Ini adalah lanjutan dari cerita sebelumnya yang berakhir dengan jatuh terjerembabnya Kiko di atas panggung.
Setelah itu rombongan Sri kembali ke vila. Di vila sementara yang
lainnya sibuk membuka-buka barang belanjaan, Kiko memanfaatkan
kesempatan ini. Mumpung tidak diikat kaki dan tanganku, pikir Kiko. Ia
bermaksud untuk kabur dari tempat itu. Ia berencana untuk mengambil
pakaian si Macho yang kegedean dan mengambil dompet isterinya yang ada
disitu. Ia sudah berhasil mengambil pakaian si Macho dan dompet
isterinya tanpa diketahui yang lain serta masuk ke kamar. Di kamar, Kiko
segera cepat-cepat membuka kancing kebayanya. Tapi begitu ia membuka
kancing kebayanya yang terakhir, isterinya masuk ke kamar itu. Begitu
dilihatnya dompet dan pakaian si Macho tergeletak disitu, ia pun
berteriak, "Maling ! maling ! Ada maling mau kabur ! Ayo cepetan
ditangkap !". Teman-teman yang lain pun segera masuk dan membantu Sri
menangkap serta mengikat tangan dan kaki Kiko. Kiko, mereka telungkupkan
di lantai. Seorang mengikat tangannya dan seorang yang lain mengikat
kakinya. Selesai ditangkap, Sri menjewer telinga Kiko sambil berkata,
"Awas kamu ! mau melarikan diri ya ?". Sementara si Macho yang diambil
pakaiannya malah mengedipkan sebelah matanya kepada Kiko dan kemudian
dicubitnya pipi Kiko. Kiko jadi merinding, risih dan jijik.
Kiko
masih tergeletak terlentang di lantai. Sementara hari sudah menjelang
malam. Kiko merajuk isterinya, "Sri, aku mau mandi". Sri menjawab,
"Jangan, nggak boleh. Nanti kamu malah melarikan diri. Sekarang kamu
latihan jalan yang anggun saja, biar tidak memalukan kayak tadi. Jatuh
diatas dipanggung". Lalu dibantunya Kiko berdiri dan dilepaskannya
ikatan kakinya, tapi ikatan tangannya dibiarkannya. Selanjutnya Sri
memakaikan sandal hak tinggi ke kaki Kiko. Lalu Sri mengambil piring
yang berisi jatah makan Kiko dan meletakkannya di atas kepala Kiko
sambil berkata, "Kamu jalan yang anggun pakai beban diatas kepala.
Jalannya harus betul, supaya piring diatas kepalamu tidak jatuh. Ayo
mulai !". Kiko diam saja, karena merasa tidak akan mampu berjalan dengan
piring diatas kepala. Bisa bisa jatuh dan pecah. Sri malah menggertak,
"Ayo, jalan ! Awas kalau sampai jatuh piringnya !". Kiko masih diam
saja, sementara teman-teman Sri yang lain sudah siap-siap merekam dan
menonton. Maka Sri memaksa Kiko berjalan dengan sedikit mendorongnya ke
depan. Kiko pun mulai berjalan. Setelah beberapa langkah selamat,
langkah kesekian kalinya piring diatas kepalanya jatuh dan isinya
berhamburan dilantai. Meledaklah amarah Sri, "Sudah dibilangi, jalan
yang betul ! Malah kamu jatuhkan piringnya. Sekarang kamu makan dan
bersihkan makanan kamu yang kamu jatuhkan di lantai, terus dibersihkan,
disapu sama dipel yang bersih !". Kemudian didorongnya Kiko hingga jatuh
telungkup dilantai.
Kiko
merasa sangat terhina dan malu diperlakukan demikian oleh isterinya.
Kiko diam saja, ia tidak mau makan atau membersihkan makanan dan pecahan
piring yang ada dilantai. Sri jadi gusar, ia bersuara keras, "Ayo,
tunggu apa lagi ? Makan lalu bersihkan !". Berhubung Kiko diam saja,
maka Sri mendorong kepala Kiko ke lantai hingga mengenai makanan yang
ada di lantai. Sri berkata, "Ayo, makan !". Setelah habis, Kiko diam
saja. Padahal makanan itu tercecer di beberapa tempat. Maka Sri
mengambil tali dan mengikatkannya ke leher Kiko dan menariknya ke tempat
yang ada makanannya hingga Kiko terpaksa mengikutinya dengan mengesot
dilantai. Tapi didalam keadaan yang terlecehkan ini senjata Kiko malah
terangsang. Apalagi ketika ia mengesot di lantai. senjatanya tergesek
lantai. Kiko jadi malah menikmati siksaan ini. Setelah mengesot beberapa
kali dan makan dengan mulutnya, Sri memberinya minum di mangkuk yang
diletakkannya di lantai. Kiko pun meminumnya.
Tapi tidak semua
makanan yang jatuh dilantai dimakan Kiko, karena beberapa diantaranya
tercampur pecahan piring. Maka Sri menyuruhnya untuk membersihkan,
menyapu dan mengepel lantai. Sekali lagi Kiko harus menjalani siksaan
yang kemarin pernah diterimanya. Kali ini malah lebih berat, karena
tercampur pecahan pirng. Pertama-tama, Kiko harus berusaha bangun dari
lantai dengan keadaan tangan yang terikat dibelakang. Hal ini sulit
dilakukan, karena tangan jadi tidak cukup panjang dan posisinya tidak
enak untuk dijadikan pegangan bangkit dari lantai. Beberapa kali Kiko
mencoba, tapi setelah dalam keadaan bersimpuh dilantai dan mau berdiri
ia selalu jatuh lagi. Sri bukannya membantunya berdiri tapi malah
membiarkannya dan tersenyum mengejek sambil berkata, "Ayo, bangun !
Cepat ! Gitu saja tidak bisa".
Kiko jadi tertantang, ia berpikir
keras dan mendapatkan jalan. Ia berusaha mencari kursi untuk dijadikan
pegangan tangan untuk berdiri, maka ia mengesot dilantai menuju ke
tempat kursi berada. Tapi ketika ia telah sampai di tempat kursi berada,
Sri memanasinya dengan mengangkat kursi itu menjauh dari Kiko.
Begitulah dilakukan Sri hingga beberapa kali ketika Kiko sampai ke
tempat sebuah kursi berada. Kiko putus asa, ia berdiam dilantai. Sri
malah berkata, "Ayo, cepat ! Lantainya dibersihkan". Kemudian disabetnya
Kiko dengan mistar. Kiko kemudian dapat akal, ia berusaha menggapai
tembok untuk dijadikan lendetan badan waktu mau berdiri. Ia pun mengesot
menuju tembok dan Kiko berhasil berdiri.
Setelah itu Kiko mulai
menyapu lantai dengan tangan terikat ke belakang sambil menoleh ke
belakang dan berjalan mundur. Sehabis siksaan ini, Kiko masih harus
mengesot mundur dilantai untuk mengepel. Kiko jadi basah kuyup, karena
suatu kali ember tempat airnya oleng dan airnya tumpah sebagian
memerciki dirinya.
Sehabis mengepel, Sri membawa Kiko ke kamar
mandi dan disemprotnya Kiko dengan air dingin. Kiko pun menggigil
kedinginan. Sehabis itu barulah Sri melepaskan sanggul dan ikatan tangan
Kiko serta membiarkan Kiko mandi. Tapi Sri menungguinya di kamar mandi
sehingga Kiko tidak punya kesempatan untuk melarikan diri.
Sesudah
mandi dan mengeringkan badan dengan handuk, Kiko digiring masuk ke
kamar. Di kamar, Kiko berusaha merayu Sri supaya menghentikan
perploncoannya, katanya, "Sri, kita pulang saya yuk ! Aku sudah capai".
Tapi Sri meletakkan telunjuknya di bibir Kiko dengan maksud supaya Kiko
diam. Selanjutnya sudah bisa ditebak, Sri mendandani Kiko dengan kain
kebaya baru lagi lengkap dengan makeup dan sanggul. Setelah selesai,
Sri mencium Kiko didepan cermin sambil berkata, "Cantik déh kamu !".
Kiko kembali terangsang. Baru sekali ini isterinya memuji kecantikannya
dengan tulus. Ia jadi berpikir jangan-jangan sekarang isterinya sudah
tidak dendam lagi kepada perbuatannya di waktu lalu, tapi sudah terbiasa
jadi dominan dan menikmati menyiksa suaminya serta sudah tidak berniat
lagi untuk menyembuhkan kelainan yang dideritanya.
Setelah itu
Kiko dituntun Sri keluar kamar. Tenyata mereka menuju ke halaman. Mereka
sudah menyiapkan api unggun dan ditengah-tengahnya ada sebuah pohon.
Kiko berpikir, jangan-jangan ia akan diikat di pohon itu dan dikelilingi
api. Ternyata memang betul, mereka kemudian mengikat Kiko ke tiang itu
dan mulai menyalakan api di sekitarnya. Sesudah itu mereka makan minum,
bernyanyi-nyanyi sambil memandangi Kiko. Sementara Kiko kepanasan
ditengah-tengah api dan cemas kalau apinya mengenai tubuhnya. Beberapa
diantara mereka termasuk Sri malah memegang kayu yang ujungnya berapi
dan menyodor-nyodorkan ke Kiko, hingga Kiko semakin ketakutan.
Menjelang
tengah malam, ketika Kiko semakin dag dig dug, mereka melepaskan Kiko
dari pohon dan membawa Kiko ke pinggir. Tapi selanjutnya mereka kembali
mengikat tangan dan kaki Kiko. Sesudah itu Kiko mereka gotong dan mereka
gantung terbalik di pohon tadi. Kiko jadi samakin takut. Kepalanya yang
dibawah merasa panas, karena dekat api. Untungnya api itu padam duluan
sebelum mengenai kepala Kiko. Kemudian mereka menurunkan Kiko, tapi
mereka tidak membuka ikatan tangan dan kaki serta tali yang mengikat
kaki ke pohon diikatkan oleh salah seorang dari mereka kesebuah pohon.
Sedangkan kepala Kiko mereka juga ikat dengan tali kesebuah pohon yang
lain di seberang pohon itu. Kedua tali itu cukup tegang, sehingga jika
Kiko berulah akan menyebabkan kaki dan lehernya terjerat. Dalam keadaan
itulah mereka meninggalkan Kiko terbaring di tanah dengan tangan dan
kaki terikat serta kepala dan kaki yang terikat pada pohon yang
berseberangan.
Sepanjang malam Kiko tidak bisa memejamkan matanya.
Itulah malam kedua Kiko di vila. Sementara yang lain tidur pulas, Kiko
malah disiksa. Sesudah kemarin malam ia disuruh tidur dikandang anjing
dengan posisi badan yang menekuk, tangan dan kaki terikat serta kepala
dirantai, malam ini ia harus tidur di atas tanah dengan tangan dan kaki
terikat serta kepala dan kaki yang terikat ke pohon. Bergerak sedikit
untuk ganti posisi saja cukup sulit dan bisa menyebabkan ikatan tali di
kepala serta kakinya jadi menegang. Ia merenungi nasibnya. Kejam nian
sekarang isteriku. Apakah ini malam terakhirnya di vila dan besok ia
sudah bisa bebas atau besok siksaan-siksaan lain masih menunggunya.
Siksaan apa lagi yang akan diterimanya besok ?
Ketika tengah
suntuk-suntuknya merenungi nasibnya, tiba-tiba...guug ! guug ! guug !.. É
Lhadalah, 2 ekor anjing yang lumayan besar muncul dan mulai mendekati
Kiko. Kiko jadi ketakutan setengah mati, mau berteriak ia takut kalau
anjingnya jadi agresif dan menggigitnya. Ia bingung, mau berontak tapi
tangan dan kaki serta kepalanya terikat. Akhirnya Kiko hanya diam saja
sambil merinding ketakutan dan mulutnya ndremimil komat-kamit menggumam,
"sluman slumun slamet, sluman slumun slamet, sluman slumun slamet, ....
setan ora doyan, demit ora ndulit.... sluman slumun slamet, sluman
slumun slamet, sluman slumun slamet..."
Anjing-anjing
itu pun mulai mengendus-endusi tubuhnya. Salah satu anjing itu kemudian
mengendus senjata Kiko. Senjata Kiko jadi terangsang dan mulai
menegang. Anjing itu jadi mulai menyalak-nyalak pada kemaluannya yang
ereksi dan menyeringai. Kiko jadi semakin takut jangan-jangan nanti
kemaluannya digigit. Sementara anjing yang lainnya mengendus wajahnya.
Sebentar
kemudian .. guug ! dan aduh biyung tobat tobil anak kadal !. Duh gusti
kulo nyuwun pangapuro. Anjing itu menggigit kemaluan Kiko, Kiko pun
secara spontan menyentakkan tubuhnya dan anjing itu pun melepaskan
gigitannya. Bersamaan dengan itu bukan hanya kemaluan Kiko yang rasanya
sakit bukan main, tapi leher Kiko jadi terjerat tali yang menegang
karena tubuh Kiko yang berontak. Kiko merasakan sakit luar biasa pada
kemaluannya, tapi bersamaan dengan itu ia juga merasakan kenikmatan yang
luar biasa karena kemaluannya yang berkontraksi dengan hebat. Kenyuutt
! kenyuuttt ! kenyuuuttt ! Kiko berasa diantara surga dan neraka.
Untungnya sesudah itu 2 anjing itu kemudian pergi menjauh. Bersamaan
dengan itu pula terdengar pula suara gelak tawa dari kejauhan. Ternyata
Sri dan teman-temannya mengamat-amatinya dari dalam villa.
Minggu, 19 Oktober 2014
Kiko Sujaryanto 9
Label:
BDSM
,
bondage
,
crossdresser
,
jarik
,
kain batik
,
kain kebaya
,
kain panjang
,
kain wiron
,
kebaya
,
transgender
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar