tJeSiLC_vQ4EjbqutLiN10g1b3k

Minggu, 12 Oktober 2014

Kiko Sujaryanto 8

Ini adalah lanjutan dari cerita sebelumnya yang berakhir dengan pingsannya Kiko setelah dirinya kecapaian dan digantung serta dipaksa menelan senjata si Macho. Ketika sadar, Kiko mendapati dirinya terbaring di ranjang dengan tangan yang masih terikat. Kiko berpikir dalam hati, kenapa aku masih terikat. Apakah mereka masih belum puas mengerjai aku. Aku sudah bosan dan muak diperbudak mereka.

Sri ternyata sudah menunggu di sampingnya. Dibelainya Kiko sambil berkata dengan halus, "Bangun, yok ! Biar aku bantu kamu salin jarik yang baru". Ternyata kain Kiko sudah basah terkena air mani. Entah air maninya siapa.  Kiko bangun dari ranjang dan berkata, "Sri, kita pulang saja sekarang. Aku sudah capai ! Badanku sakit semua rasanya". Sri menjawab, "Baru sehari kok sudah ngajak pulang. Acaranya belum selesai" . Kiko berkata lagi, "Aku mau pakai pakaianku sendiri". Sri menjawab, "Nggak ! Nggak ada ! Nggak boleh ! Kamu harus pakai kain kebaya ! Kamu kan bintangnya ! Ayo, cepat !".  Kiko berusaha menawar supaya bisa segera pulang dan berhenti jadi submissive, "Sri, kita konsultasi ke psikiater saja". Sri menjawab asal-asalan, "Ya, sehabis pulang dari sini kita ke psikiater". Kiko berkata dalam hati, ya percuma dong kalo gitu. Kiko ogah-ogahan dan hanya duduk di tepi ranjang. Sri jadi marah dan mengancam, "Kamu menolak ? Nggak mau ? Apa perlu kupanggilkan cowok-cowok kamu ?". Kiko jadi takut dan menurut serta segera berdiri.

Kemudian Sri membuka kancing kebaya, kamisol dan stagen Kiko. Sri lalu membuka kain wiron Kiko  serta celana dalamnya yang basah. Ia bersihkan senjata Kiko. Kemudian Sri memakaikan celana dalam yang baru. Selanjutnya Sri memakaikan kain wiron yang baru dan kelengkapannya berupa stagen serta mengancingkan kembali kamisol dan kebaya Kiko.

Tapi sekarang Kiko sudah tidak bergairah lagi, ia malah merasa risih dan jijik dengan dandanannya sendiri. Suatu perasaan yang selalu menghinggapi Kiko begitu melewati puncak kenikmatan. Tidak itu saja, ia sekarang juga kawatir kalau-kalau ia akan dipaksa melakukan oral lagi. Ia paling tidak senang dengan itu. Belum lagi badannya sudah payah dan capai.

Untung bagi Kiko, acara selanjutnya mereka hanya pergi ke luar vila. Jalan-jalan sambil cuci mata dan shoping. Tapi walaupun bagaimana Kiko masih tidak terbiasa cding diluar dan dilihat oleh orang banyak. Ia masih dag dig dug. Tangan dan kakinya dingin.  Kiko curi-curi pandang jelalatan melihat ke sekelilingnya. Ia tahu kalau ia bakal menarik perhatian orang banyak. Karena pakaiannya yang paling berbeda di antara teman-teman serombongannya. Kain kebaya, sementara teman-teman cewek dan cowoknya semuanya pakai rok atau celana.

Kiko diapit oleh 2 cowok. Tangannya masih  diikat ke belakang dan ditutup selendang panjang. Sebentar kemudian Kiko sudah mulai bisa menikmati keadaannya dan kembali mulai bergairah. Senjatanya pun mulai menegang. Sedang enak-enaknya ia menikmati keadaannya yang romantis dan diapit oleh 2 cowok sambil merasakan ketegangan senjatanya, Sri mulai mengerjainya dengan menyerahkan belanjaannya ke tangan Kiko. Maka Kiko pun harus menjinjing belanjaan isterinya dengan posisi tangan yang terikat dibelakang punggung. Setelah itu isterinya masih lagi menambahi belanjaan yang harus dibawa Kiko. Karena tangan Kiko sudah penuh dengan tas belanjaan Sri, maka Sri menyelempitkan belanjaannya di ketiak kiri dan kanan Kiko. Sementara teman-temannya malah mentertawakannya.

Kiko 8-1

Setelah capai dan sudah lewat tengah hari,  mereka pun makan siang. Tapi sial bagi Kiko, kali ini tidak ada yang memberinya makan atau minum. Sementara rombongannya makan-makan dan minum-minum, Kiko hanya bisa duduk sambil menundukkan kepalanya dengan tangan terikat dibelakang dan tertutup selendang panjang sehingga tidak kelihatan terikat. Kiko duduk di emper rumah makan. Ia tersiksa, malu, deg-degan, panas dingin. Tapi sekaligus menikmati siksaan itu. Ia jadi pusat perhatian orang-orang yang lalu lalang. Hampir setiap orang yang melewatinya selalu memandanginya. Jika yang lewat dua orang atau lebih, maka mereka saling berbisik. Ada juga beberapa orang yang lewat mengejek, "Banci !". Kiko hanya menunduk diam, tapi diam-diam Kiko terangsang dan senjatanya menyembul.

Sementara itu dari tempat mereka  makan yang tidak jauh dari tempat Kiko duduk, rombongan Sri ternyata mengamat-amati segala tindak tanduk Kiko. Mereka bahkan merekam.  Sri segera tahu kalau senjata Kiko menegang. Setelah menunggu sejenak dan tidak ada orang yang lewat, Sri menghampiri Kiko dan dibetotnya senjata Kiko sambil berbisik, "Enak ya, mejeng di depan umum pakai kain kebaya. Nikmat ? Rasanya feminin banget ya ? Gimana kalo kupotong burung kamu, biar  jadi wanita betulan sekalian". Sri semakin memperkeras betotannya. Kiko pun kejet-kejet. Tapi karena kuatir kalau ada orang lewat,  sebentar kemudian Sri melepaskannya setelah terlebih dahulu dipukulnya senjata Kiko dengan tangan. Serta merta Kiko jadi njenggirat, bangkit dari duduknya, kerena merasakan sakit di senjatanya. Senjatanya jadi berkontraksi dan semakin mbekér-mbekér berontak menegang bergetar-getar. Nyuut ! Nyuut ! Nyuut ! Kiko merasakan senjatanya mbekér-mbekér berkontraksi, denyutannya terasa sampai ke ubun-ubun.  Kiko pun merasakan  kenikmatan yang luar biasa hingga ia mengeluarkan lenguhan yang ditahan. Sri yang melihat hal ini jadi geleng-geleng kepala dan ditinggalkannya Kiko. Kiko yang melihat senjatanya berdiri hampir 90 derajat berusaha menyembunyikannya dengan jalan membungkuk. Melihat Kiko yang kewalahan menyembunyikan senjatanya, Sri malah tertawa-tawa.
Kiko 8-2

Setelah para peserta rombongan selesai makan dan minum, mereka pun pergi dari rumah makan tersebut. Beruntung bagi Kiko, karena mereka membungkuskan makanan dan minuman untuk Kiko. Tapi perut Kiko sudah terlanjur sakit terlebih dulu,  karena terlambat diisi makanan dan berulah.  Kiko tidak kuasa menahan rasa sakit diperut dan ia mengeluarkan angin yang berbau tidak sedap.  Padahal mobil yang ditumpangi ber AC dan tertutup rapat, maka gegerlah seluruh penumpang. Sri terlebih dulu berani terang-terangan menuduh Kiko. Katanya, "Kamu kentut ya ?" sambil dijewernya telinga Kiko. Kiko diam saja, maka yang lain menyimpulkan kalau Kiko kentut. Sehingga mereka semua keluar dari mobil meninggalkan Kiko yang masih terikat. Kiko jadi tersiksa, karena harus menghirup bau kentutnya sendiri di dalam mobil yang tertutup. Mau menutup hidung dengan tangannya tidak bisa, karena tangannya masih terikat di belakang. Keadaan ini berlangsung agak lama. Baru kemudian salah seorang dari mereka sadar dan membuka semua jendela mobil.  Sementara Kiko sudah megap-megap sesak nafas hampir pingsan.  Sesudah gas beracun itu menghilang, mereka melanjutkan perjalanan. Mereka melepaskan ikatan tangan Kiko dan membiarkan Kiko makan dan minum. Kiko berharap semoga ini akhir dari petualangannya.

Tapi pemikiran Kiko ternyata meleset. Mereka bukannya pulang ke vila. Tapi pergi ke sebuah tempat pelatihan kecantikan yang lebih diutamakan untuk para waria. Ternyata ini adalah ide dari Domina, ia meminta tolong Sumi yang punya kenalan melatih di tempat itu. Begitu sampai ditempat itu, Kiko jadi ketakutan. Ia kembali jadi panas dingin tangan dan kakinya.  Sementara Sri malah berkata, "Nah, sekarang kita sudah sampai di tempat kamu berlatih keluwesan. Tuh, liat ! Banyak kan temen-temen kamu". Kiko jadi merinding. Ia jadi ingat peristiwa kemarin sewaktu dirubung waria. Tapi untung bagi Kiko, karena para waria disini sopan-sopan.

Setelah memarkir mobil, mereka keluar dari mobil dan masuk ke dalam gedung. Sekalipun tempat itu banyak warianya, tetap saja Kiko menarik perhatian orang banyak. Karena lagi-lagi ternyata cuma dia seorang yang memakai kain kebaya tradisional lengkap dengan sanggulnya. Sementara para waria lain semuanya memakai kebaya modern yang sudah dimodifikasi dengan bawahan jarik yang sudah dibuat rok dan cukup longgar di bagian bawahnya. Domina segera memperkenalkan Kiko kepada Sumi yang sudah terlebih dulu ada di situ.  Sumi juga memakai kain kebaya lengkap dengan sanggulnya. Begitu melihat Sumi yang cantik dan memakai kain kebaya, maka Kiko pun terangsang dan senjatanya mulai menegang. Kiko berusaha mati-matian menahan supaya senjatanya tidak terlalu menegang.  Sumi yang melihat jadi tersenyum geli. Ternyata tidak cuma aku saja yang memakai kain kebaya tradisional, kata Kiko dalam hati. Dan Sumi melanjutkan memperkenalkan Kiko kepada orang-orang yang ada di situ. Kemudian Kiko didudukkan di depan meja rias dan dirias ulang oleh Sumi. Sesudah itu Sumi mengajarkan tata cara mengenakan busana nasional kepada para peserta dan Kiko kembali menjadi model dadakan. Sumi juga mengajarkan cara berjalan yang anggun waktu memakai kain kebaya.

Setelah selesai, sampailah pada momen yang ditunggu-tunggu oleh para anggota rombongan Sri. Para peserta harus berjalan berlenggang lenggok di atas panggung. Perasaan Kiko campur aduk antara malu, cemas, takut, panas dingin, gemetar dan senang, bergairah serta menikmati. Ia berharap semoga isterinya tidak mengetahui kalau sebenarnya ia malah menkimati siksaan yang diberikan oleh Sri. Kiko melihat kepada seluruh peserta yang lain ternyata memang betul tidak ada yang memakai kain kebaya tradisional selain dirinya. Mereka yang lain semuanya memakai kebaya modern dengan bawahan yang longgar-longgar.  Enak saja mereka, langkahnya bisa lebar-lebar. Tidak kesrimpet-srimpet kayak aku, begitu pikir Kiko. Tapi aku tidak tertarik kalau disuruh pakai kayak gitu. Tidak ada tantangannya.  Kiko pun berusaha mati-matian meniru gaya yang telah diajarkan Sumi.

Sri yang melihat Kiko jadi berpikir boleh juga gaya Kiko berjalan dengan memakai kain kebaya. Pantas memang seperti seorang wanita, paling tidak seperti waria profesional. Lantas apakah Kiko akan kapok melakukan hal ini atau jangan-jangan malah jadi semakin menikmati dan menghayati. Pikiran Sri jadi galau. Sedang galau-galaunya pikiran Sri, tiba-tiba .... gabrruuukkk !!! Ternyata Kiko jatuh diatas panggung waktu berlenggang-lenggok. Entah kenapa. Mungkin kesrimpet jariknya atau lantaran keseleo sandal hak tingginya. Para penonton pun jadi riuh rendah mentertawakan Kiko. Diantara mereka ada yang berteriak, "Dasar udik ! Hari gini masih pakai jarik, rasain sekarang kesrimpet jarik !"

Tidak ada komentar :

Posting Komentar