tJeSiLC_vQ4EjbqutLiN10g1b3k

Sabtu, 14 April 2012

Kain wiron

Kain wiron adalah kain batik yang salah satu ujungnya di wiru atau dilipat-lipat seperti kipas. Biasanya dipakai sebagai setelan dari kebaya. Walaupun juga bisa dipakai tanpa kebaya, tapi hanya  dengan kemben.

Wiru berjumlah ganjil 3, 5, 7, 9 dan seterusnya. Lebar wiru untuk perempuan adalah sekitar 2 cm.  Semakin banyak jumlah wirunya, maka akan semakin kelihatan  indah waktu dipakai. Tapi otomatis juga memerlukan lebih banyak waktu pada waktu membuat wirunya. Selain itu kain wiron dengan jumlah wiru yang banyak juga  hanya bisa dipakai oleh mereka yang berbadan langsing.

Tentang wiru ini ada juga yang kebiasaan membuat sampai mencapai 1/3 dari panjang kain. Maksudnya supaya kalau dipakai akan terlihat bekas lipatan-lipatan wirunya. Karena sebagian wiru akan dibuka dan dililitkan ke kaki. Sehingga akan nampak indah.

Wiru bisa dibedakan menjadi gaya Jogya dan Solo. Pada wiru gaya Jogya, pinggiran batik yang disebut tumpal tidak dilipat ke dalam tapi diperlihatkan atau dilipat keluar. Sedang tumpal batik pada wiru gaya Solo dilipat kedalam dan tidak diperlihatkan. Baru sesudah itu lipatan-lipatan selanjutnya akan sama, yaitu kearah luar.

Pada waktu mau memakai kain, kaki terlebih dahulu harus mengenakan sandal jinjit. Maksudnya supaya nanti ujung kain sebelah bawah jatuhnya bisa pas. Tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Kain wiron dipakai dengan cara melilitkannya ke kaki  dari kiri ke kanan. Pada waktu mulai melilitkan kain wiron ada 2 versi dari posisi kaki. Pertama, sebelah kaki yaitu kiri atau kanan agak maju kedepan. Versi yang lain mengatakan kalau  kedua kaki harus disilangkan dan merapat.

Kemudian kain dipegang dengan membentuk segitiga meruncing keatas hinggga ujung bawahnya dalam posisi yang lebih tinggi dari sisa kain yang akan diilitkan. Ujung bawah kain dijepit diantara kedua kaki.  Kemudian kain baru dililitkan ke kaki.

Kain diatur agar meruncing kebawah dan sebagai akibatnya akan melebar dan kendor dipinggang. Untuk itulah kain kita ikat erat-erat dengan tali dipinggang supaya nanti lama-lama tidak kedodoran. Setelah terlebih dahulu merapikan kainnya.

Ujung luar yang berwiron diatur supaya jatuh di sebelah depan agak ke kanan kira-kira sekitar dua jari dari titik pusar. Apabila masih tidak tepat, maka kain bisa digeser atau diulangi lagi dari awalnya yaitu dari ujung kain yang tidak berwiru yang dibentuk segitiga.

Hal ini dimaksudkan supaya waktu berjalan, kain wiron tidak tertarik terlalu ke belakang. Dengan demikian sewaktu berhenti dari keadaan berjalanpun kain wiron tidak akan terlalu  tersingkap ke belakang atau kedodoran, tapi masih tetap rapi dengan posisi masih menutup. Wiru hanya akan terbuka waktu berjalan.

Cara berjalan pada waktu memakai kain adalah melangkah dengan pendek-pendek supaya kain tidak cepat kendor atau kedodoran disamping wirunya tidak cepat rusak
.
Selanjutnya kain bisa ditutup dengan kemben atau korset atau long torso. Sesudah itu barulah kebaya dikenakan.

Hampir setiap hari saya selalu sign in di wordpress dan memeriksa "Search Engine Terms" untuk mengetahui apa yang dicari pengunjung situs saya. Suatu hari saya mendapatkan kalimat ini "kalau kain mau di wiru apakah boleh di cuci" di "Search Engine Terms". Maka lewat posting ini saya sekaligus ingin menjawab kalimat atau pertanyaan itu. Tentu saja kain boleh di cuci kalau mau diwiru.

Tidak ada larangan untuk  mencuci kain kalau mau diwiru. Selain kain dicuci dan diangin-anginkan terlebih dahulu sampai kering, baru kemudian di wiru. Tidak disarankan untuk menjemur kain batik ditempat yang terpapar sinar matahari secara kangsung, karena akan memperbesar kemungkinan luntur.

Hubungan yang ada antara mencuci kain dan mewiru kain adalah jika kain sudah terlalu lama, sering dipakai dan terlalu sering dicuci hingga menjadi tipis dan lemas, maka akan sulit untuk di wiru. Bahkan mungkin tidak bisa diwiru lagi. Karena begitu dilipat, maka kain  akan membuka kembali.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar