Ini adalah lanjutan dari cerita sebelumnya
yang berakhir dengan pingsannya Kiko setelah dirinya kecapaian dan
digantung serta dipaksa menelan senjata si Macho. Ketika sadar, Kiko
mendapati dirinya terbaring di ranjang dengan tangan yang masih terikat.
Kiko berpikir dalam hati, kenapa aku masih terikat. Apakah mereka masih
belum puas mengerjai aku. Aku sudah bosan dan muak diperbudak mereka.
Sri
ternyata sudah menunggu di sampingnya. Dibelainya Kiko sambil berkata
dengan halus, "Bangun, yok ! Biar aku bantu kamu salin jarik yang baru".
Ternyata kain Kiko sudah basah terkena air mani. Entah air maninya
siapa. Kiko bangun dari ranjang dan berkata, "Sri, kita pulang saja
sekarang. Aku sudah capai ! Badanku sakit semua rasanya". Sri menjawab,
"Baru sehari kok sudah ngajak pulang. Acaranya belum selesai" . Kiko
berkata lagi, "Aku mau pakai pakaianku sendiri". Sri menjawab, "Nggak !
Nggak ada ! Nggak boleh ! Kamu harus pakai kain kebaya ! Kamu kan
bintangnya ! Ayo, cepat !". Kiko berusaha menawar supaya bisa segera
pulang dan berhenti jadi submissive, "Sri, kita konsultasi ke psikiater
saja". Sri menjawab asal-asalan, "Ya, sehabis pulang dari sini kita ke
psikiater". Kiko berkata dalam hati, ya percuma dong kalo gitu. Kiko
ogah-ogahan dan hanya duduk di tepi ranjang. Sri jadi marah dan
mengancam, "Kamu menolak ? Nggak mau ? Apa perlu kupanggilkan
cowok-cowok kamu ?". Kiko jadi takut dan menurut serta segera berdiri.
Kemudian
Sri membuka kancing kebaya, kamisol dan stagen Kiko. Sri lalu membuka
kain wiron Kiko serta celana dalamnya yang basah. Ia bersihkan senjata
Kiko. Kemudian Sri memakaikan celana dalam yang baru. Selanjutnya Sri
memakaikan kain wiron yang baru dan kelengkapannya berupa stagen serta
mengancingkan kembali kamisol dan kebaya Kiko.
Tapi sekarang Kiko
sudah tidak bergairah lagi, ia malah merasa risih dan jijik dengan
dandanannya sendiri. Suatu perasaan yang selalu menghinggapi Kiko begitu
melewati puncak kenikmatan. Tidak itu saja, ia sekarang juga kawatir
kalau-kalau ia akan dipaksa melakukan oral lagi. Ia paling tidak senang
dengan itu. Belum lagi badannya sudah payah dan capai.
Untung bagi
Kiko, acara selanjutnya mereka hanya pergi ke luar vila. Jalan-jalan
sambil cuci mata dan shoping. Tapi walaupun bagaimana Kiko masih tidak
terbiasa cding diluar dan dilihat oleh orang banyak. Ia masih dag dig
dug. Tangan dan kakinya dingin. Kiko curi-curi pandang jelalatan
melihat ke sekelilingnya. Ia tahu kalau ia bakal menarik perhatian orang
banyak. Karena pakaiannya yang paling berbeda di antara teman-teman
serombongannya. Kain kebaya, sementara teman-teman cewek dan cowoknya
semuanya pakai rok atau celana.
Kiko diapit oleh 2 cowok.
Tangannya masih diikat ke belakang dan ditutup selendang panjang.
Sebentar kemudian Kiko sudah mulai bisa menikmati keadaannya dan kembali
mulai bergairah. Senjatanya pun mulai menegang. Sedang enak-enaknya ia
menikmati keadaannya yang romantis dan diapit oleh 2 cowok sambil
merasakan ketegangan senjatanya, Sri mulai mengerjainya dengan
menyerahkan belanjaannya ke tangan Kiko. Maka Kiko pun harus menjinjing
belanjaan isterinya dengan posisi tangan yang terikat dibelakang
punggung. Setelah itu isterinya masih lagi menambahi belanjaan yang
harus dibawa Kiko. Karena tangan Kiko sudah penuh dengan tas belanjaan
Sri, maka Sri menyelempitkan belanjaannya di ketiak kiri dan kanan Kiko.
Sementara teman-temannya malah mentertawakannya.
