tJeSiLC_vQ4EjbqutLiN10g1b3k

Minggu, 22 September 2013

Baris berbaris

Adalah 2 sahabat. Mereka sama-sama siswi sebuah SMA dan keduanya terkenal sama-sama badung, iseng  dan cerewet. Hari itu tanggal 21 April, maka merekapun memakai busana tradisional kain kebaya dalam rangka memperingati hari Kartini di sekolah mereka.

Dan seperti pada umumnya seorang gadis jika berdandan membutuhkan waktu lama, maka merekapun juga demikian. Apalagi mereka harus bersanggul dan berkain kebaya di salon. Jadilah mereka terlambat tiba di sekolah. Tapi yang terlambat tidak cuma mereka berdua. Banyak juga teman mereka yang datang terlambat. Maklum semua harus berdandan secantik mungkin dan berpakaian seindah mungkin.

Acara pertama di sekolah hari itu tentu saja upacara bendera. Maka para murid pun bersiap dan berbaris rapi di halaman sekolah. Termasuk kedua gadis badung itu. Keduanya memilih berbaris di barisan paling belakang. Supaya bisa bebas berceloteh dan ketawa-ketiwi. Dan memang begitulah keadaannya.  Begitu upacara dimulai, keduanya mulai ngerumpi dan ketawa-ketiwi serta kedua tangan mereka tidak pernah berhenti iseng mengganggu yang didekat mereka.

Celakanya, mereka ketahuan guru yang mengawasi jalannya upacara.  Tapi kedua cewek badung itu tetap saja melakukan kegiatan usilnya. Pikir mereka, para guru akan memaklumi mereka. Apalagi hari ini adalah upacara khusus hari Kartini. Tentu para guru akan lebih mengendorkan peraturan mereka. Lagi pula tahun-tahun kemarin mereka juga melakukan hal yang sama dan tidak ada sanksi apa-apa yang dijatuhkan kepada mereka.

Begitulah sampai upacara selesai, bahkan sampai seluruh rangkaian acara hari Kartini selesai tidak terjadi apa-apa terhadap mereka. Tapi begitu para murid akan pulang, mereka berdua dipanggil ke kantor kepala sekolah. Mereka pun jadi kaget dan bingung, karena mereka tidak ikut lomba apa-apa yang diadakan pada hari itu.

Ternyata, bagai mendengar letusan bom di siang hari atau mendengar geledek di siang bolong. Mereka  tidak percaya dengan apa yang dikatakan  kepala sekolah dan yang mereka dengar sendiri.  Mereka akan dihukum akibat kelakuan mereka selama upacara.  Karena jika dibiarkan berlarut-larut selama bertahun-tahun akan memberikan contoh yang tidak baik.

Hukumannya pun keras. Inilah yang paling sulit mereka mengerti. Keduanya harus latihan baris-berbaris di tengah lapangan pada tengah hari di saat panas-panasnya matahari. Tentu saja dengan tetap memakai pakaian yang mereka kenakan pada saat itu, kain kebaya dan bersanggul. Tidak itu saja, kelihatannya  si kepala sekolah mau mendisiplinkan  mereka dengan keras. Mereka berdua tangannya diikat ke belakang sebagai hukuman karena tangan mereka iseng selama upacara. Kemudian leher mereka diikat dengan tali  satu sama lain. Demikian juga degan pinggang dan kaki mereka, supaya mereka bisa konsentrasi dan serempak dalam latihan baris berbaris.

Tapi tentu saja ada kabar baiknya bagi mereka. Kepala sekolah yang pada mulanya sudah bersiap membekap mulut mereka dengan lakban sebagai hukuman karena mereka terus saja berbicara selama upacara mengurungkan niatnya. Karena kepikiran kalau mulut mereka akan dipakai untuk menghitung langkah mereka dalam berbaris. Dan memang kepala sekolah memerintahkan mereka untuk menghitung langkah mereka dalam berbaris.
baris
Satu dua satu dua ! Kiri kanan kiri kanan ! Panas sama capai ya non ? Lagi pula apa nggak ribet non pakai kain kebaya kayak gitu terus latihan baris berbaris  ? Makanya non jadi gadis jangan badung sama nakal kayak gitu.  Apalagi kamu sekarang kan pakai kain kebaya, mestinya kamu bisa bersikap sebagaimana seorang wanita Jawa pada umumnya. Halus dan lemah lembut, bukannya badung, nakal dan suka iseng. Sudah datang terlambat, masih iseng terus waktu upacara. Sekarang rasakan hukumannya. Éh, non yang dibelakang kok sampai nangis gitu ? Sudah insyaf ya non ?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar