tJeSiLC_vQ4EjbqutLiN10g1b3k

Senin, 26 November 2012

Kapok lombok

Itu adalah sebuah istilah dalam bahasa Jawa. Artinya kurang lebih begini, jera tapi kemudian mengulang lagi perbuatan yang sebelumnya sudah tidak mau dilakukan lagi. Mungkin bahkan dilakukan lebih ekstrim dari perbuatan yang pertama kali membuat jera.

Lombok adalah tumbuhan yang pedas. Bisa dimakan mentah atau dimasak terlebih dahulu. Orang Indonesia atau orang Asia pada umumnya lebih suka dengan makanan-makanan yang lebih pedas bila dibandingkan dengan orang-orang Eropa misalnya. Sehingga kita  mengenal yang namanya sambal. Sambal terasi,  sambal bawang, sambal matah dan sambal dabu-dabu adalah beberapa diantara macam sambal yang kita kenal berasal dari negara kita Indonesia.

Sedemikian popularnya lombok sehingga makan cemilan gorengan pun juga dilengkapi dengan lombok ataupun sambal. Belum lagi makanan utamanya yaitu nasi. Bahkan malah ada yang suka makan nasi hanya dengan lauk sambal terasi. Sebagai penutupnya ada pula yang namanya rujak buah yang juga ditemani dengan sambal. Ini menunjukkan sedemikian merakyatnya sambal dan lombok.

Bila kita sudah sedemikian fanatiknya dengan lombok atau sampai kecanduan, maka terjadilah apa yang disebut dengan kapok lombok. Makan dengan lombok pada pertama kalinya mungkin masih kurang terasa pedas. Kemudian ditambah dengan lombok, baru kemudian agak  terasa pedas. Tapi mungkin masih kurang puas, sehingga lombok pun ditambah lagi hingga kepedasan. Lain kali ketika waktu makan kemudian porsi lomboknya makin ditambah  karena sudah terbiasa dengan rasa pedas yang ada. Sehingga akhirnya terasa kebal.

Hal ini rupanya terjadi juga pada diriku dalam  kegiatanku ngadi salira ngadi busono dengan busana kain kebaya yang sudah mulai kulakukan sejak aku duduk di sekolah dasar. Waktu pertama kali aku bisa pakai kain kebaya rasamya senangnya  bukan main. Karena waktu itu aku harus curi-curi kesempatan dan aku juga harus mengambil kain batik sama kebaya punya mama atau kakak tanpa sepengetahuan mereka. Jadi ada unsur resiko yang harus ku tanggung.

Setiap kegiatan ngadi saliro ngadi busono selalu ku akhiri dengan masturbasi. Dan sesudah masturbasi itulah biasanya timbul semacam penyesalan, rasa bersalah, malu pada diri sendiri karena berpakaian wanita dan jijik atau entah apa kata yang tepat untuk itu. Serta biasanya aku berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi hal itu. Tapi apa yang terjadi berikutnya adalah seperti kapok lombok atau mungkin tua-tua keladi makin tua makin menjadi.

Perlengkapan ngadi salira ngadi busono ku pun semakin lama semakin lengkap. Adapun cerita selengkapnya dapat dibaca di sini yaitu di "gara-gara selimut", "dari selimut menjadi kain kebaya" dan "metamorfosa yang sempurna". Dimulai dari selembar selimut kemudian menjadi selembar kain batik hingga akhirnya lengkap seperti foto-fotoku yang terakhir. Tidak itu saja, aku bahkan kadang-kadang sengaja menampakkan diri waktu ngadi salira ngadi busono di depan rumah dengan harapan ada orang lain yang tidak aku kenal yang lewat di depan rumah dan menengok ke arahku. Mengenai kegilaanku dapat dibaca di "the show must go on". Mungkin inilah yang namanya fase kecanduan seperti halnya kecanduan makan lombok.

Anehnya lagi setelah aku bisa mengakses internet dan mulai mengetahui kalau ternyata tidak aku saja yang punya hobby ngadi salira ngadi busono dengan pakaian kain kebaya, maka perasaan-perasaan penyesalan, rasa bersalah, malu pada diri sendiri karena berpakaian wanita dan jijik setelah aku masturbasi lambat laun hilang. Mengenai perasaanku setelah ngadi saliro ngadi busono dan diakhiri dengan masturbasi dapat dibaca selengkapnya di "Afterglow". Mungkin inilah yang namanya fase sudah kebal.

Sekarang kadang-kadang aku berpikir kalau aku sudah bosan akan kegiatanku ngadi salira ngabi busono dan bermaksud untuk menghentikannya. Tapi pada kenyataanya aku tidak mampu untuk menghentikannya. Terkadang juga timbul rasa malas dan tidak bernafsu lagi untuk melakukannya. Tapi pada kenyataanya aku tetap melakukan itu.

Hal aneh lainnya adalah kemudian timbul perasaan kalau aku lebih senang dan gairah waktu melihat orang lain yang parasnya cantik dan bodynya sexy  memakai kain kebaya atau membaca artikel-artikel seputar itu daripada waktu diriku sendiri ngadi saliro ngadi busono. Keadaan ini jadi seperti keadaan pada awalnya ketika aku masih kecil dan belum bisa memakai kain kebaya seperti sekarang ini. Memang pada waktu aku ngadi saliro ngadi busono, aku pun juga masih merasa senang dan bahagia serta bergairah. Mungkin inilah yang namanya fase bosan dan jenuh, tapi seperti sudah mencapai point of no return.

Mungkin memang susah untuk menyembuhkan kecanduanku ini seperti halnya dengan sulit menghentikan orang yang gemar pedas untuk makan cabai. Meskipun ia terkena diare akibat kebanyakan makan cabai, tapi begitu sembuh mungkin ia akan kembali lagi makan cabai.

Terus bagaimana dengan nasibku selanjutnya ? Sekali lagi jika ada pembaca yang berbaik hati dan ingin berbagi pendapatnya atau punya ide dan usul terhadap pemecahan masalah ini silahkan tinggalkan di kotak komentar dibawah ini .  Terimakasih

Tidak ada komentar :

Posting Komentar