Setelah
capai dan sudah lewat tengah hari, mereka pun makan siang. Tapi sial
bagi Kiko, kali ini tidak ada yang memberinya makan atau minum.
Sementara rombongannya makan-makan dan minum-minum, Kiko hanya bisa
duduk sambil menundukkan kepalanya dengan tangan terikat dibelakang dan
tertutup selendang panjang sehingga tidak kelihatan terikat. Kiko duduk
di emper rumah makan. Ia tersiksa, malu, deg-degan, panas dingin. Tapi
sekaligus menikmati siksaan itu. Ia jadi pusat perhatian orang-orang
yang lalu lalang. Hampir setiap orang yang melewatinya selalu
memandanginya. Jika yang lewat dua orang atau lebih, maka mereka saling
berbisik. Ada juga beberapa orang yang lewat mengejek, "Banci !". Kiko
hanya menunduk diam, tapi diam-diam Kiko terangsang dan senjatanya
menyembul.
Sementara itu dari tempat mereka makan yang tidak jauh
dari tempat Kiko duduk, rombongan Sri ternyata mengamat-amati segala
tindak tanduk Kiko. Mereka bahkan merekam. Sri segera tahu kalau
senjata Kiko menegang. Setelah menunggu sejenak dan tidak ada orang yang
lewat, Sri menghampiri Kiko dan dibetotnya senjata Kiko sambil
berbisik, "Enak ya, mejeng di depan umum pakai kain kebaya. Nikmat ?
Rasanya feminin banget ya ? Gimana kalo kupotong burung kamu, biar jadi
wanita betulan sekalian". Sri semakin memperkeras betotannya. Kiko pun
kejet-kejet. Tapi karena kuatir kalau ada orang lewat, sebentar
kemudian Sri melepaskannya setelah terlebih dahulu dipukulnya senjata
Kiko dengan tangan. Serta merta Kiko jadi njenggirat, bangkit dari
duduknya, kerena merasakan sakit di senjatanya. Senjatanya jadi
berkontraksi dan semakin mbekér-mbekér berontak menegang bergetar-getar.
Nyuut ! Nyuut ! Nyuut ! Kiko merasakan senjatanya mbekér-mbekér
berkontraksi, denyutannya terasa sampai ke ubun-ubun. Kiko pun
merasakan kenikmatan yang luar biasa hingga ia mengeluarkan lenguhan
yang ditahan. Sri yang melihat hal ini jadi geleng-geleng kepala dan
ditinggalkannya Kiko. Kiko yang melihat senjatanya berdiri hampir 90
derajat berusaha menyembunyikannya dengan jalan membungkuk. Melihat Kiko
yang kewalahan menyembunyikan senjatanya, Sri malah tertawa-tawa.
Setelah
para peserta rombongan selesai makan dan minum, mereka pun pergi dari
rumah makan tersebut. Beruntung bagi Kiko, karena mereka membungkuskan
makanan dan minuman untuk Kiko. Tapi perut Kiko sudah terlanjur sakit
terlebih dulu, karena terlambat diisi makanan dan berulah. Kiko tidak
kuasa menahan rasa sakit diperut dan ia mengeluarkan angin yang berbau
tidak sedap. Padahal mobil yang ditumpangi ber AC dan tertutup rapat,
maka gegerlah seluruh penumpang. Sri terlebih dulu berani
terang-terangan menuduh Kiko. Katanya, "Kamu kentut ya ?" sambil
dijewernya telinga Kiko. Kiko diam saja, maka yang lain menyimpulkan
kalau Kiko kentut. Sehingga mereka semua keluar dari mobil meninggalkan
Kiko yang masih terikat. Kiko jadi tersiksa, karena harus menghirup bau
kentutnya sendiri di dalam mobil yang tertutup. Mau menutup hidung
dengan tangannya tidak bisa, karena tangannya masih terikat di belakang.
Keadaan ini berlangsung agak lama. Baru kemudian salah seorang dari
mereka sadar dan membuka semua jendela mobil. Sementara Kiko sudah
megap-megap sesak nafas hampir pingsan. Sesudah gas beracun itu
menghilang, mereka melanjutkan perjalanan. Mereka melepaskan ikatan
tangan Kiko dan membiarkan Kiko makan dan minum. Kiko berharap semoga
ini akhir dari petualangannya.
Tapi pemikiran Kiko ternyata
meleset. Mereka bukannya pulang ke vila. Tapi pergi ke sebuah tempat
pelatihan kecantikan yang lebih diutamakan untuk para waria. Ternyata
ini adalah ide dari Domina, ia meminta tolong Sumi yang punya kenalan
melatih di tempat itu. Begitu sampai ditempat itu, Kiko jadi ketakutan.
Ia kembali jadi panas dingin tangan dan kakinya. Sementara Sri malah
berkata, "Nah, sekarang kita sudah sampai di tempat kamu berlatih
keluwesan. Tuh, liat ! Banyak kan temen-temen kamu". Kiko jadi
merinding. Ia jadi ingat peristiwa kemarin sewaktu dirubung waria. Tapi
untung bagi Kiko, karena para waria disini sopan-sopan.
Setelah
memarkir mobil, mereka keluar dari mobil dan masuk ke dalam gedung.
Sekalipun tempat itu banyak warianya, tetap saja Kiko menarik perhatian
orang banyak. Karena lagi-lagi ternyata cuma dia seorang yang memakai
kain kebaya tradisional lengkap dengan sanggulnya. Sementara para waria
lain semuanya memakai kebaya modern yang sudah dimodifikasi dengan
bawahan jarik yang sudah dibuat rok dan cukup longgar di bagian
bawahnya. Domina segera memperkenalkan Kiko kepada Sumi yang sudah
terlebih dulu ada di situ. Sumi juga memakai kain kebaya lengkap dengan
sanggulnya. Begitu melihat Sumi yang cantik dan memakai kain kebaya,
maka Kiko pun terangsang dan senjatanya mulai menegang. Kiko berusaha
mati-matian menahan supaya senjatanya tidak terlalu menegang. Sumi yang
melihat jadi tersenyum geli. Ternyata tidak cuma aku saja yang memakai
kain kebaya tradisional, kata Kiko dalam hati. Dan Sumi melanjutkan
memperkenalkan Kiko kepada orang-orang yang ada di situ. Kemudian Kiko
didudukkan di depan meja rias dan dirias ulang oleh Sumi. Sesudah itu
Sumi mengajarkan tata cara mengenakan busana nasional kepada para
peserta dan Kiko kembali menjadi model dadakan. Sumi juga mengajarkan
cara berjalan yang anggun waktu memakai kain kebaya.
Setelah
selesai, sampailah pada momen yang ditunggu-tunggu oleh para anggota
rombongan Sri. Para peserta harus berjalan berlenggang lenggok di atas
panggung. Perasaan Kiko campur aduk antara malu, cemas, takut, panas
dingin, gemetar dan senang, bergairah serta menikmati. Ia berharap
semoga isterinya tidak mengetahui kalau sebenarnya ia malah menkimati
siksaan yang diberikan oleh Sri. Kiko melihat kepada seluruh peserta
yang lain ternyata memang betul tidak ada yang memakai kain kebaya
tradisional selain dirinya. Mereka yang lain semuanya memakai kebaya
modern dengan bawahan yang longgar-longgar. Enak saja mereka,
langkahnya bisa lebar-lebar. Tidak kesrimpet-srimpet kayak aku, begitu
pikir Kiko. Tapi aku tidak tertarik kalau disuruh pakai kayak gitu.
Tidak ada tantangannya. Kiko pun berusaha mati-matian meniru gaya yang
telah diajarkan Sumi.
Sri yang melihat Kiko jadi berpikir boleh
juga gaya Kiko berjalan dengan memakai kain kebaya. Pantas memang
seperti seorang wanita, paling tidak seperti waria profesional. Lantas
apakah Kiko akan kapok melakukan hal ini atau jangan-jangan malah jadi
semakin menikmati dan menghayati. Pikiran Sri jadi galau. Sedang
galau-galaunya pikiran Sri, tiba-tiba .... gabrruuukkk !!! Ternyata Kiko
jatuh diatas panggung waktu berlenggang-lenggok. Entah kenapa. Mungkin
kesrimpet jariknya atau lantaran keseleo sandal hak tingginya. Para
penonton pun jadi riuh rendah mentertawakan Kiko. Diantara mereka ada
yang berteriak, "Dasar udik ! Hari gini masih pakai jarik, rasain
sekarang kesrimpet jarik !"
Minggu, 12 Oktober 2014
Kiko Sujaryanto 8
Label:
BDSM
,
bondage
,
crossdresser
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
,
transgender
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar