa sakit, Kiko pun mengaduh kesakitan. Sri malah semakin memperkeras pukulannya sambil berkata, "Lelaki kok cengeng ! Dasar banci !". Setelah itu Sri pun pergi tidur meninggalkan Kiko terikat tangan dan kakinya.
Esok harinya Kiko berulang kali berusaha menelpon isterinya dari penginapan itu. Setelah berulang kali sebelum sempat bicara, Sri selalu menutup telpon, akhirnya Sri mau mendengarkan ia meminta maaf dan memohon supaya isterinya memperbolehkan pulang. Tapi Sri tidak menjawab dan menutup telpon suaminya. Hal itu diulangi Kiko keesokan harinya dan Sri masih tetap menutup telpon tanpa menjawab.
Hari ketiga Kiko mengulangi lagi menelpon isterinya. Waktu itu Sri masih momong bayinya ketika menerima telpon suaminya. Hatinya jadi melunak, hingga akhirnya ia memperbolehkan suaminya pulang ke rumah. Legalah hati Kiko.
Ternyata sesudah pulang ke rumah, hubungan mereka tetap renggang dan dingin. Sri masih memandang rendah Kiko. Apalagi usaha dan penghasilan Sri sekarang makin maju dan berkembang, sementara usaha Kiko mengalami kemunduran dan penghasilan Kiko kalah dibandingkan dengan penghasilan Sri. Tapi Kiko sekarang jadi agak cuek. Kiko pun masih secara sembunyi-sembunyi melihat bahkan mengkoleksi foto-foto wanita berkain kebaya.
Satu hal yang tidak disadari Sri dan tidak ditegaskannya sewaktu memperbolehkan suaminya pulang adalah ia tidak dengan tegas melarang suaminya memakai pakaian kain kebaya lagi. Dan itulah yang terjadi kemudian.
Waktu itu Sri berencana melakukan perjalanan keluar kota, karena terpaksa mengurusi pekerjaannya. Dan itulah yang ditunggu-tunggu oleh Kiko. Pucuk dicinta ulam tiba. Kiko pun kembali ingin melampiaskan nafsunya, tapi di sisi yang lain dalam hati Kiko masih ada trauma kepergok oleh isterinya. Timbullah gejolak dalam pikirannya. Hati nuraninya berkata bahwa ia harus melupakan hal itu, karena faktor kemungkinan kepergok oleh isterinya, tapi nafsunya berkata lain dan mendesaknya untuk kembali melakukan hal itu mumpung isterinya keluar kota. Apalagi perjalanan yang ditempuh cukup jauh sehingga harus menginap. Begitulah timbul pertengkaran batin didalam diri Kiko.
Hingga hari H nya tiba, pikiran Kiko pun masih bergejolak. Setelah Sri pergi pun , Kiko masih harus berusaha menahan hawa nafsunya beberepa lama demi untuk memastikan Sri telah pergi jauh sampai ke luar kota. Hingga malamnya Kiko bermaksud untuk melaksanakan hajatnya. Tapi sekali lagi, Kiko mengurungkan niatnya dan menundanya sampai besok pagi untuk memastikan isterinya tidak pulang dan menginap.
Baru pada keesokan harinya, Kiko tidak dapat menahan nafsunya lagi. Ia dengan panas dingin dan gemetaran menelanjangi dirinya sendiri hingga tinggal memakai celana dalam. Kemudian ia membuka lemari tempat kebaya dan kain batik isterinya disimpan. Syukurlah ternyata pintu lemarinya tidak dikunci dan kebaya serta kain batiknya juga masih ditempatnya yang dulu. Ia mulai mengambil selembar kain batik dan dililitkannya di kakinya. Setelah itu ia mengambil stagen dan memakainya. Kemudian ia memilih-milih kebaya yang akan dipakainya. Terakhir ia menyampirkan selendang dipundaknya dan mulai bercermin sambil berputar-putar dan berlenggang lenggok.
Tidak puas dengan itu, ia memutar lagu langgam Jawa dengan maksud supaya ia bisa semakin menghayati dalam berpakaian kain kebaya. Kiko pun puas dan senang dalam hatinya. Ia ikut bersenandung dengan lirih mengikuti langgam Jawa itu. Tidak itu saja ia juga menari Jawa menirukan penari wanita.
Ketika sedang ditengah-tengah puncak kenikmatannya itulah suatu hal yang hampir mustahil di dalam pikiran Kiko terjadi. Isterinya mendadak pulang ke rumah dan ia tidak mendengar suara mobil ataupun pintu dibuka, karena alunan langgam Jawa yang diputar. Pintu memang dikunci, tapi Sri juga membawa kunci cadangan. Malapetaka besar kembali menimpa Kiko.
Isterinya berkacak pinggang begitu masuk ke kamar dimana Kiko berada. Dimatikannya langgam Jawa itu. Sri kemudian bertepuk tangan dan berkata, "Bagus ! bagus ! narinya". Kemudian Sri membuka dompet dan mengambil uang serta menyisipkannya ke balik kebaya Kiko. Kiko jadi gelagapan, tapi tak lama kemudian Kiko bisa menguasai diri dan mulai melepaskan pakaiannya. Sri pun berkata, "Dasar tidak tahu malu, bencong ! bencong ! Sekali bencong tetap bencong !".
Kiko sudah melepaskan semua pakaian isterinya hingga tinggal memakai celana dalam dan bermaksud memakai kembali pakaian Kiko sendiri. Ketika Sri mencegahnya dan merebut celana pendek serta kaos Kiko dari tangan Kiko. Sri berkata, "Éh ! Jangan pakai ini . Kok tanggung banget sih kamu". Kiko diam dan mengurungkan niatnya memakai pakaiannya sendiri. Sri kemudian membuka lemari dan apa yang dilihat Kiko membuatnya kaget.
Sri mengambil selembar kain batik yang sudah diwiru dan berkata kepada Kiko, "Sini kamu ! Kalau mau pakai kain kebaya yang bener dong ! Ayo, kakinya merapat !", Dalam keadaan kaget dan bingung, tapi terbersit sedikit kesenangan ia mematuhi perkataan isterinya. Sri pun kemudian mulai melilitkan kain batik itu dengan rapat dan kuat ke kaki Kiko. Habis itu, Sri mengambil seutas tali dan mengikatkannya dengan kencang ke pinggang Kiko. Kiko mengaduh dalam hati karena kekencangan, tapi hatinya semakin senang dan senjatanya mulai menegang hingga kelihatan menyembul dari balik kain batiknya. Sesudah itu Sri memakaikan stagen dengan kencang juga. Berikutnya adalah hal yang tidak terpikirkan oleh Kiko, Sri memakaikan BHnya ke dada Kiko. Kiko pun semakin senang dan terangsang. Tapi Kiko berusaha mati-matian untuk tidak memperlihatkan hal itu. Kemudian Sri mengambil kembali kebaya yang tadi dipakai oleh Kiko dan memberikannya kepada Kiko sambil berkata, "Nih, pakai !". Kiko jadi kikuk, ia diam saja dan tidak mengulurkan tangannya. Sri jadi membentak, "Ayo, tunggu apa lagi ! Cepat pakai !". Kiko dengan gugup mengambil kebaya itu dari tangan Sri. Tapi sesudah itu Kiko masih berdiri mematung dengan kedua tangannya memegang kebaya. Sri kembali membentak, "Hé !, kamu tuli ya ? Apa berlagak bodoh. Ayo cepat pakai !". Tangan Kiko bergerak dengan lambat memakai kebaya kebadannya. Sri jadi tidak sabar, ia kemudian ikut memakaikan kebaya itu ke badan Kiko dan mengancingkannya serta merapikannya.
Kemudian dipandanginya Kiko dari atas sampai bawah. Ternyata kaki Kiko masih telanjang, maka ia mengambil sandal jinjit dengan hak yang cukup tinggi dan memakaikannya ke kaki Kiko. Habis itu selendang yang tadi dipakai Kiko disampirkannya ke pundak Kiko dan sebelah ujungnya di selempitkannya ke lengan Kiko. Lalu ia memandangi wajah Kiko, ternyata masih polos tanpa makeup. Maka ia menggeret suaminya duduk di kursi di depan meja rias. Kiko pun dag dig dug. Hatinya semakin gembira, tapi ia tetap berusaha menyembunyikannya. Sri mulai membersihkan muka Kiko dan meriasnya dengan menor.
Setelah itu dipandanginya wajah Kiko didalam cermin, ternyata belum ada sanggulnya. Sri berpikir sejenak. Lalu ia menarik-narik ujung rambut Kiko. Ternyata cukup panjang juga hingga dapat diikat. Maka ia dapat ide, dikuncirnya rambut Kiko dan kemudian hal yang tidak terpikirkan oleh Kiko terjadilah, Sri memasang konde ke rambut Kiko. Konde itu dijepitnya dengan jepitan rambut yang cukup banyak ke rambut Kiko hingga Kiko kesakitan dan sedikit meringis-rngis. Sri yang melihat suaminya meringis berkata, "Kalau mau tampil sempurna memang butuh banyak pengorbanan !",
Sehabis mendandani suaminya habis-habisan, Sri menyuruh Kiko berdiri dan Sri berkata, "Ayo, sekarang kamu jalan ! Dari sana sampai sini !" .Sri menunjuk ujung ruang yang memang cukup panjang. Kiko mematuhinya. Ia mencoba berjalan. Tetapi karena tidak terbiasa memakai sandal hak tinggi belum lagi kain wiron yang dipakainya sempit dibagian bawahnya, maka beberapa kali ia oleng dan hampir jatuh. Sri malah tertawa dan mengejek, "Rasakan sekarang sulitnya memakai kain wiron sama sandal jinjit ! Awas kalau sampai jatuh, kamu nanti akan ku hukum ! Kamu pikir gampang mau jadi seorang wanita aristokrat Jawa ?". Sri tidak mengetahui kalau perkataannya ini tidak saja menyinggung perasaan suaminya dan membuat Kiko takut atau marah, tapi disamping itu Kiko juga jadi semakin excited, senang dan tertantang. Didalam kesukarannya berjalan, Kiko merasakan beginilah rasamya memakai kain wiron yang singset dengan sandal hak tinggi. Nikmat ! Dan ia pun semakin terangsang.
Tibalah Kiko di ujung ruangan. Kiko melihat ke ujung kakinya, kuatir kalau ia kesrimpet kain batik dengan wirunya yang cukup banyak. Belum lagi ujung kain itu cukup rendah sehingga sampai ke telapak kakinya. Dipegangnya dan dirapikannya kain wironnya. Tidak sengaja tangannya menyentuh senjatanya dan greng ! Rangsangannya terasa sampai ke ujung kepala. Seperti paradoks, Kiko merasa sangat bahagia walaupun sebenarnya ia dalam keadaan tertekan dan diperintah serta dikuasai oleh isterinya. Isterinya berkata, "Sekarang kamu jalan dari situ ke sini !". Sri mengambil handycam dan mulai merekam. Kiko mematuhi, ia berjalan dengan kesulitan, kesrimpet-srimpet. Tapi ia berjalan beberapa langkah dengan kaku tanpa gaya. Maka Sri kesal dan berkata, "Hai ! Bencong ! Jalannya yang genit dong ! Yang persis perempuan ! Sekarang kamu ulangi lagi dari pojok sana !". Kiko berbalik lagi dan mulai melangkah dari ujung ruangan dengan genit. Pinggulnya digoyang-goyangkannya. Meledaklah tawa isterinya. Sri lalu berkata, "Dasar bencong ! Nah, kayak gitu dong jalannya. Persis bencong taman lawang ! Besok kamu aku kirim ke taman lawang buat praktek ! Mulai sekarang namamu bukan lagi Kiko Sujaryanto tapi Kiki Sujaryanti !".
Sesudah itu Sri menyuruhnya menari. Diputarmya kembali langgam Jawa yang tadi ia matikan. Kiko pun menari walaupun pada awalnya kikuk. Sehabis satu lagu selesai, Sri mematikan langgam Jawa itu. Kiko pun duduk dan mau melepaskan kebayanya. Tapi Sri berkata, "Héh, siapa yang nyuruh kamu melepas pakaian kamu ? Énak kan pakai kain kebaya seharian ? Sekarang kamu cuci-cuci piring sama gelas yang numpuk di dapur sana !". Kiko pun bekata dalam hati, "Matilah aku ! Kalau disuruh nyuci piring pakai pakaian kayak gini". Maka ia memohon kepada Sri untuk memperbolehkannya melepas pakaian kein kebayanya. Kiko juga berjanji untuk tidak mengulang perbuatannya memakai kain kebaya Sri. Tapi Sri menjawab dengan ketus, "Alaah paling kamu cuma janji-janji melulu. Sekarang kamu boleh pilih. Mau pakai pakaian itu apa kamu aku usir dari rumah ini ?". Kiko tidak bisa menjawab. Ia akhirnya mencuci piring dangan kain kebaya dan bersanggul. Sanggulnya sekarang jadi kendor, karena rambutnya yang panjangnya pas-pasan. Sri pun berkata, "Awas, kamu ! Kalau sampai sanggulnya jatuh !". Semakin tersiksalah Kiko, tapi aneh di dalam diri Kiko selain rasa tersiksa dan tertekan ia juga merasakan rasa pasrah, senang dan bahagia.
Sehabis mencuci piring. Disuruhnya Kiko menyapu dan mengepel lantai runah. Kiko tidak bisa membantah. Selesai itu kegilaan Sri semakin menjadi-jadi. Baru sebentar Kiko duduk beristirahat, Sri berkata, "Rasakan sekarang beratnya penderitaan seorang ibu rumah tangga ! Itu belum ditambah dengan kekerasan fisik seperti yang kamu lakukan kepadaku". Lalu disuruhnya Kiko momong bayi mereka dengan menggendongnya. Kiko membantah. Katanya, "Sri, kamu jangan gila ! Ini bayi kita. Bagaimana kalau ia mengetahui hal ini nanti ?". Sri menjawab, "Éh, membantah ? Apa mau aku ceritakan ke setiap orang kelainanmu ini ?". Kiko tidak berkutik, diterimanya bayi yang disodorkan Sri dan Sri membantu Kiko mengikatkan selendang gendong ke bahunya. Sehabis itu Sri kembali mengambil video suaminya.
Malam harinya menjelang tidur, Sri berkata, "Sekarang taruh di belakang punggungmu kedua tangan kamu biar aku ikat supaya kamu tidak bisa melepaskan pakaian kamu", Haaah ??!! Kiko kaget, pikirannya bingung dan berkecamuk. Ia akan diikat oleh isterinya. Apa yang akan ia perbuat ? Ia diam saja tanpa meletakkan tangannya ke belakang punggungnya. Sri membentak, "Ayo, Cepat ! Ke belakangkan tangan kamu. Dengar tidak ?". Barulah .Kiko menuruti Sri. Ia pasrah tangannya diikat kuat-kuat oleh Sri. Belum puas hanya dengan mengikat kedua tangan Kiko, maka Sri juga mengikat kedua kaki Kiko. Setelah itu Sri masih mengikat leher Kiko dengan tali dan ujung tali yang lain dipegangnya. Kemudian Sri berkata, "Nah, begini kan cara kamu ngikat aku dulu". Lalu diambilnya sebilah kayu yang dulu dipakai Kiko untuk memukul Sri. Sri kemudian memukul Kiko dengan kayu itu. Tidak kuasa menahan rasa sakit, Kiko pun mengaduh kesakitan. Sri malah semakin memperkeras pukulannya sambil berkata, "Lelaki kok cengeng ! Dasar banci !". Setelah itu Sri pun pergi tidur meninggalkan Kiko terikat tangan dan kakinya.
Label:
BDSM
,
bondage
,
crossdresser
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
,
transgender
Kamis, 28 Agustus 2014
Penari Jawa 6
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Rabu, 27 Agustus 2014
sujud
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Selasa, 26 Agustus 2014
Kiko Sujaryanto 2
Ini adalah lanjutan dari kisah sebelumnya. Dimana akhirnya Sri
menerobos masuk ke kamar pada saat suaminya beraksi dengan kain kebaya
kepunyannya dan merekam semuanya. Sri berhasil menumpahkan semua emosi
dan dendamnya. Menjatuhkan suaminya di lantai dan menginjaknya dengan
kaki sebelahnya. Meludah dan membuat senjata suaminya memuntahkan
isinya. Bahkan ia sampai kebablasan memaki suaminya sebagai banci. Cuma
satu hal inilah yang ia sesali, tapi ia berhasil mengerém nafsunya untuk
menggampar dan melakukan kekerasan fisik pada suaminya. Memikirkan
peristiwa itu, timbul kepuasan dalam diri Sri. Sekaligus ia jadi
memegang satu kunci yang dapat dipakai sebagai senjata bila suaminya
sudah keterlaluan kepadanya.
Sementara itu Kiko sendiri menyesali kejadian itu. Betapa bodoh dan gegabahnya dirinya melakukan hal semacam itu tanpa memastikan kepergian isterinya untuk waktu yang lama. Sekarang yang ada hanyalah penyesalan dalam diri Kiko, selain rasa was-was jangan-jangan isterinya nekat menyebar luaskan rekaman itu atau menceritakan kelainan dirinya kepada orang-orang terdekatnya.
Setelah peristiwa itu, Kiko memenuhi permintaan isterinya untuk mencuci pakaian isterinya yang dipakainya meliputi selendang, kebaya, stagen dan kain batik. Pada waktu mencuci pakaian-pakaian itu, isterinya memandangi Kiko dengan tatapan mata sinis dan bibir yang ditarik kebawah mencibir serta kepala yang sedikit dianggukkan ke atas.
Sejak peristiwa itu pula, hubungan mereka jadi dingin dan renggang. Hubungan mereka menjadi sebatas suami isteri formal tanpa berhubungan sexual. Sri sekarang merasa diatas angin. Sementara Kiko kehilangan muka dan menjadi frustasi. Usahanya juga mengalami kemunduran. Sementara usaha isterinya malah mengalami kemajuan. Kiko pun jadi semakin minder dengan keadaan ini.
Sial bagi Kiko, disaat sulit seperti ini justru nafsunya semakin menjadi-jadi. Kegilaannya terhadap kain kebaya tidak bisa direm, tapi malah semakin menggebu-gebu. Tapi sayangnya tidak ada jalan keluarnya. Sekarang ia tidak berani lagi memakai kain kebaya isterinya dirumahnya sendiri sekalipun isterinya sedang pergi. Pikiran Kiko jadi buntu.
Kiko jadi depressi. Ia tidak bisa berkonsentrasi. Setelah pusing memikirkan jalan keluarnya, akhirnya ia berhasil mendapatkan sebuah jalan keluar. Ia bermaksud mengambil sebuah kebaya, selendang, stagen dan kain batik isterinya tanpa sepengetahuan Sri serta membawanya keluar rumah dengan alasan pergi menginap keluar kota. Di luar kota Kiko akan menyewa hotel dan ia akan beraksi di kamar hotel. Setelah memikirkan ide ini , ia pun tersenyum puas.
Tinggallah pelaksanaannya. Pertama-tama, ia harus sembunyi-sembunyi mengambil pakaian isterinya. Ia pun dengan tidak sabar menunggu kesempatan yang tepat yaitu di saat isterinya pergi keluar rumah. Dipandanginya isterinya pergi naik mobil dari halaman depan rumahnya sampai mobil itu menghilang dari pandangannya. Kemudian ia pun dengan panas dingin dan sedikit gemetar membuka lemari pakaian isterinya. Ia sempat berpikir, jangan-jangan lemarinya dikunci. Tapi untunglah ternyata kunci pintu lemari masih menggantung di tempatnya. Ia pun dengan buru-buru mengambil kebaya, selendang, stagen dan kain batik masing-masing sebuah. Tapi secara tidak sengaja tiba-tiba matanya melihat perlengkapan isterinya yang sangat privat yaitu bra. Entah ada setan dari mana tiba-tiba ia pun juga menyambar sebuah bra isterinya. Pikirnya dalam hati, lumayan semakin komplit.
Sesudah isterinya pulang kembali ke rumah, suaminya memberanikan diri untuk mengutarakan kebohongannya. Kiko berkata, "Sri, besok aku mau keluar kota beberapa hari". Isterinya tanpa menoleh menganggukkan kepala. Lega hati Kiko, karena langkah kedua dari rencananya sudah tercapai. Malamnya Kiko jadi sulit tidur, karena membayangkan dirinya bisa memakai lagi pakaian yang bisa membangkitkan hasrat dan gairahnya tanpa perlu kuatir dipergoki isterinya.
Esok harinya tibalah, Kiko pun berangkat keluar kota. Sementara isterinya tingaal di rumah. Ketika Kiko sudah pergi, Sri diam-diam juga rindu untuk memakai kain kebaya lagi. Karena ia berpikir mumpung ada kesempatan dimana suaminya tidak dirumah dan pergi keluar kota untuk beberapa hari. Tidak itu saja ia juga sangat kepingin untuk melihat semua koleksi kain batik dan kebayanya. Maka dibukalah lemari dimana kain batik dan kebayanya disimpan.
Satu hal yang tidak diperhitungkan suaminya adalah bahwa Sri menghitung semua kebaya, selendang, stagen dan kain batik pemberian mertuanya. Maka ketika dihitungnya satu persatu, ia jadi kaget. Karena jumlahnya kurang satu. Baik untuk selendang, stagen, kebaya maupun kain batiknya. Ia pun mengulangi lagi menghitung pakaian-pakaian itu. Ternyata serelah diulang beberapa kali hasilnya tetap sama kurang satu semuanya. Ia pun mulai mecoba mengingat-ingat kebaya warna dan motif apa yang hilang, demikian juga dengan kain batiknya dan selendang serta stagen warna apa yang hilang. Akhirnya sambil melihat kebaya, kain batik, selendang dan stagen satu demi satu diingatlah selendang, stagen, kebaya dan kain batik yang hlang.
Ia lalu mulai berpikir kemungkinan hilangnya. Akhirnya ia sampai pada kesimpulan kalau semua pakaiannya yang hilang dibawa suaminya keluar kota dan suaminya keluar kota untuk melampiaskan nafsu gilanya, karena suaminya takut kalau sampai ketangkap basah lagi dirumah. Sri jadi gregetan, dibukanya sedikit bibirnya dan menyeringai serta ditekannya gigi atasnya ke gigi bawahnya sambil dikepalkannya kedua tangannya. Sri berkata, "Dasar banci ! Awas kalau kamu pulang !".
Sementara itu Kiko telah tiba di kota tempat tujuannya menginap. Ia langsung menuju ke hotel dengan tidak sabar dan setelah memesan kamar, ia pun masuk ke kamarnya. Begitu tiba di kamar, nafsunya bergejolak. Ia bermaksud untuk langsung melampiaskan hawa nafsunya yang sudah sekian lama terpendam. Tapi kemudian durungkannya, karena badannya masih bau dan kotor. Ia kuatir kalau akan membekas di pakaian isterinya. Maka ia terlebih dahulu mandi. Selelah mandi, barulah ia beraksi.
Kiko berkata dalam hati, "Sri, sekarang lihat siapa yang lebih jenius ?". Diambilnya kain batik isterinya, diciumnya sambil menghela nafas panjang, "Nikmaaat !". Setelah itu berulah dibuka lipatannya hingga terbuka penuh. Selanjutnya ia merapatkan kedua kakinya. Tidak terasa senjatanya tau-tau sudah berdiri dan menegang. Ia pun mulai melilitkan kain batik isterinya ke kakinya dengan sangat rapat dan kuat. Selanjutnya ia memakai stagen. Giliran berikutnya ia memakai bra. Satu hal yang baru pertama kali ini ia lakukan. Barulah setelah itu ia memakai kebaya dan menyampirkan selendang dibahunya.
Lalu mulailah Kiko bercermin didepan kaca. Ia memegang-megang dadanya yang memakai bra yang berbusa dan berkawat sehingga nampak menyembul walaupun tidak ada isinya. Ia terangsang dan tersenyum sendiri. Giliran berikutnya ia memegang pantatnya yang terbalut kain batik. Sehingga yang diraba adalah kain batik dengan terkstur yang khas. Kemudian ia meraba senjatanya sendiri. Aduh besar dan perkasanya adikku, katanya dalam hati.
Ia lalu berlenggang-lenggok didepan cermin. Setelah itu ia duduk di depan cermin. Tapi baru sebentar, tiba-tiba crot ! Air maninya sudah muncrat keluar mengenai celana dalam dan kain batik isterinya. Seketika itu juga buyarlah segala fantasi dan kesenangannya serta kenikmatannya. Ia langsung berdiri didepan cermin dan jijik kepada dirinya. Kiko sang lelaki perkasa sekarang menjadi banci. Sialan ! Kenapa aku jadi begini ya. Buru-buru dibukanya semua pakaian isterinya dan ia sekali lagi membersihkan diri di kamar mandi. Ia lalu mencuci kain batik isterinya dengan cepat-cepat untuk menghilangkan air maninya sebelum dibawa ke laundry.
Setelah itu ia rebahan di ranjang sambil berpikir kenapa segalanya berlalu dengan cepat. Kesenangan yang sudah ia rencanakan dengan matang berhari-hari lamanya. Sekarang tau-tau sudah berlalu hanya dalam sekejap. Padahal ia pingin berlama-lama memakai kain kebaya isterinya mumpung diluar kota untuk beberapa hari. Bahkan ia bisa memakainya sampai ia tidur di malam hari dan dilanjutkan esok harinya. Ini semua gara-gara senjataku yang tau-tau sudah menumpahkan isinya dan berahhir sudah semua kesenangan itu. Setelah melewati puncak hawa nafsu, semuanya seperti berubah 180 derajat. Jika sebelumnya kalau bercermin rasanya anggun dan cantik, sekarang rasanya jadi lucu, aneh dan menjijikkan. Apakah sekarang aku mengalami ejakulasi dini ?
Besoknya Kiko mencoba lagi melampiaskan hawa nafsunya. Tapi ia teringat bagaimana bila air maninya tumpah lagi di kain batik isterinya ? Padahal ia sudah mau pulang ke rumah. Akhirnya ia mendapat ide untuk menyelubungi senjatanya itu supaya air maninya tidak tumpah di kain batik isterinya. Maka ia mengulangi lagi memakai pakaian isterinya dan senjatanya sudah mulai menegang ketika kain batik isterinya mulai dililitkan di kakinya. Setelah mengenakan kain kebaya lengkap, ia mulai berlenggang-lenggok lagi. Kali ini ia tidak hanya berlenggang-lenggok didepan cermin saja, tapi ia mencoba berjalan dengan genit lebih jauh lagi jaraknya sambil dipegang-pegangnya senjatanya. Ia pun melenguh di dalam kenikmatan, "ooh, ..oooh...". Setelah itu ia bermaksud beristirahat dengan duduk di kursi, tapi tak lama kemudian senjatanya yang tertekan kembali menumpahkan isinya. Dan itulah akhir dari kenikmatan bagi Kiko.
Ketika esok hari tiba, itulah harinya Kiko harus pulang ke rumah dengan meninggalkan sejuta kenangan manis. Ia pun dengan enggan berkemas. Tapi ia tidak tahu apa yang akan dihadapinya setibanya di rumah.
Tibalah Kiko di rumah, di depan pintu masuk Sri sudah berkacak pinggang. Kiko masih tidak mengira kalau bakal ada musibah yang akan menimpa dirinya. Ia berpikir ini sudah wajar. Karena isterinya akhir-akhir ini memang jadi agak angkuh lantaran berada di atas angin. Sri berkata dengan dingin, "Coba kamu buka kopermu itu dan keluarkan semuanya isinya !". Kiko jadi kaget dan takut. Tamatlah sekarang riwayatnya, karena ia memang membawa pulang semua pakaian isterinya. Ia masih takut untuk membuang semua pakaian isterinya, karena ia tahu bahwa itu adalah milik ibunya sebelum diberikan kepada Sri.
Kiko tidak berkutik, dengan lemas dan perlahan ia membuka penuh kopernya. Tapi semua isinya masih tertumpuk dengan rapi di dalam koper, sehingga yang terlihat hanya yang diatas saja. Sri jadi semakin gregetan, "Sekarang kamu keluarkan semua isinya satu persatu dan taruh di atas lantai !". Sri sekarang sudah tidak pernah lagi memanggil "mas" kepada Kiko.
Kiko jadi semakin takut dan ia semakin perlahan-lahan meletakkan satu persatu barang bawaannya di atas lantai sambil berpikir bagaimana caranya dapat lolos dari perangkap ini. Kiko bermaksud untuk menumpuk kain batik Sri dibawah pakaiannya. Demikian juga dengan selendang, stagen dan kebayanya. Sehingga tetap tidak terlihat walaupun sudah tergeletak di lantai. Akibatnya Sri jadi gusar, diraihnya koper Kiko dan dibalikkannya sehingga semua isinya tertumpah keluar ke lantai. Sri pun mengaduk-aduk semua barang dan pakaian suaminya hingga didapatinya apa yang dicarinya. Stagen, selendang, kebaya dan kain batiknya !. Tapi ia tidak mendapatkan bra kepunyaannya, kerena Kiko telah membuangnya. Diambilnya keempat barang itu dan diunjukkannya tepat kemuka suaminya yang ketakutan.
Ia pun berkata dengan lantang, "Kamu mengambil pakaian-pakaianku tanpa setahuku ya ? Lantas kamu pakai di hotel tempat kamu menginap ! Dasar banci ! Kamu pikir aku tidak tahu semua perbuatanmu ini dan kamu bisa lolos ! ". Kemudian dilemparkannya keempat pakaiannya ke muka suaminya yang masih ketakutan dan bersimpuh di lantai.
Sesudah itu Sri segera masuk ke dalam dan segera keluar lagi dengan membawa celana dalam, bra dan sandal jinjit serta tas tangan kepunyaannya sendiri. Dilemparkannya semuanya itu ke suaminya. Suaminya berusaha menangkap sandal jinjitnya, karena kuatir akan mengenai mukanya. Sri berkata lagi, "Nih, bawa semua barang-barang itu biar lengkap sekalian ! Dan jangan pulang lagi ". Kiko jadi kaku tidak berdaya mendengar perkataan isterinya dan mengalami peristiwa ini. Dan sebentar kemudian ternyata isterinya sudah kembali lagi dari dalam dan membawa kecrékan ( tamborin ) dan seperangkat alat makeup bekasnya. Ia berkata, "Nih, sekalian aku modali buat nyari duit. Tamborin sama kosmetik. Sana, pergi ngamen sambil dandan yang cantik pakai kain kebaya ! Dasar bencong !".
Sementara itu Kiko sendiri menyesali kejadian itu. Betapa bodoh dan gegabahnya dirinya melakukan hal semacam itu tanpa memastikan kepergian isterinya untuk waktu yang lama. Sekarang yang ada hanyalah penyesalan dalam diri Kiko, selain rasa was-was jangan-jangan isterinya nekat menyebar luaskan rekaman itu atau menceritakan kelainan dirinya kepada orang-orang terdekatnya.
Setelah peristiwa itu, Kiko memenuhi permintaan isterinya untuk mencuci pakaian isterinya yang dipakainya meliputi selendang, kebaya, stagen dan kain batik. Pada waktu mencuci pakaian-pakaian itu, isterinya memandangi Kiko dengan tatapan mata sinis dan bibir yang ditarik kebawah mencibir serta kepala yang sedikit dianggukkan ke atas.
Sejak peristiwa itu pula, hubungan mereka jadi dingin dan renggang. Hubungan mereka menjadi sebatas suami isteri formal tanpa berhubungan sexual. Sri sekarang merasa diatas angin. Sementara Kiko kehilangan muka dan menjadi frustasi. Usahanya juga mengalami kemunduran. Sementara usaha isterinya malah mengalami kemajuan. Kiko pun jadi semakin minder dengan keadaan ini.
Sial bagi Kiko, disaat sulit seperti ini justru nafsunya semakin menjadi-jadi. Kegilaannya terhadap kain kebaya tidak bisa direm, tapi malah semakin menggebu-gebu. Tapi sayangnya tidak ada jalan keluarnya. Sekarang ia tidak berani lagi memakai kain kebaya isterinya dirumahnya sendiri sekalipun isterinya sedang pergi. Pikiran Kiko jadi buntu.
Kiko jadi depressi. Ia tidak bisa berkonsentrasi. Setelah pusing memikirkan jalan keluarnya, akhirnya ia berhasil mendapatkan sebuah jalan keluar. Ia bermaksud mengambil sebuah kebaya, selendang, stagen dan kain batik isterinya tanpa sepengetahuan Sri serta membawanya keluar rumah dengan alasan pergi menginap keluar kota. Di luar kota Kiko akan menyewa hotel dan ia akan beraksi di kamar hotel. Setelah memikirkan ide ini , ia pun tersenyum puas.
Tinggallah pelaksanaannya. Pertama-tama, ia harus sembunyi-sembunyi mengambil pakaian isterinya. Ia pun dengan tidak sabar menunggu kesempatan yang tepat yaitu di saat isterinya pergi keluar rumah. Dipandanginya isterinya pergi naik mobil dari halaman depan rumahnya sampai mobil itu menghilang dari pandangannya. Kemudian ia pun dengan panas dingin dan sedikit gemetar membuka lemari pakaian isterinya. Ia sempat berpikir, jangan-jangan lemarinya dikunci. Tapi untunglah ternyata kunci pintu lemari masih menggantung di tempatnya. Ia pun dengan buru-buru mengambil kebaya, selendang, stagen dan kain batik masing-masing sebuah. Tapi secara tidak sengaja tiba-tiba matanya melihat perlengkapan isterinya yang sangat privat yaitu bra. Entah ada setan dari mana tiba-tiba ia pun juga menyambar sebuah bra isterinya. Pikirnya dalam hati, lumayan semakin komplit.
Sesudah isterinya pulang kembali ke rumah, suaminya memberanikan diri untuk mengutarakan kebohongannya. Kiko berkata, "Sri, besok aku mau keluar kota beberapa hari". Isterinya tanpa menoleh menganggukkan kepala. Lega hati Kiko, karena langkah kedua dari rencananya sudah tercapai. Malamnya Kiko jadi sulit tidur, karena membayangkan dirinya bisa memakai lagi pakaian yang bisa membangkitkan hasrat dan gairahnya tanpa perlu kuatir dipergoki isterinya.
Esok harinya tibalah, Kiko pun berangkat keluar kota. Sementara isterinya tingaal di rumah. Ketika Kiko sudah pergi, Sri diam-diam juga rindu untuk memakai kain kebaya lagi. Karena ia berpikir mumpung ada kesempatan dimana suaminya tidak dirumah dan pergi keluar kota untuk beberapa hari. Tidak itu saja ia juga sangat kepingin untuk melihat semua koleksi kain batik dan kebayanya. Maka dibukalah lemari dimana kain batik dan kebayanya disimpan.
Satu hal yang tidak diperhitungkan suaminya adalah bahwa Sri menghitung semua kebaya, selendang, stagen dan kain batik pemberian mertuanya. Maka ketika dihitungnya satu persatu, ia jadi kaget. Karena jumlahnya kurang satu. Baik untuk selendang, stagen, kebaya maupun kain batiknya. Ia pun mengulangi lagi menghitung pakaian-pakaian itu. Ternyata serelah diulang beberapa kali hasilnya tetap sama kurang satu semuanya. Ia pun mulai mecoba mengingat-ingat kebaya warna dan motif apa yang hilang, demikian juga dengan kain batiknya dan selendang serta stagen warna apa yang hilang. Akhirnya sambil melihat kebaya, kain batik, selendang dan stagen satu demi satu diingatlah selendang, stagen, kebaya dan kain batik yang hlang.
Ia lalu mulai berpikir kemungkinan hilangnya. Akhirnya ia sampai pada kesimpulan kalau semua pakaiannya yang hilang dibawa suaminya keluar kota dan suaminya keluar kota untuk melampiaskan nafsu gilanya, karena suaminya takut kalau sampai ketangkap basah lagi dirumah. Sri jadi gregetan, dibukanya sedikit bibirnya dan menyeringai serta ditekannya gigi atasnya ke gigi bawahnya sambil dikepalkannya kedua tangannya. Sri berkata, "Dasar banci ! Awas kalau kamu pulang !".
Sementara itu Kiko telah tiba di kota tempat tujuannya menginap. Ia langsung menuju ke hotel dengan tidak sabar dan setelah memesan kamar, ia pun masuk ke kamarnya. Begitu tiba di kamar, nafsunya bergejolak. Ia bermaksud untuk langsung melampiaskan hawa nafsunya yang sudah sekian lama terpendam. Tapi kemudian durungkannya, karena badannya masih bau dan kotor. Ia kuatir kalau akan membekas di pakaian isterinya. Maka ia terlebih dahulu mandi. Selelah mandi, barulah ia beraksi.
Kiko berkata dalam hati, "Sri, sekarang lihat siapa yang lebih jenius ?". Diambilnya kain batik isterinya, diciumnya sambil menghela nafas panjang, "Nikmaaat !". Setelah itu berulah dibuka lipatannya hingga terbuka penuh. Selanjutnya ia merapatkan kedua kakinya. Tidak terasa senjatanya tau-tau sudah berdiri dan menegang. Ia pun mulai melilitkan kain batik isterinya ke kakinya dengan sangat rapat dan kuat. Selanjutnya ia memakai stagen. Giliran berikutnya ia memakai bra. Satu hal yang baru pertama kali ini ia lakukan. Barulah setelah itu ia memakai kebaya dan menyampirkan selendang dibahunya.
Lalu mulailah Kiko bercermin didepan kaca. Ia memegang-megang dadanya yang memakai bra yang berbusa dan berkawat sehingga nampak menyembul walaupun tidak ada isinya. Ia terangsang dan tersenyum sendiri. Giliran berikutnya ia memegang pantatnya yang terbalut kain batik. Sehingga yang diraba adalah kain batik dengan terkstur yang khas. Kemudian ia meraba senjatanya sendiri. Aduh besar dan perkasanya adikku, katanya dalam hati.
Ia lalu berlenggang-lenggok didepan cermin. Setelah itu ia duduk di depan cermin. Tapi baru sebentar, tiba-tiba crot ! Air maninya sudah muncrat keluar mengenai celana dalam dan kain batik isterinya. Seketika itu juga buyarlah segala fantasi dan kesenangannya serta kenikmatannya. Ia langsung berdiri didepan cermin dan jijik kepada dirinya. Kiko sang lelaki perkasa sekarang menjadi banci. Sialan ! Kenapa aku jadi begini ya. Buru-buru dibukanya semua pakaian isterinya dan ia sekali lagi membersihkan diri di kamar mandi. Ia lalu mencuci kain batik isterinya dengan cepat-cepat untuk menghilangkan air maninya sebelum dibawa ke laundry.
Setelah itu ia rebahan di ranjang sambil berpikir kenapa segalanya berlalu dengan cepat. Kesenangan yang sudah ia rencanakan dengan matang berhari-hari lamanya. Sekarang tau-tau sudah berlalu hanya dalam sekejap. Padahal ia pingin berlama-lama memakai kain kebaya isterinya mumpung diluar kota untuk beberapa hari. Bahkan ia bisa memakainya sampai ia tidur di malam hari dan dilanjutkan esok harinya. Ini semua gara-gara senjataku yang tau-tau sudah menumpahkan isinya dan berahhir sudah semua kesenangan itu. Setelah melewati puncak hawa nafsu, semuanya seperti berubah 180 derajat. Jika sebelumnya kalau bercermin rasanya anggun dan cantik, sekarang rasanya jadi lucu, aneh dan menjijikkan. Apakah sekarang aku mengalami ejakulasi dini ?
Besoknya Kiko mencoba lagi melampiaskan hawa nafsunya. Tapi ia teringat bagaimana bila air maninya tumpah lagi di kain batik isterinya ? Padahal ia sudah mau pulang ke rumah. Akhirnya ia mendapat ide untuk menyelubungi senjatanya itu supaya air maninya tidak tumpah di kain batik isterinya. Maka ia mengulangi lagi memakai pakaian isterinya dan senjatanya sudah mulai menegang ketika kain batik isterinya mulai dililitkan di kakinya. Setelah mengenakan kain kebaya lengkap, ia mulai berlenggang-lenggok lagi. Kali ini ia tidak hanya berlenggang-lenggok didepan cermin saja, tapi ia mencoba berjalan dengan genit lebih jauh lagi jaraknya sambil dipegang-pegangnya senjatanya. Ia pun melenguh di dalam kenikmatan, "ooh, ..oooh...". Setelah itu ia bermaksud beristirahat dengan duduk di kursi, tapi tak lama kemudian senjatanya yang tertekan kembali menumpahkan isinya. Dan itulah akhir dari kenikmatan bagi Kiko.
Ketika esok hari tiba, itulah harinya Kiko harus pulang ke rumah dengan meninggalkan sejuta kenangan manis. Ia pun dengan enggan berkemas. Tapi ia tidak tahu apa yang akan dihadapinya setibanya di rumah.
Tibalah Kiko di rumah, di depan pintu masuk Sri sudah berkacak pinggang. Kiko masih tidak mengira kalau bakal ada musibah yang akan menimpa dirinya. Ia berpikir ini sudah wajar. Karena isterinya akhir-akhir ini memang jadi agak angkuh lantaran berada di atas angin. Sri berkata dengan dingin, "Coba kamu buka kopermu itu dan keluarkan semuanya isinya !". Kiko jadi kaget dan takut. Tamatlah sekarang riwayatnya, karena ia memang membawa pulang semua pakaian isterinya. Ia masih takut untuk membuang semua pakaian isterinya, karena ia tahu bahwa itu adalah milik ibunya sebelum diberikan kepada Sri.
Kiko tidak berkutik, dengan lemas dan perlahan ia membuka penuh kopernya. Tapi semua isinya masih tertumpuk dengan rapi di dalam koper, sehingga yang terlihat hanya yang diatas saja. Sri jadi semakin gregetan, "Sekarang kamu keluarkan semua isinya satu persatu dan taruh di atas lantai !". Sri sekarang sudah tidak pernah lagi memanggil "mas" kepada Kiko.
Kiko jadi semakin takut dan ia semakin perlahan-lahan meletakkan satu persatu barang bawaannya di atas lantai sambil berpikir bagaimana caranya dapat lolos dari perangkap ini. Kiko bermaksud untuk menumpuk kain batik Sri dibawah pakaiannya. Demikian juga dengan selendang, stagen dan kebayanya. Sehingga tetap tidak terlihat walaupun sudah tergeletak di lantai. Akibatnya Sri jadi gusar, diraihnya koper Kiko dan dibalikkannya sehingga semua isinya tertumpah keluar ke lantai. Sri pun mengaduk-aduk semua barang dan pakaian suaminya hingga didapatinya apa yang dicarinya. Stagen, selendang, kebaya dan kain batiknya !. Tapi ia tidak mendapatkan bra kepunyaannya, kerena Kiko telah membuangnya. Diambilnya keempat barang itu dan diunjukkannya tepat kemuka suaminya yang ketakutan.
Ia pun berkata dengan lantang, "Kamu mengambil pakaian-pakaianku tanpa setahuku ya ? Lantas kamu pakai di hotel tempat kamu menginap ! Dasar banci ! Kamu pikir aku tidak tahu semua perbuatanmu ini dan kamu bisa lolos ! ". Kemudian dilemparkannya keempat pakaiannya ke muka suaminya yang masih ketakutan dan bersimpuh di lantai.
Sesudah itu Sri segera masuk ke dalam dan segera keluar lagi dengan membawa celana dalam, bra dan sandal jinjit serta tas tangan kepunyaannya sendiri. Dilemparkannya semuanya itu ke suaminya. Suaminya berusaha menangkap sandal jinjitnya, karena kuatir akan mengenai mukanya. Sri berkata lagi, "Nih, bawa semua barang-barang itu biar lengkap sekalian ! Dan jangan pulang lagi ". Kiko jadi kaku tidak berdaya mendengar perkataan isterinya dan mengalami peristiwa ini. Dan sebentar kemudian ternyata isterinya sudah kembali lagi dari dalam dan membawa kecrékan ( tamborin ) dan seperangkat alat makeup bekasnya. Ia berkata, "Nih, sekalian aku modali buat nyari duit. Tamborin sama kosmetik. Sana, pergi ngamen sambil dandan yang cantik pakai kain kebaya ! Dasar bencong !".
Label:
BDSM
,
bondage
,
crossdresser
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
,
transgender
Minggu, 24 Agustus 2014
Kiko Sujaryanto
Ini adalah lanjutan dari kisah "Derita seorang ibu 2" yang berakhir
dengan keteguhan hati Sri menolak permintaan suaminya, Kiko Sujaryanto
untuk memakai kain kebaya,
Suami Sri sekarang jadi frustasi dan putus asa. Nafsunya terhadap Sri sekarang sudah memudar. Ia sekarang sudah tidak bisa memuaskan hawa nafsunya dan juga tidak bisa memuaskan isterinya di ranjang. Diam-diam tanpa sepengetahuan Sri, ia mulai rajin melihat-lihat foto-foto wanita cantik berkain kebaya dan dirinya mulai terangsang lagi. Ia berpikir, sial juga dirinya sekarang. Karena isterinya sekarang tidak mau lagi memakai pakaian yang bisa membangkitkan gairahnya. Kemudian foto-foto itu diraba-rabanya. Mulai dari payudara, pinggul hingga kain wiron wanita di foto itu. Ia berpikir bagaimana perasaan wanita-wanita yang memakai pakaian seketat kain kebaya itu.
Ketika isterinya pergi, ia mulai memberanikan diri membuka lemari pakaian dimana kain batik dan kebaya Sri tersimpan. Dipandanginya dan diraba-rabanya pakaian itu. Setelah memandang kebaya dan merabanya, ia lalu beralih ke kain batik. Dipandangi dan diraba-rabanya kain batik Sri. Tidak cuma itu, tapi dibaui dan diciumi juga kain batik itu sambil menghela nafas panjang. Setelah itu buru-buru ditutupnya pintu lemari itu, seolah-olah kuatir kalau isterinya memergokinya. Kejadian ini terjadi berulang-ulang dan Kiko jadi kecanduan.
Rupanya kecanduan itu semakin meningkat. Setelah beberapa kali Kiko hanya sekedar memandang-mandang, meraba dan mencium pakaian isterinya, Kiko lalu mulai memberanikan diri mengambil kebaya dengan hangernya dan mematut-matut kebaya itu ke badannya. Baru kemudian mengembalikannya ke tempat semula. Setelah itu giliran kain batik isterinya. Kiko membuka lipatannya beberapa kali, tapi tidak sampai terbuka penuh dan mematut-matutkannya ke kakinya. Setelah itu ia kembali melipat kain batik itu dan mengembalikannya ke tempat semula. Kiko pun semakin nekat. Ia melakukan hal itu juga ketika isterinya masih dirumah, karena menurut pemikirannya isterinya masih sibuk momong bayi mereka.
Sial bagi Kiko. Kesekian keli ia beraksi mematut-matut kebaya Sri di badannya, isterinya memergoki. Maka Sri bertanya, "Mas, kamu kangen ya sama kebayaku ?". Kiko gelagapan, tidak dapat menjawab dan langsung ngeloyor pergi. Sesudah kejadian itu, Kiko jadi lebih berhati-hati melampiaskan kecanduannya. Tapi tidak lama kemudian ia malah semakin sering melakukannya. Hingga suatu saat ia kembali tertangkap basah oleh Sri ketika sedang menempelkan dan mematut-matut kain batik yang terbuka sebagian dikakinya. Isterinya spontan berkata, "Mas, kok kamu pakai kain ? Kamu mau pakai pakaian adat Jawa ya ? Apa mau ada acara khusus ?". Kiko kembali tidak menjawab dan hanya melipat kembali kain batik itu sebelum ngeloyor pergi. Sesudah itu sekali lagi Kiko tertangkap basah oleh Sri ketika sedang mematut-matut kebaya di badannya. Sri pun berkata, "Mas, spa-apaan kamu ini ? Kemarin nyoba kain batik, sekerang ngepas kebaya". Tapi kali ini Kiko rupanya sudah menyiapkan jawaban, hingga ia bisa langsung menjawab, "Sri, aku rindu melihat kamu pakai kain kebaya. Ayo dong pakai sekarang !". Katanya sambil memegang bahu Sri dengan kedua tangannya. Isterinya menolak, "Mas, kamu kan tau sendiri. Aku kan sedang repot momong anak kita !". Kiko pun diam tidak bisa membantah.
Sesudah peristiwa itu Sri jadi berpikir kalau rupanya suaminya masih sangat menginginkannya memakai kain kebaya. Ia bingung. Mau menuruti keinginan suaminya dan memang sebetulnya ia juga rindu dimanja, tapi ia sendiri repot. Belum lagi resikonya diperlakukan dengan brutal oleh suaminya. Akhirnya ia tetap pada pendiriannya untuk menolak keinginan suaminya. Tapi ia juga penasaran dengan tindak-tanduk suaminya yang mematut-matut kebaya dan kain batiknya. Maka ia berencana untuk menangkap basah suaminya.
Tibalah saatnya bagi Sri untuk menangkap basah suaminya. Sri berpura-pura pergi keluar rumah, tapi sebentar kemudian ia kembali dan mengintip melalui lubang kunci. Kiko semakin lama semakin nekat. Ia tidak hanya mematut-matut kebaya dan kain batik isterinya secara terpisah, tapi ia mematutnya secara bersamaan. Kiko memegang kebaya dengan satu tangan ke badannya dan tangan lainnya memegang kain batik ke kakinya. Isterinya yang melihat ini jadi bingung dan setengah jijik. Tapi peristiwa itu dipendamnya dalam hati seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dan oleh karena penasaran, maka Sri berencana untuk tetap meneruskan rancananya menangkap basah suaminya ketika sedang beraksi.
Di lain pihak rupanya kegilaan Kiko semakin meningkat. Ia sekarang tidak lagi hanya mengepas kain batik di depan kakinya tanpa melilitkannya di kaki, tapi ia membukanya hingga penuh dan melilitkannya kekakinya. Demikian juga dengan kebayanya, tidak hanya di tempel di badannya. Tapi ia memakainya di badannya. Sesudah itu berputar di depan cermin dan berlenggang lenggok sedikit sebelum melepaskan dan mengembalikannya ke dalam lemari. Isterinya yang mengintip dari lubang kunci serta merta jadi heran sekaligus jijik. Ia hendak menerobos masuk ke dalam kamarnya, tapi ditahannya.
Berkecamuklah pikiran Sri. Mengapa suaminya sekarang bisa jadi begini ? Suami yang dulu waktu pacaran dan sesudah menikah dengannya 100 % normal dan jantan serta bisa memuaskan dirinya. Bahkan bisa berlaku brutal terhadap dirinya, sekarang dalam waktu yang relatif singkat mendadak bisa seperti banci ? Menyukai pakaian wanita. Apakah ini merupakan kompensasi lantaran suaminya tidak mendapatkan apa yang dikehendakinya yaitu isterinya berpakaian kain kebaya ? Sehingga suaminya memakai kain kebaya sendiri.
Berhari-hari Sri memikirkan semuanya ini. Mau bercerita dan konsultasi pada orang tuanya, mertuanya, teman atau psikolog dan psikiater, tapi semuanya itu diurungkannya. Akhirnya malah timbul ide gila dalam pikirannya. Mengesampingkan kekecewaan dan kejijikan pada suaminya, Sri berniat akan membalas perlakuan brutal suaminya. Maka ia menyiapkan handycam dan ia akan menerobos masuk ke dalam kamar begitu mendapati suaminya memakai kain kebaya miliknya serta akan merekamnya. Ia pun tersenyum puas. Bahkan berkata, " Rasakan nanti pembalasanku. Wahai suamiku tercinta !"
Tak perlu waktu lama bagi Sri untuk merealisasikan semuanya ini. Hari itu Kiko kembali beraksi. Ia terlebih dulu melepaskan semua pakaiannya hingga tinggal celana dalamnya. Di saat itu Sri sudah mulai ada dibelakang pintu dan mengintip sekaligus merekam begitu mendapati suaminya berlaku aneh membuka pakaiannya sendiri. Dan memang betul apa yang kemudian dipakai bukannya pakaiannya sendiri yang lain. Tapi kebaya dan kain batik isterinya. Ia mulai mengambil kain batik dan membuka seutuhnya,. kemudian melilitkannya ke kakinya. Sesudah itu yang tidak diduga oleh isterinya, ternyata suaminya juga memakai stagennya. Baru kemudian memakai kebayanya. Semuanya ini direkam oleh Sri melalui lubang pintu. Ternyata sesudah itu suaminya juga menyampirkan selendang ke bahunya. Barulah kemudian Kiko berkaca didepan cermin sambil bergaya berlenggang lenggok. Disaat itulah Sri menerobos masuk dengan handycam ditangan.
Sri kemudian berkata kebanci-bancian, "Halo, cyn. Kamu sekarang cantik déh". Wajah suaminya jadi merah padam. Ia terbelalak kaget dan tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya mematung. Maka Sri menarik selendang di kedua ujungnya hingga memaksa suaminya bergerak maju karena selendang yang dilehernya ditarik Sri. Diciumnya suaminya dengan angkuh. Handycamnya diletakkan diatas lemari pada posisi setinggi mata hingga masih bisa terus merekam. Kemudian tangan Sri yang satunya memegang senjata suaminya. Katanya, "Éh, masih juga berdiri ya ? Syukurlah kalo gitu". Kemudian didorongnya suaminya hingga suaminya jatuh rebah di lantai. Sri kemudian berdiri dengan kaki sebelah di atas dada suaminya. Tangannya berkacak pinggang. Bibirnya nyinyir menghina suaminya, lalu ia meludah ke samping. Sri kemudian berkata, "Mas, mas ! Laki-laKI KOk SUka JARikan sama kebaYAaN TO ? Persis sama namamu, Kiko Sujaryanto. Klop sudah !". Kaki Sri bergerak dari dada Kiko ke bawah sampai selangkangan Kiko hingga mengenai senjatanya, lalu ditekannya senjata Kiko kuat-kuat dengan kakinya. Ternyata dalam kaadaan ini nafsu Kiko memuncak hingga air maninya keluar. Sri mengetahuinya dan berkata, "Ngompol di kain batikku ya ? Awas kamu ! Kamu harus nyuci pakaianku yang kamu pakai sampai bersih !". Ia pun mengumpat, "Dasar, banci !". Tapi sesudah itu ia merasa kalau kata-katanya kebablasan.
Sementara Kiko sendiri masih tegang dan tidak bisa berbuat apa-apa. Pikirannya berkecamuk. Harga diri dan kesombongannya runtuh. Ia yang biasanya selalu menguasai isterinya, sekarang dikuasai dan diinjak-injak isterinya. Apa yang akan diperbuatnya sekarang ? Bangkit berdiri dan mengancam isterinya untuk mempertahankan harga diri dan kesombongannya ? Ia ragu, karena isterinya telah berulang kali dikasarinya dan tidak menunjukkan ketakutan kepadanya. Jangan-jangan isterinya malah akan menyebar luaskan kelainan dirinya kepada setiap orang yang dikenalnya.
Suami Sri sekarang jadi frustasi dan putus asa. Nafsunya terhadap Sri sekarang sudah memudar. Ia sekarang sudah tidak bisa memuaskan hawa nafsunya dan juga tidak bisa memuaskan isterinya di ranjang. Diam-diam tanpa sepengetahuan Sri, ia mulai rajin melihat-lihat foto-foto wanita cantik berkain kebaya dan dirinya mulai terangsang lagi. Ia berpikir, sial juga dirinya sekarang. Karena isterinya sekarang tidak mau lagi memakai pakaian yang bisa membangkitkan gairahnya. Kemudian foto-foto itu diraba-rabanya. Mulai dari payudara, pinggul hingga kain wiron wanita di foto itu. Ia berpikir bagaimana perasaan wanita-wanita yang memakai pakaian seketat kain kebaya itu.
Ketika isterinya pergi, ia mulai memberanikan diri membuka lemari pakaian dimana kain batik dan kebaya Sri tersimpan. Dipandanginya dan diraba-rabanya pakaian itu. Setelah memandang kebaya dan merabanya, ia lalu beralih ke kain batik. Dipandangi dan diraba-rabanya kain batik Sri. Tidak cuma itu, tapi dibaui dan diciumi juga kain batik itu sambil menghela nafas panjang. Setelah itu buru-buru ditutupnya pintu lemari itu, seolah-olah kuatir kalau isterinya memergokinya. Kejadian ini terjadi berulang-ulang dan Kiko jadi kecanduan.
Rupanya kecanduan itu semakin meningkat. Setelah beberapa kali Kiko hanya sekedar memandang-mandang, meraba dan mencium pakaian isterinya, Kiko lalu mulai memberanikan diri mengambil kebaya dengan hangernya dan mematut-matut kebaya itu ke badannya. Baru kemudian mengembalikannya ke tempat semula. Setelah itu giliran kain batik isterinya. Kiko membuka lipatannya beberapa kali, tapi tidak sampai terbuka penuh dan mematut-matutkannya ke kakinya. Setelah itu ia kembali melipat kain batik itu dan mengembalikannya ke tempat semula. Kiko pun semakin nekat. Ia melakukan hal itu juga ketika isterinya masih dirumah, karena menurut pemikirannya isterinya masih sibuk momong bayi mereka.
Sial bagi Kiko. Kesekian keli ia beraksi mematut-matut kebaya Sri di badannya, isterinya memergoki. Maka Sri bertanya, "Mas, kamu kangen ya sama kebayaku ?". Kiko gelagapan, tidak dapat menjawab dan langsung ngeloyor pergi. Sesudah kejadian itu, Kiko jadi lebih berhati-hati melampiaskan kecanduannya. Tapi tidak lama kemudian ia malah semakin sering melakukannya. Hingga suatu saat ia kembali tertangkap basah oleh Sri ketika sedang menempelkan dan mematut-matut kain batik yang terbuka sebagian dikakinya. Isterinya spontan berkata, "Mas, kok kamu pakai kain ? Kamu mau pakai pakaian adat Jawa ya ? Apa mau ada acara khusus ?". Kiko kembali tidak menjawab dan hanya melipat kembali kain batik itu sebelum ngeloyor pergi. Sesudah itu sekali lagi Kiko tertangkap basah oleh Sri ketika sedang mematut-matut kebaya di badannya. Sri pun berkata, "Mas, spa-apaan kamu ini ? Kemarin nyoba kain batik, sekerang ngepas kebaya". Tapi kali ini Kiko rupanya sudah menyiapkan jawaban, hingga ia bisa langsung menjawab, "Sri, aku rindu melihat kamu pakai kain kebaya. Ayo dong pakai sekarang !". Katanya sambil memegang bahu Sri dengan kedua tangannya. Isterinya menolak, "Mas, kamu kan tau sendiri. Aku kan sedang repot momong anak kita !". Kiko pun diam tidak bisa membantah.
Sesudah peristiwa itu Sri jadi berpikir kalau rupanya suaminya masih sangat menginginkannya memakai kain kebaya. Ia bingung. Mau menuruti keinginan suaminya dan memang sebetulnya ia juga rindu dimanja, tapi ia sendiri repot. Belum lagi resikonya diperlakukan dengan brutal oleh suaminya. Akhirnya ia tetap pada pendiriannya untuk menolak keinginan suaminya. Tapi ia juga penasaran dengan tindak-tanduk suaminya yang mematut-matut kebaya dan kain batiknya. Maka ia berencana untuk menangkap basah suaminya.
Tibalah saatnya bagi Sri untuk menangkap basah suaminya. Sri berpura-pura pergi keluar rumah, tapi sebentar kemudian ia kembali dan mengintip melalui lubang kunci. Kiko semakin lama semakin nekat. Ia tidak hanya mematut-matut kebaya dan kain batik isterinya secara terpisah, tapi ia mematutnya secara bersamaan. Kiko memegang kebaya dengan satu tangan ke badannya dan tangan lainnya memegang kain batik ke kakinya. Isterinya yang melihat ini jadi bingung dan setengah jijik. Tapi peristiwa itu dipendamnya dalam hati seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dan oleh karena penasaran, maka Sri berencana untuk tetap meneruskan rancananya menangkap basah suaminya ketika sedang beraksi.
Di lain pihak rupanya kegilaan Kiko semakin meningkat. Ia sekarang tidak lagi hanya mengepas kain batik di depan kakinya tanpa melilitkannya di kaki, tapi ia membukanya hingga penuh dan melilitkannya kekakinya. Demikian juga dengan kebayanya, tidak hanya di tempel di badannya. Tapi ia memakainya di badannya. Sesudah itu berputar di depan cermin dan berlenggang lenggok sedikit sebelum melepaskan dan mengembalikannya ke dalam lemari. Isterinya yang mengintip dari lubang kunci serta merta jadi heran sekaligus jijik. Ia hendak menerobos masuk ke dalam kamarnya, tapi ditahannya.
Berkecamuklah pikiran Sri. Mengapa suaminya sekarang bisa jadi begini ? Suami yang dulu waktu pacaran dan sesudah menikah dengannya 100 % normal dan jantan serta bisa memuaskan dirinya. Bahkan bisa berlaku brutal terhadap dirinya, sekarang dalam waktu yang relatif singkat mendadak bisa seperti banci ? Menyukai pakaian wanita. Apakah ini merupakan kompensasi lantaran suaminya tidak mendapatkan apa yang dikehendakinya yaitu isterinya berpakaian kain kebaya ? Sehingga suaminya memakai kain kebaya sendiri.
Berhari-hari Sri memikirkan semuanya ini. Mau bercerita dan konsultasi pada orang tuanya, mertuanya, teman atau psikolog dan psikiater, tapi semuanya itu diurungkannya. Akhirnya malah timbul ide gila dalam pikirannya. Mengesampingkan kekecewaan dan kejijikan pada suaminya, Sri berniat akan membalas perlakuan brutal suaminya. Maka ia menyiapkan handycam dan ia akan menerobos masuk ke dalam kamar begitu mendapati suaminya memakai kain kebaya miliknya serta akan merekamnya. Ia pun tersenyum puas. Bahkan berkata, " Rasakan nanti pembalasanku. Wahai suamiku tercinta !"
Tak perlu waktu lama bagi Sri untuk merealisasikan semuanya ini. Hari itu Kiko kembali beraksi. Ia terlebih dulu melepaskan semua pakaiannya hingga tinggal celana dalamnya. Di saat itu Sri sudah mulai ada dibelakang pintu dan mengintip sekaligus merekam begitu mendapati suaminya berlaku aneh membuka pakaiannya sendiri. Dan memang betul apa yang kemudian dipakai bukannya pakaiannya sendiri yang lain. Tapi kebaya dan kain batik isterinya. Ia mulai mengambil kain batik dan membuka seutuhnya,. kemudian melilitkannya ke kakinya. Sesudah itu yang tidak diduga oleh isterinya, ternyata suaminya juga memakai stagennya. Baru kemudian memakai kebayanya. Semuanya ini direkam oleh Sri melalui lubang pintu. Ternyata sesudah itu suaminya juga menyampirkan selendang ke bahunya. Barulah kemudian Kiko berkaca didepan cermin sambil bergaya berlenggang lenggok. Disaat itulah Sri menerobos masuk dengan handycam ditangan.
Sri kemudian berkata kebanci-bancian, "Halo, cyn. Kamu sekarang cantik déh". Wajah suaminya jadi merah padam. Ia terbelalak kaget dan tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya mematung. Maka Sri menarik selendang di kedua ujungnya hingga memaksa suaminya bergerak maju karena selendang yang dilehernya ditarik Sri. Diciumnya suaminya dengan angkuh. Handycamnya diletakkan diatas lemari pada posisi setinggi mata hingga masih bisa terus merekam. Kemudian tangan Sri yang satunya memegang senjata suaminya. Katanya, "Éh, masih juga berdiri ya ? Syukurlah kalo gitu". Kemudian didorongnya suaminya hingga suaminya jatuh rebah di lantai. Sri kemudian berdiri dengan kaki sebelah di atas dada suaminya. Tangannya berkacak pinggang. Bibirnya nyinyir menghina suaminya, lalu ia meludah ke samping. Sri kemudian berkata, "Mas, mas ! Laki-laKI KOk SUka JARikan sama kebaYAaN TO ? Persis sama namamu, Kiko Sujaryanto. Klop sudah !". Kaki Sri bergerak dari dada Kiko ke bawah sampai selangkangan Kiko hingga mengenai senjatanya, lalu ditekannya senjata Kiko kuat-kuat dengan kakinya. Ternyata dalam kaadaan ini nafsu Kiko memuncak hingga air maninya keluar. Sri mengetahuinya dan berkata, "Ngompol di kain batikku ya ? Awas kamu ! Kamu harus nyuci pakaianku yang kamu pakai sampai bersih !". Ia pun mengumpat, "Dasar, banci !". Tapi sesudah itu ia merasa kalau kata-katanya kebablasan.
Sementara Kiko sendiri masih tegang dan tidak bisa berbuat apa-apa. Pikirannya berkecamuk. Harga diri dan kesombongannya runtuh. Ia yang biasanya selalu menguasai isterinya, sekarang dikuasai dan diinjak-injak isterinya. Apa yang akan diperbuatnya sekarang ? Bangkit berdiri dan mengancam isterinya untuk mempertahankan harga diri dan kesombongannya ? Ia ragu, karena isterinya telah berulang kali dikasarinya dan tidak menunjukkan ketakutan kepadanya. Jangan-jangan isterinya malah akan menyebar luaskan kelainan dirinya kepada setiap orang yang dikenalnya.
Label:
BDSM
,
bondage
,
crossdresser
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Jumat, 22 Agustus 2014
FASHION SHOW WARIA MADIUN
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
,
ladyboy
,
shemale
,
waria
Kamis, 21 Agustus 2014
lesbi ngambek
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Selasa, 19 Agustus 2014
Pejuang-pejuang wanita
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Senin, 18 Agustus 2014
a sub and her master
Label:
BDSM
,
bondage
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
Derita seorang ibu 2
Ini adalah lanjutan kisah "Derita seorang ibu".
Dimana pada akhir cerita terdahulu Sri tertelungkup di lantai dalam
keadaan tangan dan kaki terikat serta menangis sambil memohon-mohon
kepada suaminya untuk melepaskannya. Sang suami, Kiko Sujaryanto tidak
menggubris permintaan isterinya, tapi malah terus mengambil video
isterinya hingga Sri akhrnya kecapaian dan berhenti menangis serta
memohon.
Kemudian Kiko menghampirinya dan membimbingnya duduk di kursi. Tapi Kiko tidak juga bersegera melepaskan ikatan tangan dan kaki isterinya. Ia malah mendekap isterinya dan menciuminya sambil berkata lirih, "Makanya jadi isteri harus nurut sama suami. Sekarang engkau tidak berdaya bukan ? Tangan dan kakimu terikat. Sri, dalam keadaan seperti ini aku malah semakin terangsang dan semakin sayang sama kamu !". Kemudian ia mendudukkan isterinya kepangkuannya dan senjatanya mulai menegang dan membesar. Setelah itu ia membuka celananya dan memuntahkan air maninya ke tubuh isterinya. Masih belum habis, Kiko memasukkan senjatanya ke mulut Sri.
Setelah selesai permainan itu barulah Kiko membuka ikatan tangan dan kaki Sri. Malam harinya ketika menjelang tidur, pikiran Sri jadi bergolak. Karena perlakuan suaminya yang agresif dan brutal terhadap dirinya. Ia jadi takut begaimana dengan hari-hari selanjutnya karena ia masih harus memakai kain kebaya. Pakaian yang tidak saja membuat suaminya jadi tergila-gila kepadanya, tapi juga agresif dan brutal terhadapnya. Pikiran Sri jadi kalut. Ia memang senang terhadap perlakuan suaminya yang semakin tergila-gila dan agresif kepadanya, tapi tidak dengan kebrutalan suaminya terhadap dirinya.
Sejak itulah Sri seperti terjebak di antara dua perasaan. Senang dan bahagia melawan takut serta ngeri terhadap kebrutalan suaminya. Pikirannya jadi bingung dan terombang-amgbing. Galau. Ia mengakui kalau ia memang kelihatan lebih cantik, anggun dan sexy dengan pakaian kain kebaya semacam itu. Sekalipun ia harus terkekang dalam setiap gerak langkahnya, tapi ia bisa menerima semuanya itu. Yang ia tidak bisa terima adalah perlakuan brutal suaminya.
Hari-hari berlalu dimana Sri harus menjalani semuanya ini. Momong bayi sambil berkain kebaya. Sementara suaminya tergila-gila padanya dan memperlakukannya dengan manja. Sampai pada perlakuan brutal suaminya apabila hasrat suaminya sudah tidak bisa dibendung lagi. Perlakuan suaminya inilah yang membuatnya bingung dan tidak mengerti. Karena apabila hasrat suaminya masih belum memuncak, maka suaminya akan berlaku sangat manis kepadanya dengan merayu-rayunya, memangku, membopong, menciuminya. Tapi apabila hasrat suaminya sudah memuncak, maka dengan tanpa ampun suaminya itu akan berlaku brutal kepadanya. Mulai dengan mengikat tangan dan kakinya serta kekerasan-kekerasan fisik akan diterimanya.
Di dalam keterbatasan waktu yang ada, Sri berusaha mencari tahu dan akhirnya mendapati kalau apa yang dilakukan suaminya kepada dirinya adalah semacam kelainan perilaku sexual yang disebut BDSM. Sri jadi maklum dan malah sedikit menaruh iba kepada suaminya. Ia jadi pasrah dan bisa menerima perlakuan suaminya itu. Apalagi keharusan memakai kain kebaya oleh mertuanya hanya berlaku selama 40 hari setelah melahirkan. Sejak saat itu, setiap kali suaminya berlaku brutal dengan mengikat dirinya Sri hanya diam tidak berontak. Tapi ia tetap tidak bisa menahan diri untuk menjerit kesakitan sampai menangis, bila suaminya mulai melakukan kekerasan fisik terhadap dirinya.
Disamping itu ia juga membaca artikel-artikel yang berhubungan dengan ibu yang melahirkan. Dalam artikel-artikel itu biasanya tertulis, betapa berat beban yang harus ditanggung seorang ibu. Betapa menderitanya seorang ibu yang melahirkan. Mulai dari hamil, melahirkan dan momong bayi sampai pada perwwatan tubuh pasca melahirkan. Ternyata memang betul juga apa yang dikatakan mertuanya yaitu keharusan untuk memakai kain dan stagen supaya bentuk badan bisa pulih dan kembali singset seperti semula. Disamping tentu saja minum jamu dan perawatan dari luar seperti tapel, pilis serta parem. Ia sekarang jadi maklum kepada mertuanya. Tapi di dalam semua artikel-artikel yang ia baca, ia berpikir sayangnya tidak ada satupun artikel yang menerangkan risiko tambahan yang dapat timbul sehubungan dengan keharusan memakai kain dan stagen. Risiko itu berupa kemungkinan seorang isteri dibully oleh sang suami, karena suami yang maniak terhadap suatu pakaian yaitu kain kebaya yang dapat menimbulkan kesan erotis.Ia lalu kepikiran untuk menulis di internet dalam bentuk komentar di artikel-artikel semacam itu, risiko yang baru saja dialaminya. Supaya para wanita atau ibu-ibu yang lain waspada terhadap kemungkinan risiko semacam itu.
Ketika tiba harinya Sri sudah bebas untuk tidak memakai kain kebaya. Maka senang dan legalah hati Sri. Walaupun dalam hatinya ada juga sedikit rasa kehilangan. Rasa kehilangan akan perlakuan suaminya yang selalu memanjakan dan memuji-muji kecantikannya. Di lain pihak ia juga merasa lega, karena ia akan terbebas dari perlakuan brutal suaminya. Sementara suaminya sendiri kecewa dengan keadaan ini.
Pada hari itu juga pakaian-pakaian Sri yang disita oleh mertuanya dikembalikan kepada Sri dengan utuh. Selain itu sang mertua malah menghibahkan beberapa lembar kain batik, kebaya dan selendang kepada Sri. Sri hanya diam saja. Ia tidak bisa menolak. Hatinya bingung, pikirnya ini seperti buah simalakama. Kalau diterima akan menimbulkan kesempatan bagi suaminya untuk kembali berlaku brutal. Tapi bila ditolak, ia sendiri juga suka akan pakaian kain kebaya.
Akhirnya pakaian-pakaian itu hanya tersimpan saja didalam lemari pakaian. Beberapa kali suaminya menanyakan kenapa ia tidak memakai kain kebaya lagi, Sri menjawab besok kapan-kapan saja. Sesudah itu suaminya meminta dengan setengah mendesak kepada Sri untuk memakainya, tapi Sri tetap menolak. Pikirnya ini seperti kotak pandora. Sekali dibuka, isinya akan menyebar kemana-mana dan mendatangkan mala petaka lagi bagi dirinya. Melihat isterinya yang tetap teguh dan menolak permintaannya, sang suami merayu-rayunya. Tapi rupanya ketakutan Sri terhadap perlakuan brutal suaminya ternyata lebih besar daripada manisnya rayuan suaminya.
Kemudian Kiko menghampirinya dan membimbingnya duduk di kursi. Tapi Kiko tidak juga bersegera melepaskan ikatan tangan dan kaki isterinya. Ia malah mendekap isterinya dan menciuminya sambil berkata lirih, "Makanya jadi isteri harus nurut sama suami. Sekarang engkau tidak berdaya bukan ? Tangan dan kakimu terikat. Sri, dalam keadaan seperti ini aku malah semakin terangsang dan semakin sayang sama kamu !". Kemudian ia mendudukkan isterinya kepangkuannya dan senjatanya mulai menegang dan membesar. Setelah itu ia membuka celananya dan memuntahkan air maninya ke tubuh isterinya. Masih belum habis, Kiko memasukkan senjatanya ke mulut Sri.
Setelah selesai permainan itu barulah Kiko membuka ikatan tangan dan kaki Sri. Malam harinya ketika menjelang tidur, pikiran Sri jadi bergolak. Karena perlakuan suaminya yang agresif dan brutal terhadap dirinya. Ia jadi takut begaimana dengan hari-hari selanjutnya karena ia masih harus memakai kain kebaya. Pakaian yang tidak saja membuat suaminya jadi tergila-gila kepadanya, tapi juga agresif dan brutal terhadapnya. Pikiran Sri jadi kalut. Ia memang senang terhadap perlakuan suaminya yang semakin tergila-gila dan agresif kepadanya, tapi tidak dengan kebrutalan suaminya terhadap dirinya.
Sejak itulah Sri seperti terjebak di antara dua perasaan. Senang dan bahagia melawan takut serta ngeri terhadap kebrutalan suaminya. Pikirannya jadi bingung dan terombang-amgbing. Galau. Ia mengakui kalau ia memang kelihatan lebih cantik, anggun dan sexy dengan pakaian kain kebaya semacam itu. Sekalipun ia harus terkekang dalam setiap gerak langkahnya, tapi ia bisa menerima semuanya itu. Yang ia tidak bisa terima adalah perlakuan brutal suaminya.
Hari-hari berlalu dimana Sri harus menjalani semuanya ini. Momong bayi sambil berkain kebaya. Sementara suaminya tergila-gila padanya dan memperlakukannya dengan manja. Sampai pada perlakuan brutal suaminya apabila hasrat suaminya sudah tidak bisa dibendung lagi. Perlakuan suaminya inilah yang membuatnya bingung dan tidak mengerti. Karena apabila hasrat suaminya masih belum memuncak, maka suaminya akan berlaku sangat manis kepadanya dengan merayu-rayunya, memangku, membopong, menciuminya. Tapi apabila hasrat suaminya sudah memuncak, maka dengan tanpa ampun suaminya itu akan berlaku brutal kepadanya. Mulai dengan mengikat tangan dan kakinya serta kekerasan-kekerasan fisik akan diterimanya.
Di dalam keterbatasan waktu yang ada, Sri berusaha mencari tahu dan akhirnya mendapati kalau apa yang dilakukan suaminya kepada dirinya adalah semacam kelainan perilaku sexual yang disebut BDSM. Sri jadi maklum dan malah sedikit menaruh iba kepada suaminya. Ia jadi pasrah dan bisa menerima perlakuan suaminya itu. Apalagi keharusan memakai kain kebaya oleh mertuanya hanya berlaku selama 40 hari setelah melahirkan. Sejak saat itu, setiap kali suaminya berlaku brutal dengan mengikat dirinya Sri hanya diam tidak berontak. Tapi ia tetap tidak bisa menahan diri untuk menjerit kesakitan sampai menangis, bila suaminya mulai melakukan kekerasan fisik terhadap dirinya.
Disamping itu ia juga membaca artikel-artikel yang berhubungan dengan ibu yang melahirkan. Dalam artikel-artikel itu biasanya tertulis, betapa berat beban yang harus ditanggung seorang ibu. Betapa menderitanya seorang ibu yang melahirkan. Mulai dari hamil, melahirkan dan momong bayi sampai pada perwwatan tubuh pasca melahirkan. Ternyata memang betul juga apa yang dikatakan mertuanya yaitu keharusan untuk memakai kain dan stagen supaya bentuk badan bisa pulih dan kembali singset seperti semula. Disamping tentu saja minum jamu dan perawatan dari luar seperti tapel, pilis serta parem. Ia sekarang jadi maklum kepada mertuanya. Tapi di dalam semua artikel-artikel yang ia baca, ia berpikir sayangnya tidak ada satupun artikel yang menerangkan risiko tambahan yang dapat timbul sehubungan dengan keharusan memakai kain dan stagen. Risiko itu berupa kemungkinan seorang isteri dibully oleh sang suami, karena suami yang maniak terhadap suatu pakaian yaitu kain kebaya yang dapat menimbulkan kesan erotis.Ia lalu kepikiran untuk menulis di internet dalam bentuk komentar di artikel-artikel semacam itu, risiko yang baru saja dialaminya. Supaya para wanita atau ibu-ibu yang lain waspada terhadap kemungkinan risiko semacam itu.
Ketika tiba harinya Sri sudah bebas untuk tidak memakai kain kebaya. Maka senang dan legalah hati Sri. Walaupun dalam hatinya ada juga sedikit rasa kehilangan. Rasa kehilangan akan perlakuan suaminya yang selalu memanjakan dan memuji-muji kecantikannya. Di lain pihak ia juga merasa lega, karena ia akan terbebas dari perlakuan brutal suaminya. Sementara suaminya sendiri kecewa dengan keadaan ini.
Pada hari itu juga pakaian-pakaian Sri yang disita oleh mertuanya dikembalikan kepada Sri dengan utuh. Selain itu sang mertua malah menghibahkan beberapa lembar kain batik, kebaya dan selendang kepada Sri. Sri hanya diam saja. Ia tidak bisa menolak. Hatinya bingung, pikirnya ini seperti buah simalakama. Kalau diterima akan menimbulkan kesempatan bagi suaminya untuk kembali berlaku brutal. Tapi bila ditolak, ia sendiri juga suka akan pakaian kain kebaya.
Akhirnya pakaian-pakaian itu hanya tersimpan saja didalam lemari pakaian. Beberapa kali suaminya menanyakan kenapa ia tidak memakai kain kebaya lagi, Sri menjawab besok kapan-kapan saja. Sesudah itu suaminya meminta dengan setengah mendesak kepada Sri untuk memakainya, tapi Sri tetap menolak. Pikirnya ini seperti kotak pandora. Sekali dibuka, isinya akan menyebar kemana-mana dan mendatangkan mala petaka lagi bagi dirinya. Melihat isterinya yang tetap teguh dan menolak permintaannya, sang suami merayu-rayunya. Tapi rupanya ketakutan Sri terhadap perlakuan brutal suaminya ternyata lebih besar daripada manisnya rayuan suaminya.
Label:
BDSM
,
bondage
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
Minggu, 17 Agustus 2014
Derita seorang ibu
Ini adalah kisah tentang sepasang suami isteri muda. Mereka berdua saling mencintai satu sama lain. Yang wanita cantik jelita dan tubuhnya sangat aduhai. begitu juga dengan sang pria. Wajahnya tampan bisa membuat wanita tergila-gila. Mereka baru saja menikah dan tinggal di sebuah kota kecil di Jawa. Nama si wanita itu Sujari Sisri.
Tak berapa lama sang isteri pun hamil, tentu saja sang suami sangat bahagia. Setelah 9 bulan, sang isteri pun akhirnya melahirkan seorang anak. Mereka berdua bahagianya bukan main. Apalagi proses melahirkannya terhitung normal dan lancar.
Sesudah melahirkan, ternyata mertua wanita sang isteri atau ibunda dari sang suami sangat perhatian tidak saja terhadap cucunya, tetapi juga terhadap menantunya. Ia sangat perhatian bukan saja terhadap kesehatan menantunya, tapi juga bentuk tubuh menantunya sesudah melahirkan. Karena ada banyak wanita setelah melahirkan, tubuhnya menjadi bedah melar dan tidak bisa kembali singset seperti semula sebelum melahirkan. Maka ia mendesak menantunya untuk rutin minum jamu, memakai parem, tapel dan pilis. Tidak itu saja tapi yang paling aneh dan meyusahkan menantunya adalah ia harus memakai kain batik (jarik) dan stagen selama 40 hari dengan maksud untuk menghindari jongkok.
Kalimat terakhir sang mertua terasa sangat menjengkelkannya. Karena ia sangat tidak suka memakai kain jarik. Bahkan waktu pernikahannya pun ia tidak memakai kain batik yang masih asli lembaran sebagai bawahannya. Tapi ia memakai kain batik yang sudah berupa rok longgar sebagai bawahannya. Untungnya ia tidak memiliki satu lembar jarik batik pun, hingga ia bisa berdalih kalau ia tidak punya kain jarik walaupun cuma satu lembar. Hatinya jadi cukup tenang dan dalam pikirannya pasti sang mertua akan menyerah dan tidak akan memaksanya memakai kain jarik.
Tapi sebentar kemudian setelah sang mertua berdiam sejenak dan berpkir, akhirnya sang mertua menjawab. Dan apa jawaban dari sang mertua ? Terasa khiamatlah dunia ini bagi sang menantu begitu mendengar jawaban sang mertua. Ternyata mertuanya mempunyai persediaan kain batik yang cukup banyak lengkap dengan stagen serta kebayanya. Dan yang paling fatal bagi sang menantu adalah sang mertua akan meminjamkan semuanya kepadanya. Sehingga sang menantu tidak perlu repot-repot membeli pakaian dan perlengkapan seperti itu.
Dalam hatinya sang menantu sangat gregetan terhadap mertuanya. Tapi ia tidak bisa membantah perkataan mertuanya, karena hormat selain tentu saja rikuh. Maka ia mengiyakan perkataan mertuanya itu. Selanjutnya sang mertua segera mengambil barang-barang itu dari rumahnya.
Di hari pertama sang mertua memakaikan sendiri kain batik dan stagen itu ke tubuh sang menantu. Ia memakaikannya dengan sangat rapat, hingga secara tak sadar sang menantu mengeluh. Walaupun cuma pelan, tapi sang mertua mendengar keluhan itu. Maka ia berkata, "Sri, kamu tidak usah mengeluh. Memang susah pakai jarik sama stagen apalagi kalau belum biasa. Tapi ini semua kan demi kamu sendiri. Supaya tubuhmu bisa kembali singset seperti semula. Kamu tidak mau kan kalau tubuhmu bedah setelah melahirkan dan tidak bisa kembali singset lagi ? Makanya kamu yang nurut saja. Belajar pakai jarik sehari-hari. Sekalian nguri-uri busana tradisional Jawa dan ngadi salira ngadi busono". Sesudah itu ia memakaikan kebaya kepada sang menantu.
Maka mulailah kesusahan sang menantu. Ia dalam hati mengeluh, "Duh, susahnya pakai jarik. Kalau jalan kesrimpet-srimpet". Dan ia mulai belajar jalan dengan hati-hati. Sang mertua yang melihat menantunya kesulitan berjalan dengan memakai jarik bertanya, "Sri, apa kamu tidak pernah pakai jarik sama sekali dalam hidupmu ?". Sang menantu menggeleng. Mertuanya bertanya lagi, " waktu kamu wisuda dulu ?". Sang menantu ( selanjutnya kita sebut saja Sri ) menjawab, "saya pakai jarik yang sudah dijahit jadi rok dan tidak sesempit ini bawahnya". Sang mertua pun mengangguk-angguk dan berkata, "oh, pantesan. Ya sudah, kalau begitu kamu belajar membiasakan diri sehari-hari memakai jarik . Jalannya pelan-pelan saja. Langkahnya kecil-kecil. Lihat segi positifnya, nanti kamu kan jadi kelihatan lebih anggun. Lebih njawani. Suamimu pasti lebih senang". Sambil dicubitnya Sri.
Sesudah itu Sri bercermin, dilihatnya dirinya dalam balutan kain kebaya. Rambutnya yang panjang diikat ke belakang. Dalam hati ia berkata, "Ah, payah. Aku jadi kelihatan seperti ibu-ibu ndeso. Ya nasib." Sesudah itu ia berputar ke kiri dan ke kanan serta diperhatikannya tubuhnya. Dalam hati ia berkata, "Tapi memang iya sih, lekuk tubuhku jadi kelihatan jelas. Payudara, pinggang, pinggul. Sexy. Apa suamiku jadi lebih senang ya kalau aku berpakaian seperti ini ?".
Dan itulah hari pertama penderitaan Sri. Momong bayinya sambil memakai jarik, belum lagi nyuci pakaian anaknya. Suaminya yang melihat hal ini jadi lebih sering mengamatinya. Sri sendiri tidak memperhatikan hal itu. Ia juga tidak memperhatikan ketika suaminya berada didekatnya, suaminya seperti mengendus-endus atau membaui sesuatu dari bagian bawah tubuhnya.
Malam harinya ketika mau tidur, Sri bermaksud hendak mengganti pakaiannya dengan daster. Supaya ia bisa lebih leluasa bergerak. Tapi ibu mertuanya melarangnya dengan berkata, "Kamu jangan ganti pakaianmu dengan daster. Nanti waktu tidur kamu tidak sadar terus posisi kakimu jongkok. Biar saja jarik sama kebayanya dipakai terus. Kamu jangan curi-curi kesempatan ya mumpung tidak dilihat mertua." Kemudian dipanggilnya anaknya dan disuruhnya mengawasi Sri supaya tidak mangganti pakaian kain kebayanya dengan pakaian selain kain kebaya. Sri pun mengeluh dalam hati , "Sialan. Mau tidur masih juga terus disuruh pakai jarik".
Besok paginya Sri sudah bangun dan mandi. Sesudah itu ia dengan terpaksa memakai jarik lain lagi. Ia memakainya dengan asal-asalan hingga jadinya seperti rok yang melebar dibagian bawahnya. Kebetulan mertuanya melihatnya, maka ia segera berkata kepada Sri, "Sri, kamu makai jariknya jangan kayak gitu ! Itu sama saja dengan pakai rok. Kamu makainya harus singset, meruncing ke bawah biar bentuk tubuhmu bisa kembali singset lagi. Kalau kamu masih belum bisa, biar ibu yang memakaikan. Jarik sama stagennya sekarang kamu lepas lagi dulu saja. Nanti ibu bantu memakaikan".
Sri menggerutu dalam hati, "Sial betul, sudah dituruti pakai jarik sama stagen masih belum betul juga. Dasar ! Rewel banget sih". Kemudian dilepasnya stagen sama jarik itu. Dan sang mertua kemudian memakaikannya kembali ke tubuh Sri sambil mengajarinya cara memakai jarik supaya bisa meruncing di bawah. Tapi Sri tidak mau mendengarkannya. Dalam hatinya ia berkata, "Masa bodoh. Kalau gitu biar mertuaku saja yang memakaikan jarik itu ke aku tiap pagi. Sekalian biar tambah kerjaan."
Sepanjang hari itu suaminya semakin sering mengamat-amatinya. Sri yang jadi merasa aneh diperhatikan secara berlebihan oleh suaminya kemudian bertanya, "Ada apa sih ? kok kamu ngeliati aku sampai kayak gitu. Oh, pasti lantaran aku pakai jarik sama kebaya ya ? Gimana ? Aku kayak ibu-ibu ndeso ya ?". Sempat dilihatnya suaminya mengendus-endus bagian bawah tubuhnya. Suaminya jadi malu sendiri dan cuma bisa tersenyum simpul sebelum melengos dan pergi ke ruang lain. Tapi Sri sempat bertanya, "Kamu kok sering membaui aku seperti anjing mengendus-endus ?". Suaminya sambil ngeloyor pergi berkata, "Bau harum batik yang kamu pakai itu enak sekali". Itulah hari kedua Sri menjalani keharusan untuk memakai jarik oleh mertuanya. Sri pun sempat berpikir bagaimana kalau ia berterus terang bahwa ia tidak mau memakai jarik. Tapi keinginan itu hanya tinggal keinginan yang ada dalam pikirannya. Karena ia sendiri ragu-ragu dan tidak berani untuk mengutarakannya kepada mertuanya. Begitulah sepanjang hari ia harus bersabar dalam penderitaannya hingga pergi tidur di malam hari.
Keesokan harinya kembali Sri memakai jarik dengan asal-asalan dengan hasil sama seperti kemarin, kedodoran. Dan tak lama kemudian mertuanya datang serta melihat. Maka ia berkata, "Sri, kok kamu makainya jarik masih sama seperti kemarin ? Apa kamu masih tidak bisa juga makai sendiri ? Kan ibu kemarin sudah memberitahu kamu caranya makai jarik biar bisa singset. Kamu ini gimana sih". Sri pun jadi tersinggung dan merasa tertekan oleh perkataan mertuanya sekalipun mertuanya tidak berkata dengan nada tinggi atau marah kepadanya. Serta merta dilepasnya kebaya, stagen dan jariknya. Karena ia tahu kalau mertuanya akan memakaikannya. Dan memang betul mertuanya memakaikannya ulang sambil panjang lebar menguraikan cara untuk memakai jarik supaya bisa singset dan meruncing ke bawah. Di akhirnya sang mertua berkata, "Nah, begitulah caranya. Kaki dirapatkan terus jarik diputar sambil ditarik biar nggak kedodoran. Besok sudah bisa makai sendiri kan ?". Sri hanya diam.
Hari itu dilalui Sri dengan pikiran tentang mertuanya yang terus memaksanya memakai jarik dan keinginannya untuk membantah keinginan mertuanya serta suaminya yang bertambah sering melirik dan memperhatikannya. Ia pun berpikir jangan-jangan suamiku semakin tertarik kepadaku lantaran aku memakai pakaian yang aneh ini yang membuat lekuk tubuhku semakin terlihat jelas.
Keesokan harinya kembali Sri berusaha memakai jarik dengan cara yang seperti dikatakan mertuanya. Hasilnya tetap saja masih kedodoran. Diulang beberapa kali, hasilnya tetap saja sama. Ia pun marah dan jarik itu dibuka serta dilempar ke lantai. Ia menggerutu dalam hati, "Jarik sialan ! Dipakai ditarik-tarik tetap saja nggak bisa singset. Masa bodoh. Peduli amat.". Kemudian ia malah memakai tank top dan bawahan hot pant.
Tak lama kemudian mertuanya datang. Maka meledaklah kemarahan sang mertua demi melihat Sri tidak memakai jarik tapi malah memakai celana pendek dan singlet. "Sri, kamu itu gimana sih ? Sudah dibilangi jangan pakai celana nanti bentuk tubuhmu bisa-bisa tidak bisa kembali singset malah pakai celana pendek ! Ayo lepas. Biar ibu yang makaikan kamu jarik kalau kamu masih tidak bisa". Sri pun jadi keder, mau mengutarakan kalau ia tidak mau pakai jarik jadi takut. Maka ia terpaksa mematuhi perkataan mertuanya. Kembali lagi sang mertua memakaikan jarik kepada menantunya. Entah karena masih marah atau emosi, maka sang mertua kali ini memakaikan jariknya lebih ketat lagi. Itulah yang dirasakan Sri. Kaki Sri yang biasanya disuruh merapat, kali ini disuruh bersilang dan hasilnya jarik jadi lebih rapat dan singset. Sri pun semakin kesulitan berjalan.
Sesudah selesai, sang mertua memerintahkan suami Sri untuk mengemasi semua pakaian Sri selain daleman, jarik dan kebaya. Pakaian-pakaian itu kemudian dimasukkan ke dalam koper-koper dan dibawa pergi oleh mertuanya. Sang mertua sebelumnya terlebih dahulu berkata, "Sri, semua pakaian kamu selain jarik dan kebaya ibu ambil. Besok kalau sudah waktunya ibu kembalikan lagi.". Sri pun melongo melihat pakaian-pakaian kesayangannya disita oleh mertuanya. Tapi ia tidak berani protes. Ia berkata dalam hati, "Melayang sudah kesempatanku untuk curi-curi kesempatan memakai pakaian itu. Nasibku punya mertua kolot yang sok ngatur.".
Setelah mertuanya pergi, suaminya melihat Sri cemberut. Maka dihiburnyalah Sri. Sambil memeluk Sri, suaminya berkata, "Sri, Sri. Ini memang sudah jadi nasibmu. Harus jarikan terus tiap hari. Persis seperti nama kamu, Sujari Sisri. SUsahnya JARIkan SIngset keSRImpet-srimpet.". Kemudian suaminya tertawa-tawa kecil dan diciuminya Sri. Sementara Sri hanya bisa tersenyum kecut dan dicubitnya suaminya. Suaminya memanasi Sri, "Bu, jangan nyubit-nyubit to, bapak sakit ini". Katanya bergaya seperti seorang bapak dalam drama. Sri pun jadi semakin gemes dan dipukulinya suaminya dengan manja. Sang suami bukannya lari menjauh, tapi malah didekapnya Sri dengan sangat erat dan diciuminya sambil berkata, "Tau nggak ? Kamu keliatan berbeda lho kalau pakai kain kebaya seperti ini. Kamu jadi kayak ibu-ibu desa. Tapi lebih cantik dan anggun serta dewasa.". Sri jadi kaget. Sekarang taulah sebabnya kenapa hari-bari belakangan suaminya semakin sering melirik dan memperhatikannya.
Sepanjang hari itu hati Sri dalam keadaan bingung. Ia baru saja mengalami dimarahi mertuanya dan semua pakaiannya disita sehingga tidak bisa tidak ia harus memakai kain kebaya yang tidak ia sukai. Tapi disisi lain ternyata suaminya jadi semakin senang dan tergila-gila kepadanya lantaran ia memakai kain kebaya.
Keesokan harinya seperti biasa sang mertua datang untuk memakaikan jarik. Tapi hari itu mertuanya mendapati kalau Sri juga sudah mulai berusaha untuk ikut memahami cara memakai jarik dengan rapi dan singset. Sri mencoba-coba sendiri memakai jarik itu sementara sang mertua memperhatikan dan membenarkan kalau salah. Maka senanglah hati sang mertua. Diciumnya Sri sambil berkata, "Nah, gitu. Usaha terus, jangan menyerah !". Kebetulan suaminya berada didekat mereka. Tiba-tiba suaminya ikut nimbrung katanya, "Bu, besok Sri disuruh pakai jarik yang ada wirunya saja, bu ! Biar tambah keliatan cantik. Terus pakai selendang sama disanggul !". Sri pun kaget mendengar perkataan suaminya. Ia memelototkan matanya dan mengacungkan tinjunya kepada suaminya sementara mertuanya sedang berpaling kepada suaminya. Mertuanya berkata, "Nah, betul kan Sri ? Suamimu paling senang lihat wanita pakai kain kebaya. Makanya yang rajin pakai kain kebaya. Besok belajar sanggulan sama mewiru kain ya.".
Hari itu ada perubahan dalam pikiran Sri. Pikirannya sekarang jadi lebih senang. Ternyata pengorbanannya dalam bersusah payah berkain kebaya terbayar impas dengan suaminya yang semakin tergila-gila padanya. Tidak sia-sia ia kesulitan berjalan dengan kesrimpet-srimpet atau terpaksa berlari-lari kecil dengan telapak kaki yang sedikit jinjit bila terpaksa terburu-buru melangkah. Ia juga heran dengan suaminya yang agresif dan menggebu-gebu terhadap dirinya. Suaminya yang biasanya lemah lembut dan sopan. Tapi ia menyukai keadaan ini.
Ia sempat bercermin sambil dipegang-pegangnya dan ditariknya ujung kebaya ke bawah dengan maksud merapikannya. Kemudian ia berputar sambil terus merapikan kebayanya. Dalam keadaan membelakangi cermin ia sempat menoleh ke cermin dan merapikan bagian belakang kebaya serta memegang-megang pantatnya yang menyembul. Kemudian ia kembali menghadap ke cermin. Ia tersenyum sendiri dan berbisik, "Ala mak, sexynya aku !". Ia berpikir, "Beruntung juga aku. Dapat pinjaman kebaya masih bagus dan cukup halus. Begitu juga dengan kain batiknya masih bagus dan halus.".
Kemudian diambilnya sebuah majalah wanita dan dibukanya halaman yang berisi foto besar seorang wanita cantik memakai kain wiron dan kebaya lengkap dengan sanggul, selendang serta sandal jinjit. Ia pun mulai membandingkan dirinya dengan foto wanita itu. Tentu saja ada perbedaan pokok yang cukup mencolok. Pertama, rambutnya hanya diikat ke belakang, sedangkan foto wanita itu bersanggul. Kedua, ia tidak memakai selendang, sementara foto wanita itu berselendang. Ketiga, kain batiknya tidak diwiru, sementara wanita yang ada di foto itu memakai kain wiron dengan wiru yang sangat rapi dan indah. Terakhir. ia tidak memakai sandal jinjit dengan hak yang cukup tinggi. Ia jadi minder sendiri, ternyata dirinya masih kalah jauh bila dibandingkan dengan wanita yang ada di foto itu. Walaupun sama-sama memakai kain kebaya. Tapi tak lama kemudian ia bisa menenangkan hatinya sendiri dan berkata dalam hati. Besok aku pun juga akan memakai sanggul. Bahuku besok akan disampiri selendang kayak kamu juga. Sambil ditudingnya foto wanita itu. Wiron kamu yang indah, besok aku pun juga punya yang sama seperti wiron kamu. Sambil dipegang-pegangnya ujung luar jariknya. Sekarang memang ujung jarikku masih polos tanpa wiru kayak orang udik, kalau kena angin apa jalan tidak bisa membuka menutup kayak kipas. Tapi besok aku juga akan pakai kain wiron kayak kamu, Kemudian ia menantang foto wanita itu dengan berkacak pinggang sambil berkata lirih, "Ayo besok kita buktikan siapa yang lebih cantik ?". Dan sejak saat itu ia jadi tidak sabar menunggu hari berganti.
Hari yang ditunggu-tunggu Sri pun tiba. Tidak seperti biasanya, hari itu ia tidak sabar dan sangat antusias menunggu mertuanya datang. Sebentar kemudian sang mertua pun datang. Beruntung bagi Sri, karena sang mertua tidak menganggap sepi permintaan anaknya dan memenuhi permintaan anaknya dengan membawakan kain batik yang sudah diwiru, sanggul dan selendang. Mata Sri pun jadi berbinar-binar. Kebetulan sang mertua melihatnya, maka ia berkata, "Sri, kamu sudah tidak sabar ya memakai kain wiron dan sanggul ?". Sri hanya bisa diam, karena malu. Mukanya sempat memerah. Kemudian sang mertua mulai ritual rutin memakaikan kain wiron kepada menantunya. Setelah berpakaian lengkap, terakhir sang mertua menyanggul rambut Sri dan sebagai ekstranya sang mertua merias wajah Sri.
Setelah selesai, Sri mematut-matut didepan cermin. Sementara mertuanya meringkasi peralatan make up di dekatnya . Dipandanginya dirinya mulai dari kepala sampai kaki. Majalah yang kemarin masih ada disitu dan terbuka di halaman yang ada fotonya wanita berkain kebaya. Sri kemudian memegang-megang sanggulnya dan berkata dalam hati, "Nah, sekarang aku pun juga punya sanggul yang indah. Mantap dan besar. Tidak seperti sanggul kamu yang agak kecil, tanggung". Katanya kepada wanita yang ada di foto. Kamudian tangannya meraba selendangnya. "Aku juga punya selendang kayak kamu". Terakhir dipegang-pegangnya wiru kainnya dan dibuka sedikit lalu dilepaskan hingga membuka dan menutup dengan indahnya. "Nih, kainku juga ada wirunya !". Lalu dihitungnya wirunya, ternyata ada 13. Pertanda bahwa tubuhnya cukup langsing. Maka ia berkata dalam hati, "Nih wiruku ada 13. Banyak kan ? Tanda kalau langsing. Wirumu berapa ?". Mertuanya yang melihat itu dari jauh tersenyum senang.
Sesudah itu sang mertua memanggil anaknya. Sang suami begitu melihat Sri berdandan lengkap dengan pakaian adat Jawa terperangah melongo hingga ibunya mengagetkannya, "Héh !, kok kamu ngeliat isterimu sampai ndomblong kayak gitu." Suaminya jadi tersadar dan malu, kemudian berkata, "Sri sangat cantik, gandes luwes, singset ! Persis puteri Solo. ". Mertuanya kemudian berpaling kepada Sri sambil berkata, "Nah, betul kan ? Kamu jadi tambah cantik kalau pakai kain kebaya.". Sri jadi malu dan memerah wajahnya. Kemudian ditinggalkannya mereka berdua.
Tak berapa lama sang isteri pun hamil, tentu saja sang suami sangat bahagia. Setelah 9 bulan, sang isteri pun akhirnya melahirkan seorang anak. Mereka berdua bahagianya bukan main. Apalagi proses melahirkannya terhitung normal dan lancar.
Sesudah melahirkan, ternyata mertua wanita sang isteri atau ibunda dari sang suami sangat perhatian tidak saja terhadap cucunya, tetapi juga terhadap menantunya. Ia sangat perhatian bukan saja terhadap kesehatan menantunya, tapi juga bentuk tubuh menantunya sesudah melahirkan. Karena ada banyak wanita setelah melahirkan, tubuhnya menjadi bedah melar dan tidak bisa kembali singset seperti semula sebelum melahirkan. Maka ia mendesak menantunya untuk rutin minum jamu, memakai parem, tapel dan pilis. Tidak itu saja tapi yang paling aneh dan meyusahkan menantunya adalah ia harus memakai kain batik (jarik) dan stagen selama 40 hari dengan maksud untuk menghindari jongkok.
Kalimat terakhir sang mertua terasa sangat menjengkelkannya. Karena ia sangat tidak suka memakai kain jarik. Bahkan waktu pernikahannya pun ia tidak memakai kain batik yang masih asli lembaran sebagai bawahannya. Tapi ia memakai kain batik yang sudah berupa rok longgar sebagai bawahannya. Untungnya ia tidak memiliki satu lembar jarik batik pun, hingga ia bisa berdalih kalau ia tidak punya kain jarik walaupun cuma satu lembar. Hatinya jadi cukup tenang dan dalam pikirannya pasti sang mertua akan menyerah dan tidak akan memaksanya memakai kain jarik.
Tapi sebentar kemudian setelah sang mertua berdiam sejenak dan berpkir, akhirnya sang mertua menjawab. Dan apa jawaban dari sang mertua ? Terasa khiamatlah dunia ini bagi sang menantu begitu mendengar jawaban sang mertua. Ternyata mertuanya mempunyai persediaan kain batik yang cukup banyak lengkap dengan stagen serta kebayanya. Dan yang paling fatal bagi sang menantu adalah sang mertua akan meminjamkan semuanya kepadanya. Sehingga sang menantu tidak perlu repot-repot membeli pakaian dan perlengkapan seperti itu.
Dalam hatinya sang menantu sangat gregetan terhadap mertuanya. Tapi ia tidak bisa membantah perkataan mertuanya, karena hormat selain tentu saja rikuh. Maka ia mengiyakan perkataan mertuanya itu. Selanjutnya sang mertua segera mengambil barang-barang itu dari rumahnya.
Di hari pertama sang mertua memakaikan sendiri kain batik dan stagen itu ke tubuh sang menantu. Ia memakaikannya dengan sangat rapat, hingga secara tak sadar sang menantu mengeluh. Walaupun cuma pelan, tapi sang mertua mendengar keluhan itu. Maka ia berkata, "Sri, kamu tidak usah mengeluh. Memang susah pakai jarik sama stagen apalagi kalau belum biasa. Tapi ini semua kan demi kamu sendiri. Supaya tubuhmu bisa kembali singset seperti semula. Kamu tidak mau kan kalau tubuhmu bedah setelah melahirkan dan tidak bisa kembali singset lagi ? Makanya kamu yang nurut saja. Belajar pakai jarik sehari-hari. Sekalian nguri-uri busana tradisional Jawa dan ngadi salira ngadi busono". Sesudah itu ia memakaikan kebaya kepada sang menantu.
Maka mulailah kesusahan sang menantu. Ia dalam hati mengeluh, "Duh, susahnya pakai jarik. Kalau jalan kesrimpet-srimpet". Dan ia mulai belajar jalan dengan hati-hati. Sang mertua yang melihat menantunya kesulitan berjalan dengan memakai jarik bertanya, "Sri, apa kamu tidak pernah pakai jarik sama sekali dalam hidupmu ?". Sang menantu menggeleng. Mertuanya bertanya lagi, " waktu kamu wisuda dulu ?". Sang menantu ( selanjutnya kita sebut saja Sri ) menjawab, "saya pakai jarik yang sudah dijahit jadi rok dan tidak sesempit ini bawahnya". Sang mertua pun mengangguk-angguk dan berkata, "oh, pantesan. Ya sudah, kalau begitu kamu belajar membiasakan diri sehari-hari memakai jarik . Jalannya pelan-pelan saja. Langkahnya kecil-kecil. Lihat segi positifnya, nanti kamu kan jadi kelihatan lebih anggun. Lebih njawani. Suamimu pasti lebih senang". Sambil dicubitnya Sri.
Sesudah itu Sri bercermin, dilihatnya dirinya dalam balutan kain kebaya. Rambutnya yang panjang diikat ke belakang. Dalam hati ia berkata, "Ah, payah. Aku jadi kelihatan seperti ibu-ibu ndeso. Ya nasib." Sesudah itu ia berputar ke kiri dan ke kanan serta diperhatikannya tubuhnya. Dalam hati ia berkata, "Tapi memang iya sih, lekuk tubuhku jadi kelihatan jelas. Payudara, pinggang, pinggul. Sexy. Apa suamiku jadi lebih senang ya kalau aku berpakaian seperti ini ?".
Dan itulah hari pertama penderitaan Sri. Momong bayinya sambil memakai jarik, belum lagi nyuci pakaian anaknya. Suaminya yang melihat hal ini jadi lebih sering mengamatinya. Sri sendiri tidak memperhatikan hal itu. Ia juga tidak memperhatikan ketika suaminya berada didekatnya, suaminya seperti mengendus-endus atau membaui sesuatu dari bagian bawah tubuhnya.
Malam harinya ketika mau tidur, Sri bermaksud hendak mengganti pakaiannya dengan daster. Supaya ia bisa lebih leluasa bergerak. Tapi ibu mertuanya melarangnya dengan berkata, "Kamu jangan ganti pakaianmu dengan daster. Nanti waktu tidur kamu tidak sadar terus posisi kakimu jongkok. Biar saja jarik sama kebayanya dipakai terus. Kamu jangan curi-curi kesempatan ya mumpung tidak dilihat mertua." Kemudian dipanggilnya anaknya dan disuruhnya mengawasi Sri supaya tidak mangganti pakaian kain kebayanya dengan pakaian selain kain kebaya. Sri pun mengeluh dalam hati , "Sialan. Mau tidur masih juga terus disuruh pakai jarik".
Besok paginya Sri sudah bangun dan mandi. Sesudah itu ia dengan terpaksa memakai jarik lain lagi. Ia memakainya dengan asal-asalan hingga jadinya seperti rok yang melebar dibagian bawahnya. Kebetulan mertuanya melihatnya, maka ia segera berkata kepada Sri, "Sri, kamu makai jariknya jangan kayak gitu ! Itu sama saja dengan pakai rok. Kamu makainya harus singset, meruncing ke bawah biar bentuk tubuhmu bisa kembali singset lagi. Kalau kamu masih belum bisa, biar ibu yang memakaikan. Jarik sama stagennya sekarang kamu lepas lagi dulu saja. Nanti ibu bantu memakaikan".
Sri menggerutu dalam hati, "Sial betul, sudah dituruti pakai jarik sama stagen masih belum betul juga. Dasar ! Rewel banget sih". Kemudian dilepasnya stagen sama jarik itu. Dan sang mertua kemudian memakaikannya kembali ke tubuh Sri sambil mengajarinya cara memakai jarik supaya bisa meruncing di bawah. Tapi Sri tidak mau mendengarkannya. Dalam hatinya ia berkata, "Masa bodoh. Kalau gitu biar mertuaku saja yang memakaikan jarik itu ke aku tiap pagi. Sekalian biar tambah kerjaan."
Sepanjang hari itu suaminya semakin sering mengamat-amatinya. Sri yang jadi merasa aneh diperhatikan secara berlebihan oleh suaminya kemudian bertanya, "Ada apa sih ? kok kamu ngeliati aku sampai kayak gitu. Oh, pasti lantaran aku pakai jarik sama kebaya ya ? Gimana ? Aku kayak ibu-ibu ndeso ya ?". Sempat dilihatnya suaminya mengendus-endus bagian bawah tubuhnya. Suaminya jadi malu sendiri dan cuma bisa tersenyum simpul sebelum melengos dan pergi ke ruang lain. Tapi Sri sempat bertanya, "Kamu kok sering membaui aku seperti anjing mengendus-endus ?". Suaminya sambil ngeloyor pergi berkata, "Bau harum batik yang kamu pakai itu enak sekali". Itulah hari kedua Sri menjalani keharusan untuk memakai jarik oleh mertuanya. Sri pun sempat berpikir bagaimana kalau ia berterus terang bahwa ia tidak mau memakai jarik. Tapi keinginan itu hanya tinggal keinginan yang ada dalam pikirannya. Karena ia sendiri ragu-ragu dan tidak berani untuk mengutarakannya kepada mertuanya. Begitulah sepanjang hari ia harus bersabar dalam penderitaannya hingga pergi tidur di malam hari.
Keesokan harinya kembali Sri memakai jarik dengan asal-asalan dengan hasil sama seperti kemarin, kedodoran. Dan tak lama kemudian mertuanya datang serta melihat. Maka ia berkata, "Sri, kok kamu makainya jarik masih sama seperti kemarin ? Apa kamu masih tidak bisa juga makai sendiri ? Kan ibu kemarin sudah memberitahu kamu caranya makai jarik biar bisa singset. Kamu ini gimana sih". Sri pun jadi tersinggung dan merasa tertekan oleh perkataan mertuanya sekalipun mertuanya tidak berkata dengan nada tinggi atau marah kepadanya. Serta merta dilepasnya kebaya, stagen dan jariknya. Karena ia tahu kalau mertuanya akan memakaikannya. Dan memang betul mertuanya memakaikannya ulang sambil panjang lebar menguraikan cara untuk memakai jarik supaya bisa singset dan meruncing ke bawah. Di akhirnya sang mertua berkata, "Nah, begitulah caranya. Kaki dirapatkan terus jarik diputar sambil ditarik biar nggak kedodoran. Besok sudah bisa makai sendiri kan ?". Sri hanya diam.
Hari itu dilalui Sri dengan pikiran tentang mertuanya yang terus memaksanya memakai jarik dan keinginannya untuk membantah keinginan mertuanya serta suaminya yang bertambah sering melirik dan memperhatikannya. Ia pun berpikir jangan-jangan suamiku semakin tertarik kepadaku lantaran aku memakai pakaian yang aneh ini yang membuat lekuk tubuhku semakin terlihat jelas.
Keesokan harinya kembali Sri berusaha memakai jarik dengan cara yang seperti dikatakan mertuanya. Hasilnya tetap saja masih kedodoran. Diulang beberapa kali, hasilnya tetap saja sama. Ia pun marah dan jarik itu dibuka serta dilempar ke lantai. Ia menggerutu dalam hati, "Jarik sialan ! Dipakai ditarik-tarik tetap saja nggak bisa singset. Masa bodoh. Peduli amat.". Kemudian ia malah memakai tank top dan bawahan hot pant.
Tak lama kemudian mertuanya datang. Maka meledaklah kemarahan sang mertua demi melihat Sri tidak memakai jarik tapi malah memakai celana pendek dan singlet. "Sri, kamu itu gimana sih ? Sudah dibilangi jangan pakai celana nanti bentuk tubuhmu bisa-bisa tidak bisa kembali singset malah pakai celana pendek ! Ayo lepas. Biar ibu yang makaikan kamu jarik kalau kamu masih tidak bisa". Sri pun jadi keder, mau mengutarakan kalau ia tidak mau pakai jarik jadi takut. Maka ia terpaksa mematuhi perkataan mertuanya. Kembali lagi sang mertua memakaikan jarik kepada menantunya. Entah karena masih marah atau emosi, maka sang mertua kali ini memakaikan jariknya lebih ketat lagi. Itulah yang dirasakan Sri. Kaki Sri yang biasanya disuruh merapat, kali ini disuruh bersilang dan hasilnya jarik jadi lebih rapat dan singset. Sri pun semakin kesulitan berjalan.
Sesudah selesai, sang mertua memerintahkan suami Sri untuk mengemasi semua pakaian Sri selain daleman, jarik dan kebaya. Pakaian-pakaian itu kemudian dimasukkan ke dalam koper-koper dan dibawa pergi oleh mertuanya. Sang mertua sebelumnya terlebih dahulu berkata, "Sri, semua pakaian kamu selain jarik dan kebaya ibu ambil. Besok kalau sudah waktunya ibu kembalikan lagi.". Sri pun melongo melihat pakaian-pakaian kesayangannya disita oleh mertuanya. Tapi ia tidak berani protes. Ia berkata dalam hati, "Melayang sudah kesempatanku untuk curi-curi kesempatan memakai pakaian itu. Nasibku punya mertua kolot yang sok ngatur.".
Setelah mertuanya pergi, suaminya melihat Sri cemberut. Maka dihiburnyalah Sri. Sambil memeluk Sri, suaminya berkata, "Sri, Sri. Ini memang sudah jadi nasibmu. Harus jarikan terus tiap hari. Persis seperti nama kamu, Sujari Sisri. SUsahnya JARIkan SIngset keSRImpet-srimpet.". Kemudian suaminya tertawa-tawa kecil dan diciuminya Sri. Sementara Sri hanya bisa tersenyum kecut dan dicubitnya suaminya. Suaminya memanasi Sri, "Bu, jangan nyubit-nyubit to, bapak sakit ini". Katanya bergaya seperti seorang bapak dalam drama. Sri pun jadi semakin gemes dan dipukulinya suaminya dengan manja. Sang suami bukannya lari menjauh, tapi malah didekapnya Sri dengan sangat erat dan diciuminya sambil berkata, "Tau nggak ? Kamu keliatan berbeda lho kalau pakai kain kebaya seperti ini. Kamu jadi kayak ibu-ibu desa. Tapi lebih cantik dan anggun serta dewasa.". Sri jadi kaget. Sekarang taulah sebabnya kenapa hari-bari belakangan suaminya semakin sering melirik dan memperhatikannya.
Sepanjang hari itu hati Sri dalam keadaan bingung. Ia baru saja mengalami dimarahi mertuanya dan semua pakaiannya disita sehingga tidak bisa tidak ia harus memakai kain kebaya yang tidak ia sukai. Tapi disisi lain ternyata suaminya jadi semakin senang dan tergila-gila kepadanya lantaran ia memakai kain kebaya.
Keesokan harinya seperti biasa sang mertua datang untuk memakaikan jarik. Tapi hari itu mertuanya mendapati kalau Sri juga sudah mulai berusaha untuk ikut memahami cara memakai jarik dengan rapi dan singset. Sri mencoba-coba sendiri memakai jarik itu sementara sang mertua memperhatikan dan membenarkan kalau salah. Maka senanglah hati sang mertua. Diciumnya Sri sambil berkata, "Nah, gitu. Usaha terus, jangan menyerah !". Kebetulan suaminya berada didekat mereka. Tiba-tiba suaminya ikut nimbrung katanya, "Bu, besok Sri disuruh pakai jarik yang ada wirunya saja, bu ! Biar tambah keliatan cantik. Terus pakai selendang sama disanggul !". Sri pun kaget mendengar perkataan suaminya. Ia memelototkan matanya dan mengacungkan tinjunya kepada suaminya sementara mertuanya sedang berpaling kepada suaminya. Mertuanya berkata, "Nah, betul kan Sri ? Suamimu paling senang lihat wanita pakai kain kebaya. Makanya yang rajin pakai kain kebaya. Besok belajar sanggulan sama mewiru kain ya.".
Hari itu ada perubahan dalam pikiran Sri. Pikirannya sekarang jadi lebih senang. Ternyata pengorbanannya dalam bersusah payah berkain kebaya terbayar impas dengan suaminya yang semakin tergila-gila padanya. Tidak sia-sia ia kesulitan berjalan dengan kesrimpet-srimpet atau terpaksa berlari-lari kecil dengan telapak kaki yang sedikit jinjit bila terpaksa terburu-buru melangkah. Ia juga heran dengan suaminya yang agresif dan menggebu-gebu terhadap dirinya. Suaminya yang biasanya lemah lembut dan sopan. Tapi ia menyukai keadaan ini.
Ia sempat bercermin sambil dipegang-pegangnya dan ditariknya ujung kebaya ke bawah dengan maksud merapikannya. Kemudian ia berputar sambil terus merapikan kebayanya. Dalam keadaan membelakangi cermin ia sempat menoleh ke cermin dan merapikan bagian belakang kebaya serta memegang-megang pantatnya yang menyembul. Kemudian ia kembali menghadap ke cermin. Ia tersenyum sendiri dan berbisik, "Ala mak, sexynya aku !". Ia berpikir, "Beruntung juga aku. Dapat pinjaman kebaya masih bagus dan cukup halus. Begitu juga dengan kain batiknya masih bagus dan halus.".
Kemudian diambilnya sebuah majalah wanita dan dibukanya halaman yang berisi foto besar seorang wanita cantik memakai kain wiron dan kebaya lengkap dengan sanggul, selendang serta sandal jinjit. Ia pun mulai membandingkan dirinya dengan foto wanita itu. Tentu saja ada perbedaan pokok yang cukup mencolok. Pertama, rambutnya hanya diikat ke belakang, sedangkan foto wanita itu bersanggul. Kedua, ia tidak memakai selendang, sementara foto wanita itu berselendang. Ketiga, kain batiknya tidak diwiru, sementara wanita yang ada di foto itu memakai kain wiron dengan wiru yang sangat rapi dan indah. Terakhir. ia tidak memakai sandal jinjit dengan hak yang cukup tinggi. Ia jadi minder sendiri, ternyata dirinya masih kalah jauh bila dibandingkan dengan wanita yang ada di foto itu. Walaupun sama-sama memakai kain kebaya. Tapi tak lama kemudian ia bisa menenangkan hatinya sendiri dan berkata dalam hati. Besok aku pun juga akan memakai sanggul. Bahuku besok akan disampiri selendang kayak kamu juga. Sambil ditudingnya foto wanita itu. Wiron kamu yang indah, besok aku pun juga punya yang sama seperti wiron kamu. Sambil dipegang-pegangnya ujung luar jariknya. Sekarang memang ujung jarikku masih polos tanpa wiru kayak orang udik, kalau kena angin apa jalan tidak bisa membuka menutup kayak kipas. Tapi besok aku juga akan pakai kain wiron kayak kamu, Kemudian ia menantang foto wanita itu dengan berkacak pinggang sambil berkata lirih, "Ayo besok kita buktikan siapa yang lebih cantik ?". Dan sejak saat itu ia jadi tidak sabar menunggu hari berganti.
Hari yang ditunggu-tunggu Sri pun tiba. Tidak seperti biasanya, hari itu ia tidak sabar dan sangat antusias menunggu mertuanya datang. Sebentar kemudian sang mertua pun datang. Beruntung bagi Sri, karena sang mertua tidak menganggap sepi permintaan anaknya dan memenuhi permintaan anaknya dengan membawakan kain batik yang sudah diwiru, sanggul dan selendang. Mata Sri pun jadi berbinar-binar. Kebetulan sang mertua melihatnya, maka ia berkata, "Sri, kamu sudah tidak sabar ya memakai kain wiron dan sanggul ?". Sri hanya bisa diam, karena malu. Mukanya sempat memerah. Kemudian sang mertua mulai ritual rutin memakaikan kain wiron kepada menantunya. Setelah berpakaian lengkap, terakhir sang mertua menyanggul rambut Sri dan sebagai ekstranya sang mertua merias wajah Sri.
Setelah selesai, Sri mematut-matut didepan cermin. Sementara mertuanya meringkasi peralatan make up di dekatnya . Dipandanginya dirinya mulai dari kepala sampai kaki. Majalah yang kemarin masih ada disitu dan terbuka di halaman yang ada fotonya wanita berkain kebaya. Sri kemudian memegang-megang sanggulnya dan berkata dalam hati, "Nah, sekarang aku pun juga punya sanggul yang indah. Mantap dan besar. Tidak seperti sanggul kamu yang agak kecil, tanggung". Katanya kepada wanita yang ada di foto. Kamudian tangannya meraba selendangnya. "Aku juga punya selendang kayak kamu". Terakhir dipegang-pegangnya wiru kainnya dan dibuka sedikit lalu dilepaskan hingga membuka dan menutup dengan indahnya. "Nih, kainku juga ada wirunya !". Lalu dihitungnya wirunya, ternyata ada 13. Pertanda bahwa tubuhnya cukup langsing. Maka ia berkata dalam hati, "Nih wiruku ada 13. Banyak kan ? Tanda kalau langsing. Wirumu berapa ?". Mertuanya yang melihat itu dari jauh tersenyum senang.
Sesudah itu sang mertua memanggil anaknya. Sang suami begitu melihat Sri berdandan lengkap dengan pakaian adat Jawa terperangah melongo hingga ibunya mengagetkannya, "Héh !, kok kamu ngeliat isterimu sampai ndomblong kayak gitu." Suaminya jadi tersadar dan malu, kemudian berkata, "Sri sangat cantik, gandes luwes, singset ! Persis puteri Solo. ". Mertuanya kemudian berpaling kepada Sri sambil berkata, "Nah, betul kan ? Kamu jadi tambah cantik kalau pakai kain kebaya.". Sri jadi malu dan memerah wajahnya. Kemudian ditinggalkannya mereka berdua.
Begitu ditinggal ibunya, sang suami mulai timbul keagresifannya. Diraihnya isterinya, dipegangnya kaki dan bahu isterinya kemudian dibopongnya Sri sambil diciuminya serta diayunnya ke kiri dan ke kanan. Sri pun jadi kaget dan menjerit-jerit. Tapi dalam hatinya ia senang dan bahagia. Suaminya sempat berkata, "Duh, puteriku. Kamu kelihatan cantik banget kalau pakai pakaian kayak gini. Jangan pernah kau lepaskan pakaianmu ini sampai kapanpun !". Karena mertuanya datang mendengar jeritan Sri, maka serta merta diturunkannya Sri.
Itulah hari dimana Sri sangat merasa bahagia, sekalipun ia ribet dengan pakaian dan atributnya. Tapi ia tidak mau melepaskan sanggul dan selendangnya. Walaupun ia masih harus momong bayinya dan mengerjakan tugas hariannya. Sang suami pun hari itu tidak pergi ke mana-mana, tapi sibuk membuntuti isterinya sambil mengambil foto-foto dan video isterinya. Isterinya yang jadi risih berkata, "Mas, pergi kerja sana ! Masak kemana-mana mbuntuti aku terus ! Ngambil foto sama video. Buat apa ? Kayak gak punya kerjaan.". Walaupun dalam hatinya Sri ada perasaan senang terhadap perlakuan suaminya yang memperlakukannya seperti bintang film. Tapi ia tidak mau menunjukkannya. Ia bahkan kadang mengusir suaminya dengan tangannya untuk pergi menjauh, tapi sang suami tetap saja cuek.
Setelah beberapa kali Sri berlagak mengusir suaminya, akhirnya sang suami berkata, "Sri, terus terang saja. Aku membuat video kamu karena aku terkagum-kagum sama kecantikan wajah dan keindahan tubuhmu waktu memakai kain kebaya ini. Apalagi kalau kamu jalan, pantatmu bisa bergoyang-goyang. Belum lagi kalau kamu lagi terburu-buru hingga terpaksa lari-lari kecil dengan telapak kaki yang sedikit jinjit, pantatmu bisa njentat-jentit. Kamu jadi kelihatan genit. Aku jadi semakin gemes sama kamu. Apa kamu tidak merasakannya sendiri ? Apa kamu tersiksa memakai kain kebaya ini ? Jalanmu jadi tidak bisa cepat dan langkahmu tidak bisa lebar-lebar. Tapi ekspresi wajahmu akhir-akhir ini menunjukkan kalau kamu bahagia. Hayo, terus terang saja. Kamu sekarang senang kan pakai pakaian kain kebaya seperti ini ? Inilah yang namanya sengsara membawa nikmat", Sambil ditaboknya pantat Sri hingga Sri menjerit kecil.
Malamnya Sri menggoda suaminya dengan duduk dipangkuannya. Sri bisa merasakan senjata suaminya yang menegang dan membesar dengan cepat. Mengerti hal ini, Sri menggosok-gosokkan pantatnya di pangkuan suaminya. Suaminya berkata lirh dengan setengah mengeluh, "Sri, Sri. Aku sudah tidak tahan lagi, Sri. Jangan kau teruskan. Bau harum kain batik yang kau pakai semakin merangsangku, Sri". Suaminya kemudian meraba-raba pantat Sri yang terbalut kain batik. Mereka saling berciuman. Setelah beberapa lama, akhirnya sang suami melepaskan celananya dan menyemburkan air maninya ka kain batik Sri. Setelah itu ia menyemburkan ke seluruh tubuh Sri hingga isterinya hampir basah kuyup oleh air mani suaminya. Maka Sri bermaksud ganti pakaian, tapi suaminya menghalanginya dan menyuruh Sri untuk berjalan dengan kain batik yang basah kuyup. Sri menurutinya. Suaminya mengambil handy cam dan mengambil videonya sambil berkata, "Sri, gimana rasanya jalan dengan kain batik yang basah kuyup ? Semakin lengket dan susah kan ? Nikmaat ..."
Hari berikutnya jika suaminya di rumah, maka ia selalu membuntuti Sri sambil tak lupa mengambil gambar dan video isterinya. Kemudian timbul ide gila di dalam otaknya. Isteriku memang betul-betul penuh pengertian dan mencintaiku. Sekalipun ia sudah cukup beban momong bayi dan dipaksa pakai jarik oleh mertuanya, tapi ia tetap taat dan setia. Betapa menderitanya dia. Tapi justru dalam penderitaan dan kepasrahannya inilah tampak kesabaran dan keanggunan serta pancaran kebahagiaannya. Ia semakin menarik perhatianku dalam keadaan seperti ini. Bagaimana kalau penderitaannya aku tambah supaya dia lebih bahagia lagi
Kemudian timbullah ide untuk bermain BDSM dengan isterinya. Ia tentu saja akan berperan sebagai dominannya, sedangkan isterinya akan berperan sebagai submissive. Maka mulailah ia mencari tali yang cukup banyak untuk mengikat isterinya dan juga peralatan-peralatan lainnya. Tapi dalam pikirannya masih ada keraguan apakah isterinya akan menuruti kemauannya atau menolak mentah-mentah.
Tibalah saatnya sang suami mencoba mempraktekkan idenya untuk bermain BDSM. Waktu itu adalah malam hari, Sri sedang bermesraan dengan suaminya. Suaminya mencoba memancing, "Sri, apa kamu tidak menderita dengan keadaan seperti ini ? Sudah mengurus rumah tangga, momong bayi, masih harus pakai kain kebaya." Isterinya diam saja. Wajah mereka saling berdekatan. Tangan suaminya memegang dagu Sri dan menolehkan sedikit ke arahnya. Ia berkata, "Kalau kulihat walaupun sangat menderita, tapi engkau kelihatannya sangat bahagia". Sri menjawab, "Mas, ini memang sudah jadi tugasku sebagai isteri dan ibu rumah tangga. Aku rela dan tulus iklas melakukannya. Bagaimanapun sebagai seorang isteri, aku harus tunduk pada suami".Merasa mendapat angin, suaminya mencium Sri sambil berkata, "Tapi bagaimana bila penderitaanmu bertambah ? Apakah kamu masih bisa berbahagia ?". Sri tidak menjawab, tapi malah mencium suaminya. Mereka berdua pun saling berciuman.
Karena berpikir kalau isterinya sedang mabuk kepayang oleh rayuannya, maka suaminya bertindak cepat. Kedua tangan Sri diraih dan ditarik ke belakang, kemudian diikat dengan kencang. Mereka berdua masih saling berciuman. Tapi sebentar kemudian Sri sadar kalau tangannya diikat kebelakang oleh suaminya dan suaminya tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Maka Sri bettanya, "Kenapa tanganku kau ikat ?". Suaminya menjawab, "Inilah tambahan penderitaanmu, Sri". Sri pun mencoba membuka ikatan tangannya, tapi tidak bisa. Suaminya berkata, "Ingat ! Kamu sendiri yang bilang seorang isteri harus tunduk pada suami". Karena tidak bisa membuka ikatan tangannya, maka Sri memohon-mohon pada suaminya, "Mas, lepasin ikatan tanganku !". Bukannya membuka ikatan tangan isterinya, suaminya malah mengambil video dan merekam dari depan. Maka Sri mencoba menendang kaki suaminya. Tapi kakinya tidak bisa membuka lebar, karena sempitnya kain jarik yang dipakainya. Ia lalu menjejakkan kedua kakinya serempak ke depan, tapi malah ditangkap olah suaminya dan tanpa ampun diikatnya kadua kaki Sri dengan kencang.
Sri jadi gusar. Ia jadi tidak sabar dan berkata dangan nada tinggi, "Mas, apa-apaan kamu ini ? Ayo lepaskan ikatan tangan dan kakiku !". Suaminya tidak menuruti permintaan Sri. Tapi malah menjambak rambut Sri dan menariknya keatas hingga Sri jadi berdiri. Suaminya berkata, "Inilah hukumannya kalau kamu tidak menuruti perkataan ibuku. Disuruh pakai jarik, membantah. Sekarang rasakan akibatnya !". Ditamparnya pantat Sri dengan keras berulang-ulang dengan sebilah kayu. Sesudah itu dilepaskannya rambut Sri sambil didorong ke depan hingga Sri jatuh terjerembab telungkup di lantai. Sri mulai menangis sambil memohon-mohon, "Ampun, mas. Aku sakit betulan. Tolong lepaskan tangan dan kakiku". Tapi suaminya malah sibuk mengambil video isterinya. Keadaan ini berlangsung beberapa lama, hingga akhirnya Sri terdiam, berhenti menangis dan memohon-mohon.
Label:
BDSM
,
bondage
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
Jumat, 15 Agustus 2014
Angel and devil
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Rabu, 13 Agustus 2014
Penari Jawa 5
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Selasa, 12 Agustus 2014
serba-serbi kebaya 2
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Minggu, 10 Agustus 2014
serba-serbi kebaya
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Jumat, 08 Agustus 2014
Kebaya biru kain sogan motif burung
Label:
crossdresser
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
,
ladyboy
,
shemale
,
waria
Rabu, 06 Agustus 2014
Bakul buah
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Sabtu, 02 Agustus 2014
Penari Jawa 4
Label:
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
Langganan:
Postingan
(
Atom
)